• May 13, 2025

Mahasiswa Brawijaya Ciptakan Alat Anti Kantuk, JK: Bisa untuk Anggota DPR

Mereka menciptakan alat ini karena khawatir dengan tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi yang mengantuk

MALANG, Indonesia – Tiga mahasiswa Teknik Mesin Universitas Brawijaya Malang telah membuat prototipe alas duduk anti melamun atau Alakantuk. Ketiganya adalah Wahyu Tasry Naufal, Asri Anjasari, dan Prayoga Bintang Primawan.

Mereka menciptakan alat ini karena khawatir dengan tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi yang mengantuk. Alakantuk ini sedang dalam proses pengajuan paten dan diharapkan bisa diproduksi massal.

Alakantuk untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Karya Kreatif yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Prinsip kerjanya cukup sederhana, berupa gelang elektronik yang mencatat detak jantung penggunanya dan alasnya dirancang untuk bergetar. Gelang elektronik tersebut akan mencatat detak jantung penggunanya.

Ada sensor yang menentukan detak jantung, jika lemah atau pengemudi mengantuk maka akan dikirimkan ke sensor di alas jok yang akan menimbulkan getaran. Saat jok bergetar, pengemudi kaget dan detak jantung meningkat sehingga pengemudi tetap terjaga. Jika detak jantung normal, bantalan kursi tidak akan bergetar.

“Saat diguncang, detak jantung meningkat, aliran darah juga meningkat. “Jadi bisa lebih fokus dalam berkendara,” kata Prayoga dalam siaran pers yang diterima Rappler. Alakantuk bisa digunakan oleh pengemudi truk yang terkadang harus berkendara 12 jam sehari.

Alakantuk diuji coba oleh sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya. Ketiga mahasiswa tersebut dibimbing oleh Haslinda Kusumaningsih, dosen Teknik Mesin. Kini desain instrumen ini sedang diperbaiki untuk produksi massal.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengapresiasi temuan mahasiswa tersebut. Ia pun menyarankan kepada Ketua DPR agar dimanfaatkan oleh anggota DPR. Agar pembentuk undang-undang tetap terjaga atau tidak tertidur saat bersidang. Mengingat legislator bisa bertemu berjam-jam dalam sehari.

“Saya akan menyarankan kepada Ketua DPR agar anggota DPR tidak mengantuk saat sidang,” kata Jusuf Kalla saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional trickle down inovasi teknologi dan rintisan bisnis di Universitas Brawijaya Malang, Senin 4 November 2017.

Jusuf Kalla alias JK juga meresmikan Pusat Inovasi dan Kewirausahaan Jusuf Kalla di Universitas Brawijaya. Pusat inovasi dan kewirausahaan ini diharapkan mampu menghubungkan hasil penelitian mahasiswa dan dosen dengan industri. Utamanya digunakan untuk memecahkan permasalahan atau kebutuhan masyarakat.

“Kemajuan negara tidak lepas dari penelitian. Amerika memiliki Silicon Valley. Menggabungkan dunia pendidikan untuk menciptakan teknologi dengan dunia bisnis. “Anak muda dilibatkan,” kata JK. Ia optimistis pusat-pusat penelitian di Indonesia bisa berkembang setara dengan Silicon Valley dengan mensinergikan perguruan tinggi dengan industri. “Kalau tidak ikut, nanti tertinggal. “Kami hanya akan menjadi konsumen saja,” ujarnya.

Menghubungkan dan mencocokkan industri dan universitas

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mendukung upaya UB dalam mengembangkan inovasi teknologi dan kewirausahaan.

Perguruan tinggi, kata dia, berperan dalam penelitian, sedangkan industri manufaktur memproduksi secara massal sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman.

“Pusat kewirausahaan ini merupakan jawaban penting terhadap hilirisasi teknologi. JK pusat inovasi jadi Kawah Candradimuka. “Pusat Inovasi dan Kewirausahaan,” kata Saifullah Yusuf.

Sementara itu, Rektor UB M. Bisri meminta pemerintah daerah terlibat dalam sistem riset industri. Penelitian melibatkan universitas, industri, dan pemerintah.

“Pemerintah mempunyai kekuatan untuk mendekatkan industri dengan riset perguruan tinggi,” ujarnya.

UB, lanjut M Bisri, memiliki 200 paten yang dihasilkan dari penelitian. Namun, baru 10 persen yang dijajaki untuk produk massal. Salah satunya adalah alat deteksi dini diabetes yang bekerja sama dengan Biofarma dan minyak atsiri dengan produsen kecantikan Marta Tilaar. “Itu terhambat karena produksi massal,” katanya.

Alat pendeteksi dini diabetes ini telah diteliti selama delapan tahun, namun masih belum bisa diproduksi secara massal. Biopharma juga mendanai penelitian tersebut. Persetujuan untuk proses produksi massal telah diperoleh. Sementara ini, kami masih menunggu izin edarnya.

Jika tidak diproduksi secara massal, hasil penelitian hanya akan menjadi majalah dan buku. Bisri juga berharap Dirjen Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menjadi penghubung antara industri dan perguruan tinggi.

“Kompeten secara teknologi. Tetapi Hubungkan dan cocokkan lemah antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah,” ujarnya. —Rappler.com

Pengeluaran SGP hari Ini