Mengapa WNI kerap menjadi sasaran penculikan Abu Sayyaf?
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – 3 warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban penculikan kelompok bersenjata pada Sabtu malam, 9 Juli di perairan Lahad Datu, Malaysia. Sebuah kapal perahu cepat tiba-tiba menghampiri kapal pukat ikan tempat mereka bekerja saat sedang memancing sekitar pukul 23.30 waktu setempat. Di dalamnya ada 5 orang bersenjata yang langsung menaiki kapal.
Ketiga WNI tersebut diculik dan dibawa ke perairan Tawi-Tawi, Filipina Selatan. Dengan demikian, ini merupakan kejadian keempat yang terjadi dalam 7 bulan terakhir.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi semakin geram karena kejadian ini terulang kembali, apalagi saat ia sedang fokus mencari 7 awak kapal TB Charles yang diculik pada 20 Juni lalu oleh kelompok yang diyakini Abu Sayyaf. adalah, untuk membebaskan.
“Indonesia menegaskan kembali kejadian seperti ini tidak bisa ditoleransi. “Kami meminta pemerintah Filipina dan Malaysia melakukan segala upaya untuk melindungi wilayah mereka, baik di darat maupun di perairan,” kata Retno saat berbicara di kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin, 11 Juli. bertemu
Komunikasi intensif kembali dilakukan pemerintah Indonesia mulai dari tingkat Presiden, Menteri Luar Negeri hingga Menteri Pertahanan. Masing-masing dari mereka menjalin kontak dengan mitranya.
“Kami bergerak bersama dengan mitra kami masing-masing dengan satu tujuan untuk mengupayakan pembebasan para sandera. “Menteri Pertahanan akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina dan Malaysia di Kuala Lumpur pada hari Selasa,” kata mantan duta besar Indonesia untuk Belanda itu.
Retno menegaskan, pertemuan tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang konkrit, sehingga bisa diimplementasikan di lapangan. Retno merujuk pada patroli di wilayah maritim yang dilakukan militer tiga negara untuk mencegah terulangnya aksi perompakan serupa.
Kesepakatan mengenai patroli di wilayah maritim sebelumnya merupakan hasil pertemuan di Yogyakarta yang digelar pada 5 Mei lalu.
“Ada negosiasi dari tim Kementerian kami dan ada draft naskah yang bisa ditandatangani,” kata Retno.
Belum ada izin
Lalu apa yang menghambat proses patroli bersama hingga belum terealisasi? Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan Filipina tidak memberikan izin memasuki wilayah perairannya. Wilayah perairan tersebut bisa saja dimasuki apabila pelaku pembajakan melarikan diri ke wilayah Filipina.
“Iya, kalau tidak ada izin, bagaimana kita bisa masuk ke rumah orang begitu saja? Akan teriak maling?” tanyanya kepada media di lokasi yang sama.
Sejauh ini, Indonesia berpeluang mewujudkan patroli bersama di kawasan maritim secepatnya dengan melakukan perundingan dengan dua negara lainnya pada pertemuan besok. Gatot sama marahnya dengan Menteri Luar Negeri saat menyikapi isu penculikan tersebut.
Faktanya, jika Filipina tidak bersedia menandatangani perjanjian patroli bersama, hal ini dapat merugikan dirinya sendiri. Karena banyaknya kejadian pembajakan di perairan selatan Filipina, Indonesia menghentikan sementara pengiriman batu bara ke wilayah selatan Filipina.
“Ya, mari kita nyalakan lampu di Filipina. “Batubara 96 persen berasal dari kita (Indonesia),” kata Gatot saat memberikan komentar di Istana Negara.
(BACA: Indonesia melarang semua kapal berlayar ke Filipina selatan)
Selain melakukan patroli bersama di wilayah perairan, Gatot juga berharap ada aparat keamanan yang mengawal setiap kapal menuju Filipina selatan.
“Sebenarnya Filipina sudah memberi lampu hijau. Namun mereka tidak menyatakan bahwa kesepakatan mereka bersifat hitam-putih, ujarnya lagi.
Negara “sapi perah”.
Lalu apa penyebab WNI kembali diculik? Kuat dugaan bahwa para pelaku penyanderaan tersebut sengaja menyasar warga negara Indonesia. Sebab, sebelum diculik, pelaku meminta paspor awak kapal nelayan.
Dari 7 awak kapal, hanya 3 awak kapal yang menunjukkan paspor Indonesia. Empat awak kapal lainnya mengaku tidak membawa dokumen. Sedangkan 1 dari 4 awak kapal yang juga berasal dari Indonesia sengaja menyembunyikan paspornya.
Gatot dan Retno tak menampik, ada kemungkinan WNI kali ini menjadi sasaran penculikan kelompok Abu Sayyaf. Namun, baik Gatot maupun Retno menegaskan, proses pembebasan 14 WNI tersebut sebelumnya tidak melibatkan uang tebusan.
“Setahu saya tidak (melibatkan uang tebusan). TIDAK Tahukah Anda jika ini bersifat pribadi? Apalagi Presiden sudah menyatakan sejak awal tidak akan ada perundingan soal uang. “Saya sebagai Panglima TNI harus melaksanakannya,” ujarnya.
Gatot mengaku tak ingin Indonesia menjadi negara “sapi perah” bagi Abu Sayyaf. Karena tidak menutup kemungkinan kedepannya Abu Sayyaf akan langsung masuk ke wilayah Indonesia dan menculik WNI untuk kepentingan ekonomi.
Alasan lain di mata Gatot adalah karena Indonesia terlalu persuasif dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf.
“Kami tidak pernah melakukan operasi atau patroli di wilayah perbatasan dan mereka tahu ada celah. Kalau saja kita melakukan (patroli), mereka TIDAK akan berani,” katanya.
Atasi akar masalahnya
Ketua Departemen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara Tirta Mursitama menilai patroli bersama tidak hanya akan menyelesaikan masalah. Menurutnya, penting juga untuk mengikuti pendekatan sosial, agama, dan kesejahteraan.
“Kami melakukan pendekatan sosial, agama, dan kemasyarakatan untuk mencari akar permasalahan yang berkembang di masyarakat, termasuk masalah agama. Apakah isu penyebaran Islam menjadi isu di sini?” kata Tirta yang dihubungi Rappler melalui pesan singkat pada Minggu malam, 10 Juli.
Sedangkan pendekatan kesejahteraan dilakukan dengan mencari solusi akar permasalahan kehidupan sehari-hari agar dapat bertahan hidup. Misalnya saja dalam kaitannya dengan pekerjaan, sekolah, kesehatan dan masalah lainnya.
Hal ini, kata Tirta, tidak bisa dilakukan sendirian. Sebab, hal tersebut merupakan gabungan permasalahan dalam negeri pemerintah Filipina yang merambah ke permasalahan regional di kawasan Asia Tenggara.
“Di dalam negeri, harus ada kemauan politik untuk membangun wilayah selatan Filipina dan ini harus diwujudkan oleh presiden baru. Sementara itu, ASEAN secara regional harus berupaya bersama-sama mengembangkan kawasan perbatasan, sehingga keamanan atau kesejahteraan menjadi tanggung jawab bersama, ”ujarnya.
Lantas bagaimana kelanjutan drama penyanderaan kali ini? – Rappler.com
BACA JUGA: