Mengapa Suryadharma Ali terus menyalahkan Anggito Abimanyu?
- keren989
- 0
Baru pada masa Suryadharma Ali ada istilah ‘pendamping Amirul Haji’, padahal tidak diatur dalam undang-undang.
JAKARTA, Indonesia – Usai pembacaan putusan pada Senin, 11 Januari, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali langsung menghampiri meja pengacaranya, Humphrey Djemat. Dia berbisik sebentar, lalu duduk lagi.
Dia kemudian berkata: “Atas nama Tuhan, beri saya kesempatan untuk berpikir bersama kuasa hukum saya, langkah apa yang akan kami ambil.”
Menurut Suryadharma, apa yang disampaikannya, setelah mendengarkan baik-baik pertimbangan hakim, tidak mempertimbangkan fakta yang sedang dikerjakannya.
Suryadharma dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama pada tahun 2010-2011 dan 2012-2013. Ia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta serta uang pengganti Rp1,8 miliar.
Usai pertemuan, ia mengumpulkan media dan mengangkat buku berwarna hijau berjudul Penyelenggara Haji Dianiaya, Dipolitisasi, atau Islamofobia? yang dia tulis sendiri.
Ia kemudian menjelaskan poin-poin di dalamnya, terkait keputusannya, termasuk sisa kuota bebas nasional.
Jaksa Penuntut Umum Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menyatakan Suryadharma selaku Menteri Agama secara tidak adil memberikan sisa kuota nasional gratis kepada berbagai kalangan dan berujung pada kerugian keuangan negara.
Jaksa menanyakan sisa kuota nasional terkait mantan anak buah Suryadharma, Anggito Abimanyu, yang sebelumnya menjabat Dirjen Haji dan Umrah dalam sidang keterangan saksi. 26 Oktober 2015.
Anggito diminta memberikan sisa kuota nasional setelah diketahui alokasinya tidak sesuai. Dia membenarkannya.
Persoalan hibah ini muncul karena adanya surat izin mendampingi “Amirul Hajj” atau Menteri Agama dalam kegiatan haji.
Amirull Hajj dalam hal ini adalah wakil negara sebagai pemimpin haji pada saat menunaikan ibadah haji, dan seluruh menteri agama adalah Amirull Hajj.
Menurut sumber Rappler di Kementerian Agama, istilah “pendamping Amirul Haji” baru ada pada masa Suryadharma. Sebelumnya, belum pernah ada “pendamping” menteri agama yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggito mengungkapkan, dirinya dimintai izin agar istri Suryadharma bisa menjadi “pendamping Amirul Haji”.
“Saya mendapat usulan dari Sesmen (Sekretaris Kementerian, Saefuddin Syafi’i) melalui Direktur Pembangunan (Ahmad Kartono),” kata Kecemasan.
Diakui Anggito, awalnya diusulkan 11 nama sebagai pendamping, namun kemudian dipersempit menjadi 7 orang. Selain istrinya, ada asisten dan orang-orang dekat Suryadharma.
Usulan nama-nama tersebut kemudian disetujui pihak istana dengan menerbitkan surat persetujuan presiden. Surat Persetujuan Pemerintah yang dikeluarkan Sekretariat Negara No.943/Kemsetneg/Setmen/KTLN/KL.00/04/2012 tanggal 27 April 2012 kemudian diberikan kepada Wardatul Asriah, istri Suryadharma.
Tidak diatur dalam undang-undang
Soal “Sahabat Amirul Hajj” tidak pernah diatur dalam undang-undang.
“Tidak ada aturan Amirul Haji dalam undang-undang. Amirul Hajj berasal dari Arab Saudi. “Itu kewenangan menteri (menunjuk pendamping Amirul Hajj), kami tidak bisa menjawabnya,” kata Anggito saat itu.
Usai menetapkan kebijakan sisa kuota gratis nasional untuk “Sahabat Amirul Haji”, Suryadharma dan Anggito tak akur. Menurut sumber Rappler, Anggito mengindikasikan ada kesalahan pembagian kuota.
“Kuota (SDA) dulu banyak kepentingannya,” ujarnya.
Hubungan keduanya memburuk, apalagi setelah Anggito membenarkan penunjukan Suryadharma kepada orang-orang terdekatnya sebagai “pendamping Amirul Hajj”.
Suryadharma “membalas” dengan mengungkit peran Anggito sebagai Dirjen Haji dan Umrah serta rekannya, mantan Direktur Pelayanan Haji Ahmad Kartono. Nama-nama tersebut, menurut Suryadharma, lari dari tanggung jawab.
Terakhir, setelah putusan dibacakan Senin kemarin, Suryadharma tetap mengatakan bahwa direktorat di bawah Anggito saat itu juga harus bertanggung jawab atas berbagai pengurusan haji yang didakwakan, salah satunya korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.
Verifikasi administratif, verifikasi lapangan, negosiasi harga, penetapan harga, penandatanganan kontrak, melakukan pembayaran, itu tidak semuanya menteri, kata Suryadharma kepada wartawan usai membacakan putusan.
“Siapa, Tuan? “Direktur Jenderal Pembinaan Haji, apa maksudnya?” tanya reporter itu kembali.
“Iya,” kata Suryadharma sambil berjalan menuju pendukungnya di ruang sidang Tipikor malam itu. —Rappler.com
BACA JUGA: