Menag berharap kerusuhan di depan gereja Santa Clara bisa diselesaikan secara hukum
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Polda Metro Jaya akan menggelar proses mediasi antara pihak-pihak yang bertikai untuk mencegah aksi protes terulang kembali.
JAKARTA, Indonesia – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap protes pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara yang berujung ricuh bisa diselesaikan secara hukum. Situasi memanas ketika pengunjuk rasa dari organisasi keagamaan mulai melemparkan batu dan botol ke arah petugas polisi.
Akibatnya, lima petugas polisi terluka karena dilempari batu. Petugas kemudian berusaha menenangkan massa yang menamakan diri Umat Islam Bekasi Silahturahmi dan Front Pembela Islam dengan menembakkan gas air mata.
“Sebagai negara hukum, hal ini harus diselesaikan secara hukum,” kata Lukman lewat pernyataan tertulis pada hari Jumat, 24 Maret.
Dia menjelaskan, yang dikhawatirkan massa adalah izin membangun gereja, kemudian tertuang dalam Peraturan Bersama Kementerian Nomor 9 dan 8 Tahun 2016 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Di dalamnya tertulis bahwa pendirian tempat ibadah harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan.
Selain itu, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi, yakni pertama daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna tempat ibadah yang berjumlah minimal 90 orang. Kemudian daftar nama tersebut harus mendapat persetujuan pejabat setempat sesuai tingkat batas wilayah. Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang yang harus mendapat persetujuan kepala desa atau lurah.
Terakhir, bagi yang hendak membangun rumah ibadah juga harus mendapat rekomendasi tertulis dari kantor kementerian agama kabupaten atau kota serta Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten atau kota.
Sedangkan Gereja Santa Clara sebenarnya sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak Juni 2015. Untuk mendapatkan IMB, mereka berjuang hampir 20 tahun. Bahkan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memberikan persetujuannya pada tahun yang sama.
Namun, setelah diprotes ribuan masyarakat pada tahun 2015, Pemkot Bekasi malah meminta agar pembangunan gereja di lahan seluas 6.500 meter persegi itu dihentikan. Belum lagi, massa menyebut izin yang dikeluarkan Pemkot tidak sah. Menurut Lukman, Pemkot Bekasi wajib memberikan penjelasan atas izin yang mereka keluarkan pada tahun 2015.
Faktanya, ada sekitar 9.000 orang yang terdaftar di gereja tersebut sebagai umat paroki biasa. Jadi, untuk saat ini mereka beribadah di toko di kompleks perumahan Taman Wisma Asri yang hanya mampu menampung sekitar 200 orang.
“Pemkot perlu menjelaskan hal ini, mudah-mudahan bisa segera teratasi,” ujarnya.
Jangan libatkan warga sekitar
Menurut orator yang melakukan aksi di depan gedung gereja, rencana pembangunan tersebut tidak melibatkan warga sekitar. Mereka juga menyebut, pembangunan gereja tersebut berpotensi menghapus sejarah Bekasi Utara sebagai kawasan santri.
“Bekasi adalah kota pelajar Islam. “Kami meminta agar pembangunan gereja ini dihentikan,” kata pembicara dalam aksi protes kemarin sore media.
Menurut Kapolres Bekasi Kota, Kompol Heru Hendrianto Bachtiar, mereka tidak akan menuruti tuntutan massa yang akan memasang garis polisi di Gereja Santa Clara. Ia mengatakan, polisi hanya akan memastikan aksi unjuk rasa tidak berakhir dengan bentrokan. Karena itu, dia mengimbau massa bisa kooperatif agar bentrokan dengan personel polisi tidak terulang kembali.
Gelar mediasi
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Argo Yuwono mengatakan akan ada proses mediasi untuk mencegah terulangnya aksi protes. Rencananya proses mediasi akan diikuti oleh Pemerintah Kota Bekasi, perwakilan massa aksi, dan perwakilan Gereja Santa Clara. Namun Argo belum menyebut proses mediasi tersebut akan terealisasi.
“Sebelumnya ada mediasi dan diskusi. Namun dengan adanya tindakan ini, nantinya akan dimediasi kembali. Nanti kita fasilitasi dan tunggu dari pemerintah daerah, kata Argo, Jumat, 24 Maret di Jakarta.
Argo pun sependapat dengan Menteri Agama Lukman yang menyebut pembangunan gereja tersebut tidak melanggar hukum. Karena mereka sudah mempunyai IMB. Namun proses pembangunan tersebut akhirnya terhenti setelah terjadi perlawanan yang besar. – Rappler.com