• November 27, 2024
Mengapa perempuan perlu melek politik

Mengapa perempuan perlu melek politik

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Dari 560 anggota DPR RI, hanya 17,3% yang merupakan perempuan

JAKARTA, Indonesia — Permasalahan perempuan merupakan permasalahan sosial. Presiden pertama Indonesia, Sukarno, pernah mengatakan bahwa perempuan ada di semua bidang kehidupan, termasuk politik.

Sayangnya, banyak perempuan di Indonesia yang tidak mau atau bahkan anti-politik. Berbagai alasan dilontarkan, mulai dari kurang paham soal politik hingga menganggap politik hanya urusan laki-laki. Pada akhirnya, politik dipandang sebagai dunia yang berada di tangan laki-laki.

“Banyak perempuan yang diperbudak politik laki-laki,” kata Nihayatul Wafiroh, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dalam diskusi di acara FemFest 2017 yang digelar pada 26-27 Agustus lalu. . di SMA PSKD 1 Mandiri, Jakarta Pusat.

Ia menambahkan, banyak perempuan yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR terjebak dalam urusan keuangan. Penyebabnya karena uang tersebut dipegang atau dikelola oleh pihak laki-laki. Meski ada banyak cara untuk mendapatkan suara.

Nihayatul mengatakan, keterlibatan perempuan dalam dunia politik sangat diperlukan. Terutama dalam urusan kebijakan negara mengenai hak-hak perempuan. Ada banyak undang-undang di Indonesia yang menurutnya masih melakukan diskriminasi berdasarkan gender – dan perempuan biasanya ditempatkan di urutan kedua.

Di kursi DPR sendiri, sudah ada kebijakan minimal 30 persen calon wakil perempuan di suatu partai adalah 30 persen. Namun, mereka hanya calon, bukan kursi tetap di DPR.

Menurut Nita Wakan dari lembaga swadaya masyarakat Political Women, dari 560 anggota DPR RI saat ini, hanya 17,3 persen yang merupakan perempuan. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah perempuan sebagai wakil rakyat masih minim.

Ia menambahkan, sulit mengajak perempuan dewasa terjun ke dunia politik.

“Untuk itu kami menyasar kaum milenial dan kami juga mencoba memperkenalkan politik melalui cara-cara milenial,” kata Nita.

Perempuan politik sendiri berusaha menjadi media bagi perempuan muda yang ingin terjun ke dunia politik agar bisa berpartisipasi di partai politik atau juga menjadi wakil rakyat. Selain itu, Political Women juga mempertemukan perempuan yang ingin terjun di dunia politik dengan perempuan yang sudah bekerja di bidang tersebut.

Mereka yang sudah lama berkecimpung di dunia politik bisa memberikan pemikiran dan pengalaman yang beragam. Masa emas seperti inilah yang perlu diyakinkan oleh remaja putri. Padahal budaya masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya menganggap perempuan di ranah politik sebagai hal yang lumrah, bahkan di perkotaan sekalipun.

Nihayatul angkat bicara soal banyaknya pertanyaan yang muncul saat perempuan masuk DPR.

“Jadi anggota dewan perempuan selalu dipertanyakan. (Seperti) Saya baru empat tahun bekerja dan sudah hamil dua kali, kapan saya akan bekerja?” ujarnya.

“Tetapi laki-laki jarang dipertanyakan. Padahal, kalau anggota dewan ditanyai, bisa. (Seperti) dimanakah tanda laki-laki sering memutar tongkat ini? “Saya tidak hamil, hanya membolos, bagaimana kalau saya hamil,” kata Nihayatul sambil tertawa.

Untuk itu keterlibatan perempuan dalam politik sangat diperlukan. Hal paling mendasar untuk mulai mengajak perempuan-perempuan ini adalah pendidikan politik itu sendiri. Memberikan penjelasan tentang apa sebenarnya politik dan apa yang harus dipersiapkan sebelum terjun. Faktanya, banyak perempuan Indonesia yang tidak memahami dasar-dasar politik dan juga menjadikan politik sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. —Rappler.com

situs judi bola