Mengenal Orang-Orang Penentu Nasib Ahok di Pilkada DKI 2017
- keren989
- 0
Kelima orang inilah yang akan menentukan apakah Ahok masih bisa ikut pilkada atau tetap mendekam di penjara.
JAKARTA, Indonesia — Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama akan menjalani sidang pertamanya pada Selasa, 13 Desember 2016. Lima hakim akan menangani kasus dugaan penodaan agama terhadapnya.
Berikut nama dan tindakan majelis hakim yang keputusannya juga akan menentukan nasib Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017.
1. Ketua Hakim Dwiarso Budi Santiarto
Pria ini juga menjabat Ketua Pengadilan Jakarta Utara sejak Juni 2016. Hal ini pula yang membuatnya ditunjuk sebagai ketua majelis hakim sepanjang persidangan ini.
Sebelum bertugas di Ibu Kota, Dwiarso mengepalai Pengadilan Negeri Semarang sejak 2014. Ia juga pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Depok dan bertugas di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Di antara kasus terkenal yang ditangani Dwiarso adalah kasus Asmadinata, mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang yang menerima suap. Ia juga pernah menangani kasus korupsi mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani.
Selain korupsi, Dwiarso juga menangani kasus sengketa tanah seluas 237 hektare di Balai Rekreasi dan Promosi Jawa Tengah, di mana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi tergugat.
Dalam perselisihan tersebut, Dwi memutuskan Gubernur Ganjar Pranowo dan Pemprov Jateng kalah dalam perselisihan tersebut. Kelanjutan kasus ini juga sejalan dengan putusan Dwi yang menolak permohonan kasasi.
2.I Wayan Wirjana
Ia merupakan hakim non-Muslim yang menangani kasus Ahok. Sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tabanan dan menjadi hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan.
Pada tahun 2014, Wayan mendakwa kasus-kasus yang melibatkan pemilu. Saat itu, seorang pegawai negeri sipil (PNS) bernama Chairil Anwar terlibat politik praktis dalam kampanye Partai Keadilan Sejahtera di Balikpapan.
Atas perbuatannya tersebut, Wayan memvonisnya 2 bulan penjara dengan masa percobaan 4 bulan dan denda Rp3 juta sesuai tuntutan jaksa.
Namun namanya bukan berasal dari kasus tersebut, melainkan dari kasus narkoba dan teroris yang ditanganinya.
Dia menghukum Gunawan Djuraejo alias Gugun yang terkait dengan kelompok Santoso alias Abu Wardah. Pada tahun 2012, Gugun puluhan kali bersembunyi dan membawa anggota teroris ke tempat persembunyiannya di Gunung Biru, Poso. Atas perbuatannya, Gugun divonis 3 tahun penjara.
Sementara Wayan menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa Emeka Samuel, Lubianti Hasim, Afif Juanedi dan Rosita Said pada 26 April 2016 atas kasus narkoba.
3. Joseph V. Rahantoknam
Yusuf yang beragama Katolik ikut serta dalam persidangan kasus Ahok. Mungkin ini kedua kalinya dia mengadili tokoh masyarakat yang dikenal luas.
Saat bertugas di Pengadilan Negeri Jayapura, ia harus berurusan dengan kasus tuduhan makar terhadap aktivis Gerakan Papua Theys Eluay pada April 2001.
Ratusan pendukung Theys yang datang memberikan dukungan pada panggung itu mungkin bisa menjadi gambaran bagi hakim asal Maluku ini tentang situasi persidangan Ahok besok.
Beragam kasus telah ditangani Joseph sepanjang kariernya, mulai dari perceraian hingga narkotika. Ia baru ditugaskan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sejak 2015.
4. Jupriyadi
Namanya mungkin lebih banyak dikaitkan dengan kasus korupsi. Kariernya kerap tersandung kerikil di berbagai tempat.
Saat bertugas di Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, Jupriyadi membebaskan 6 terdakwa kasus korupsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan penjualan tanah pemerintah di Batanghari, Jambi.
Lebih lanjut, ia menangguhkan keraguan integritasnya dengan putusan mantan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi dan mantan Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta yang terlibat kasus serupa.
5. Abdul Rosyad
Jika Wayan menangani urusan pilkada, Abdul menangani organisasi masyarakat (ormas) saat menanganinya.
Hal ini terjadi pada November 2013, saat Abdul menjabat sebagai ketua majelis hakim kasus Ayung. Pria ini membakar rumah hingga menyebabkan istri dan mertuanya meninggal dunia serta mengalami luka permanen.
Organisasi Islam setempat mengecam tindakan Ayung, karena ia non-Muslim sedangkan istri dan korbannya beragama Islam. Massa menilai tawuran yang berujung pembakaran itu disebabkan oleh perbedaan keyakinan.
Bahkan, tudingan terhadap Ayung tersebar melalui media sosial bahwa ia berpura-pura menjadi Muslim hanya untuk menikah. Setelah itu ia kembali ke agama aslinya dan mengajak istrinya pindah.
Abdul tak begitu saja mengikuti tekanan ormas Islam yang menuntut hukuman dengan pasal berlapis, termasuk pidana penodaan agama. Ia hanya menjerat Ayung dengan pasal 187 KUHP ayat 3 dengan hukuman seumur hidup.
Humas PN Jakarta Utara Hasoloan Sianturi mengatakan: tidak ada masalah untuk menilai dalam persidangan Ahok. Bersih, tidak ada yang dilaporkan atau diproses di KY (Komisi Yudisial), kata Hasoloan.
Sedangkan Jaksa Negara (JPU) sendiri berjumlah 13 orang yakni Ali Mukartono (Ketua); Reky Sonny Eddy Lumentut; Lila Agustina; Bambang Surya Irawan; J Devi Sudarsono.
Kemudian Sapto Subrata; Bambang Sindhu Pramana; Ardito Muwardi; Deddy Sunanda; Suwanda; Andri Wiranofa; Diky Oktavia dan Fedrik Adhar.—Rappler.com