• September 25, 2024

Menabrak karang atau menipu nakhoda?

SURABAYA, Indonesia – Mengenakan kemeja putih bergaris coklat dipadukan dengan jeans hitam dan sandal jepit, Asep Hartono memasuki ruang tunggu eksekutif di Terminal Gapura Surya, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Otoritas sebagai pribadi juragan sebuah kapal besar tidak terlihat sama sekali. Sikapnya lebih seperti terdakwa yang hendak memasuki ruang sidang. Apalagi, kedatangannya diapit oleh dua petugas Kesatuan Penjaga Pantai dan Laut (KPLP) berbadan tegap.

Asep adalah juragan kapal motor Wihan Sejahtera yang tenggelam di perairan Teluk Lamong pada Senin, 16 November. Rabu sore, 18 November, Asep tak akan diadili, namun akan diminta menceritakan kronologis tenggelamnya kapal yang ia tangani di hadapan kunjungan Komisi V DPR RI.

Di hadapan anggota Komisi V, Asep berbicara dengan lancar dan detail. Ia mengatakan, sebelum berangkat pagi itu, ia memeriksa seluruh dokumen dan menjalankan segala prosedur sebelum kapal berlayar. “Kondisi kapal saat itu sudah siap dan posisi kapal dalam kondisi baik stabil,” dia berkata.

Kemudian sekitar pukul 08.36 ia memerintahkan awak kapal menghubungi agen untuk meminta pilot kapal. Tujuannya untuk memandu kapal keluar dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. KM Wihan Sejahtera akhirnya mulai berlayar.

Namun sekitar 45 menit berlayar, mengitari perairan Teluk Lamong, Asep melihat ada kapal lain di depannya. Kapal tersebut berada tak jauh dari bangkai kapal Tanto Hari yang tenggelam pada 31 Januari 2014.

“Saya melihat kapal lain di depan. Sepertinya mereka beraktivitas di area bangkai kapal Tanto karena ada busa. “Saya curiga mungkin ada penyelaman,” ujarnya.

Teluk Lamong yang termasuk dalam Alur Pelayaran Surabaya Barat (APBS) memiliki lebar sekitar 150 meter dengan kedalaman sekitar 13 meter. Asep merasa arus terganggu dengan kehadiran kapal dan jalan yang sempit.

Dia kemudian berusaha menghubungi kapal percontohan melalui komunikasi radio. Asep berkali-kali menghubungi pilot kapal untuk memastikan keberadaan kapal di depannya, namun tidak mendapat tanggapan dari pilot kapal.

Di tengah kebingungannya, Asep akhirnya memutuskan untuk meninggalkan jalan sebenarnya. Asep khawatir jika melanjutkan jalur seperti biasa akan mengganggu kapal di depannya yang sedang beraktivitas.

Sayangnya keputusan Asep salah. Setelah meninggalkan jalur semestinya, ia mendengar dentuman keras sekitar pukul 09.45 yang kemudian disusul dua dentuman lainnya. Akibat ledakan tersebut, kapal miring ke kanan sekitar tiga derajat.

“Saat terbalik, saya perintahkan awak kapal berbelok ke kanan (istilah nakhoda untuk berbelok ke kanan), agar kapal kembali stabil. “Tetapi upaya ini tidak membantu,” katanya. Kapal miring ke kanan dan akhirnya tenggelam.

Asep menduga kapalnya menabrak benda asing tak dikenal di bawah permukaan air. Benda asing tersebut bisa berupa karang atau bangkai kapal. Tabrakan ini menyebabkan lambung kapal terbelah dan akhirnya tenggelam.

Ada banyak kemungkinan kapal tenggelam

Saut Gurning, pengamat kelautan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengatakan ada banyak kemungkinan penyebab kapal Wihan Sejahtera tenggelam. Fakta di lapangan sebenarnya masih ada 27 bangkai kapal yang belum diangkat dari perairan APBS, kata Gurning saat dihubungi Rappler.

Menurut dia, bangkai kapal tersebut dapat mengganggu jalur pelayaran karena menjadi sempit dan membahayakan kapal untuk berlayar. Dia mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menghilangkan seluruh bangkai kapal agar jalur pelayaran aman.

“Penerimaan negara bukan pajak dari sektor pelabuhan diambil oleh pusat. “Jadi wajar jika pusat mempunyai kewajiban untuk membersihkan bangkai kapal tersebut,” kata Gurning.

Tentu saja kemungkinan itu dibantah oleh Pelindo selaku pengelola APBS. “Kondisi APBS aman untuk keluar masuk kapal karena saluran sudah kita perdalam hingga minus 13 LWS (air mancur rendah) dan kami melebarkannya menjadi 150 meter sehingga kecil kemungkinan kapal Wihan Sejahtera menabrak bangkai kapal tersebut,” kata Eko Harijadi, General Manager PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak.

Menurut Gurning, terbenturnya benda asing di bawah permukaan air sebenarnya bisa dicegah jika sonar bawah air yang wajib dipasang di setiap kapal berfungsi dengan baik. Sonar ini akan memberikan peringatan kepada nakhoda jika ada benda asing di bawah air yang membahayakan kapal.

Lalu yang menjadi pertanyaan, jika sonarnya tidak berfungsi dengan baik, mengapa kapal Wihan Sejahtera bisa melaut?

“Dalam istilah saya, ada semacam diskresi (pengecualian) yang dilakukan oleh Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Syahbandar, jika menemukan kapal yang tidak laik laut,” ujarnya. BKI merupakan lembaga independen yang memantau kelaikan laut suatu kapal.

Gurning mengatakan, keleluasaan ini sengaja diberikan untuk menjamin ketersediaan kapal demi kelancaran arus barang dan penumpang. Sebab saat ini jumlah kapal di Indonesia dinilai masih belum mencukupi untuk menunjang kelancaran arus barang dan penumpang. Namun keleluasaan ini tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan penumpang.

Fakta yang paling terlihat dari pemberian keleluasaan ini terlihat dari proses evakuasi. Saat dievakuasi, penumpang hanya diberikan tali untuk turun dari kapal. Padahal, berdasarkan ketentuan Organisasi Kelautan Internasional (IMO), setiap kapal harus memilikinya perosotan evakuasi seperti pesawat terbang. Panjangnya disesuaikan dengan tinggi kapal yang bersangkutan.

“Sungguh mengerikan melihat proses evakuasi. Penumpang hanya diberi tali untuk keluar dari kapal. Bahkan ada yang terjun langsung ke laut, ujarnya.

Praktek penipuan?

Selain klaim tenggelamnya kapal karena menabrak benda asing, ada juga klaim yang menyebutkan penyebabnya adalah kapal itu sendiri. Asumsi ini didasarkan pada data dari Pengendalian lalu lintas kapal dan informasi dari petugas pramuka PT Pelindo III cabang Tanjung Perak. Kapal Wihan Sejahtera terbalik di depan Terminal Petikemas Surabaya (TPS).

Pelindo III menduga tenggelamnya KM Wihan hanya karena kapal miring sejak awal dan bukan karena menabrak kapal karam di dasar laut, kata Eko.

Andries Kalumata, kapten senior, mengatakan kapal bisa saja terbalik tak lama setelah pelayaran karena sistem keseimbangan kapal. (bola) yang sengaja dikosongkan oleh nakhoda kapal. Praktek semacam ini sebenarnya merupakan praktek penipuan yang dilakukan oleh nakhoda kapal untuk mengelabui mereka agar mendapatkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar, padahal kapal tersebut kelebihan muatan.

Andries menjelaskan, setiap kapal mempunyai apa yang disebut dengan garis konsep. Letaknya di bagian bawah lambung kapal. Garis konsep Secara sederhana dapat dikatakan bahwa itu adalah garis indikator beban maksimum yang diperbolehkan oleh kapal. Sebelum setiap kapal berangkat, otoritas pelabuhan akan memeriksa draft line.

“Misalnya garis konsep itu tenggelam (tentang konsep)biasanya Syahbandar akan meminta awak kapal untuk mengurangi muatannya, sampai ke garis konsep ternyata,” kata Andries.

Namun bagi nakhoda yang nakal, tentang konsep Hal ini dapat disiasati dengan mengalirkan air pada sistem penyeimbang kapal. Tujuannya agar kapal dapat melayang lebih tinggi, sehingga pada saat kapal dimuati kelebihan muatangaris konsep akan tetap terlihat.

Namun, mengosongkan air pada sistem keseimbangan kapal memiliki risiko cedera yang sangat tinggi. Kapal yang dihantam gelombang kecil sekalipun bisa langsung terguling karena tidak ada sistem keseimbangan. Biasanya, kata Andries, begitu mendapat SPB, sambil berlayar perlahan, nakhoda akan memerintahkan awak kapal untuk segera mengisi sistem keseimbangan kapal.

“Yang penting SPB-nya sudah keluar, sistem keseimbangan kapal perlu diisi ulang. Jangan terlambat. “Karena para kapten sebenarnya sadar bahwa sistem keseimbangan ini sangat vital,” kata Andries.

Praktik penipuan semacam ini sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi petugas Syahbandar. Pengalaman Andries sebagai kapten membuat banyak petugas yang sangat detail dalam melakukan pemeriksaan. Mereka tidak hanya melihat garis konsep kapal, tetapi bahkan sampai ke sistem keseimbangan kapal.

Andries menambahkan, dengan kemajuan teknologi saat ini, pekerjaan kapten sangat terbantu. “Seolah-olah kapal itu tidak berlayar di laut, melainkan di peta. “Semua kondisi di laut, seperti kapal karam atau karang, tergambar di peta,” ujarnya.

Tentu masih terlalu dini untuk mengetahui penyebab tenggelamnya kapal Wihan Sejahtera. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak yang berwenang melakukan investigasi tetap menjalankan tugasnya.

“Butuh waktu sekitar tiga hingga empat bulan bagi KNKT untuk mencapai kesimpulan,” kata Ketua Subkomite Penyelidikan Kecelakaan Kapal, Kapten Aldrin Dalimunte. —Rappler.com

BACA JUGA:

Angka Sdy