• May 10, 2025

Mengapa Malaysia bersikeras tidak mengizinkan pengacara bertemu Siti Aisyah?

JAKARTA, Indonesia – Pemerintah Malaysia bersikukuh tidak mengizinkan pengacara dari KBRI Kuala Lumpur mengakses Siti Aisyah, warga negara Indonesia yang diduga terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-Nam. Bahkan, lobi hingga tingkat Menteri Luar Negeri dilakukan saat pertemuan yang digelar pada 20 Februari di Boracay, Manila, Filipina.

Lalu apa alasan Malaysia terus menutup akses pengacara KBRI untuk bertemu perempuan kelahiran Serang itu? Duta Besar Pemerintah Malaysia untuk Indonesia, Zahrain Mohamed Hashim menjelaskan, keterlibatan Siti Aisyah dalam kematian Kim Jong-Nam masih diselidiki polisi negara tetangga tersebut. Oleh karena itu, polisi tidak bisa membiarkan tersangka bertemu dengan siapa pun, termasuk perwakilan kedutaan negara yang bersangkutan.

Berdasarkan pasal 28a KUHAP tertulis bahwa pada saat polisi melakukan penyidikan, tersangka tidak layak menerima tamu dari mana pun sampai kasusnya diselidiki dan diselesaikan, kata Zahrain saat memberikan keterangan pers. rilis memberi Kamis, 23 Februari di gedung Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.

Zahrain menyadari adanya kebutuhan dan tekanan dari pemerintah Indonesia untuk bisa berkomunikasi dengan Aisyah yang kini ditahan di Lapas Cyberjaya. Namun, mereka tetap menganggap tidak adil jika mencampuri proses penyidikan.

Kebijakan serupa, kata Zahrain, tidak hanya berlaku pada kasus-kasus yang banyak disorot masyarakat. Namun, standar serupa juga berlaku untuk semua kasus.

Duta Besar yang dilantik pada 2013 itu mengaku berupaya melobi pemerintah pusat sejalan dengan permintaan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Namun pihak kepolisian Malaysia bersikeras menggunakan aturan tersebut agar bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap Aisyah.

Saat ini, perempuan berusia 25 tahun itu sudah memasuki minggu kedua penahanan. Sesuai aturan yang berlaku di Negeri Jiran, dia hanya bisa ditahan paling lama 21 hari. Artinya, polisi harus bisa mengambil keputusan untuk melepaskan Aisyah atau membawanya ke pengadilan.

“Bagi saya yang terpenting keselamatan dan kesehatan Aisyah terjamin oleh pemerintah. Jadi, hal-hal lain seharusnya tidak menjadi masalah,” kata Zahrain.

Pria yang juga anggota DPR dari Partai UMNO ini menegaskan, Aisyah saat ini masih berstatus tersangka. Artinya, belum terbukti ia melakukan tindak pidana tertentu. Oleh karena itu, penyidik ​​kepolisian Malaysia terus mengumpulkan bukti-bukti.

“Sampai saat ini belum ada kesimpulan resmi. Di Malaysia, terdapat sistem dimana seseorang tetap dinyatakan tidak bersalah kecuali terbukti bersalah. Tapi, jika polisi menemukan cukup bukti untuk mengadili Siti Aisyah, maka dia akan didakwa,” kata Zahrain, seraya menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan apa pun.

Ia mengaku berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang menghormati kedaulatan Malaysia dengan memberikan waktu kepada penyidik ​​untuk mengusut kasus tersebut. Padahal, Polri, kata Zahrain, sudah menyatakan komitmennya untuk membantu. Termasuk menangkap pelaku kejahatan.

Audiensi publik

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan tidak bisa mengakses pemerintah Indonesia membuat mereka kesulitan memverifikasi kewarganegaraan Siti Aisyah. Sebab bisa saja orang lain membawa paspor Aisyah.

“Sampai saat ini yang kami tahu paspornya memang paspor Indonesia dan sudah dikonfirmasi oleh sistem imigrasi di Indonesia. Namun kami belum bisa memastikan apakah yang ditahan sama dengan foto di paspor, kata Arrmanatha dalam konferensi pers terpisah yang digelar di Kementerian Luar Negeri, Kamis pagi, 23 Februari. (BACA: Kemlu: Paspor WNI Diduga Bunuh WNI Asli Korea Utara)

Lebih parah lagi ketika polisi Malaysia berulang kali mengatakan dalam beberapa konferensi pers yang digelar di Kuala Lumpur bahwa Aisyah berasal dari Indonesia. Temuan fakta hukum yang seharusnya disampaikan kepada kuasa hukum KBRI malah disampaikan ke media.

Diakui Arrmanatha, jika pemerintah Malaysia menganut prinsip kepatuhan prosedur resmi, maka pihak pertama yang diberitahu atas temuan fakta hukum adalah pengacara. Ia khawatir opini publik akan digiring seolah-olah Aisyah dinyatakan bersalah.

“Kami khawatir siapa pun yang ditahan malah diadili oleh publik. Padahal, di negara mana pun, proses hukum selalu mengedepankan prinsip Anda tidak bersalah sampai terbukti bersalah,” kata Arrmanatha.

Pemerintah Indonesia mengklaim berhak bertemu dengan Aisyah secepatnya karena hal itu tertuang dalam Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik tahun 1961 atau 1963. Dalam perjanjian tersebut terdapat poin mengenai akses konsuler.

“Hal ini menjadikan kewajiban negara yang ditahan untuk memberikan informasi kepada negara yang warganya ditahan. Yang lebih uniknya lagi, terdapat kata-kata ‘tanpa penundaan’. Sedangkan Pasal 36 mengatur bahwa negara yang menahan harus memberikan akses konsuler bagi warga negara asing, kata diplomat yang bertugas di New York dan Jenewa itu.

Alasan lain mengapa pemerintah Indonesia terus mendorong akses bertemu Aisyah adalah untuk dapat memberikan bantuan hukum yang diperlukan.

Aisyah ditahan polisi Malaysia pada 16 Februari. Sedangkan pemerintah Indonesia baru diberitahu keesokan harinya melalui nota diplomatik.

Aisyah ditangkap sendirian di sebuah hotel di kawasan Ampang. Ia diduga terlibat dalam penyerangan terhadap Kim Jong-Nam di terminal keberangkatan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) 2 pada 13 Februari.

Dalam CCTV yang dipasang di KLIA 2, Aisyah terekam bersama wanita asal Vietnam, Doan Thi Huong, yang diduga menyerang Kim Jong-Nam. Tak lama setelah diserang kedua wanita tersebut, Kim Jong-Nam jatuh pingsan dan meninggal dunia.

Pemerintah Malaysia juga belum berani memastikan bahwa itu adalah kasus pembunuhan, karena masih dalam tahap penyelidikan. – Rappler.com

lagu togel