• November 22, 2024

Mengapa pria harus peduli dengan masalah wanita?

‘Kita bisa memulai protes jika ada lelucon seksis, pelecehan atau amukan kucing.’

JAKARTA, Indonesia — Kaum feminis membenci laki-laki. Itu hanya mitos. Memang seringkali perempuan menjadi korban dari perbuatan laki-laki sehingga menyebabkan perempuan dipandang membenci laki-laki.

Tapi, ini tidak sepenuhnya benar. Pengebirian peran laki-laki tidak hanya menjadi tujuan utama perempuan untuk mencapai kesetaraan gender.

Beberapa berpendapat bahwa konsep maskulinitas harus didekonstruksi demi kesetaraan. Mungkin saja, tetapi metodenya bukanlah memperkuat satu jenis kelamin dengan mengorbankan jenis kelamin lainnya.

Seorang pemuda bernama Irfan Prawiradinata menjadi perbincangan ruang media sosial ketika komentarnya di Women’s March Jakarta (WMJ) dinilai tidak sensitif dan keluar jalur.

Ia mengatakan, aksi protes ratusan perempuan di ibu kota itu sebelumnya baru saja “berpartisipasi” dalam kegiatan serupa di Amerika Serikat. Irfan juga menyebutkan bahwa “perempuan yang mengikuti aksi tersebut tidak terlihat seperti perempuan yang mendapat catcalling atau disiuli di jalan”.

(BACA: Patriarki yang Membutakan: Mengapa Indonesia Membutuhkan Women’s March)

Komentar seperti Irfan semakin memperkuat pandangan bahwa laki-laki adalah penyebab perjuangan perempuan untuk memenuhi haknya. Padahal, laki-laki memiliki peran penting dalam masalah agama, perempuan di Indonesia saat ini.

Pada Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret, Rappler bertanya kepada 2 pria; penerjemah Fajar Zakhri (25 tahun) dan jurnalis Rio Tuasikal (24), tentang peran laki-laki dalam isu perempuan. Berikut cuplikan obrolan kami:

Rappler: Bagaimana pendapat Anda tentang peran laki-laki dalam isu perempuan di Indonesia saat ini?

Rio: Saya melihat peran laki-laki di Indonesia semakin luas, meski jumlahnya belum masif. Kami dapat mencatat beberapa inisiatif di Indonesia, seperti New Male Alliance. Ini adalah indikator yang bagus.

Fajar: Saya melihat gerakan isu perempuan semakin berjalan beriringan dengan gerakan isu LGBTIQ, dimana kedua kelompok ini masih sering terpinggirkan dalam berbagai konteks seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya. Ada sinergi yang kuat antara kedua kelompok ini — atau setidaknya itulah yang saya rasakan dan alami.

Rappler: Menurut Anda mengapa ini penting?

Rio: Secara simbolis, laki-laki yang menyuarakan feminisme akan mematahkan stigma bahwa feminisme hanya untuk perempuan. Secara struktural, laki-laki mendapat manfaat dari patriarki, sehingga laki-laki memiliki banyak akses yang dibutuhkan agar wacana ini menjadi arus utama.

Fajar: Pada tingkat pribadi, bagi saya sendiri anehSaya selalu merasa bahwa masalah perempuan adalah milik saya juga, karena meskipun secara biologis saya bukan perempuan, banyak elemen yang secara tradisional digambarkan sebagai perempuan atau feminin juga menjadi bagian dari diri saya.

Secara umum, jika kita berbicara tentang persoalan perempuan, sebenarnya yang mendasari persoalan ini adalah ketidaksetaraan gender dan pelaku utamanya jelas laki-laki. Oleh karena itu keterlibatan laki-laki sangat penting dalam isu ini, karena pesan dan kesadaran yang ingin diciptakan akan lebih efektif jika dimunculkan oleh anggota kelompok yang bersangkutan.

(BACA: 5 Puisi Tentang Wanita Yang Wajib Kamu Dengar)

Rappler: Menurut Anda, isu perempuan apa yang saat ini penting untuk didiskusikan dalam skala nasional atau lokal?

Fajar: Isu yang sedang berkembang saat ini adalah kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan. Hal ini selalu menjadi polemik yang memecah belah masyarakat karena jelas bahwa normalisasi kekerasan seksual (dan juga psikologis) terhadap perempuan sudah mendarah daging di masyarakat.

Rio: Dalam skala nasional, penting bagi kita untuk berbicara tentang pekerja rumah tangga (PRT) dan menghapuskan kekerasan seksual. Pemerintah dan DPR harus segera mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (RUU), meratifikasi International Labour Organization (ILO) 189 dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Di tingkat lokal, penting untuk berhenti berbicara gangguan Dan panggilan kucing.

(BACA: Lawan pelecehan jalanan dengan Hollaback! Jakarta)

Rappler: Apa yang Anda lakukan untuk memastikan kesetaraan gender di lingkungan Anda?

Fajar: Membuka diskusi tentang topik seputar kesetaraan gender adalah awal yang baik. Semuanya dimulai dengan pikiran. Saya selalu memulai dari mentalitas bahwa semua gender adalah sama. Membuat argumen seringkali membuat frustrasi, tetapi terkadang pemahaman diperlukan.

Rio: Yang paling bisa saya lakukan adalah membagi pekerjaan tanpa stereotip gender dan memprotes lelucon seksis. Misalnya, untuk mengambil liter di kantor, saya juga mempersilakan wanita yang ingin melakukannya.

Urusan angkat galon bagi saya adalah soal kekuatan individu, bukan gender. Saya juga sudah dua kali menolak angkat liter karena diminta tolong hanya karena saya laki-laki. Saya juga pernah protes ketika rekan kerja wanita memegang payudara saya tanpa itu izin. Saya pikir kedua hal itu dapat diterapkan untuk semua orang hari ini juga.

Rappler: Apa harapan Anda untuk kesetaraan gender di Indonesia?

Fajar: Jika setiap orang bisa menyimpang dari mentalitas bahwa semua jenis kelamin itu sama, barulah akan terjadi perubahan.

Bergabung dengan komunitas, bertukar cerita dan pendapat, banyak membaca dan mencari tahu, serta berpikiran terbuka bagi saya adalah modal awal untuk mencapai tujuan kesetaraan gender.

Rio: Saya berharap semakin banyak orang yang terlibat dalam masalah ini. Caranya adalah dengan menaikkan kesadaran masyarakat sambil mendorong perubahan kebijakan. Hal ini dilakukan melalui berbagai kampanye maupun publikasi di media.

Sebagai pribadi, kita bisa mulai dengan mengeluh tentang lelucon seksis, gangguanatau panggilan kucing.

—Rappler.com

BACA JUGA:

lagu togel