• November 28, 2024

Mengungkap Jalur Perdagangan Perempuan dari Indonesia Timur

Jakarta, Indonesia – Dengan uang saku Rp 600 ribu per bulan sebagai pengasuh bayi di Bajawa, Flores, YD tidak mendapat tekanan untuk mendapatkan “pekerjaan” baru. Dia berusia 17 tahun dan tidak memiliki tanggungan.

Namun iming-iming gaji Rp1,2 juta per bulan dan tumpangan pesawat gratis ke Jakarta, serta panggilan telepon persuasif dari pria paruh baya bernama Oskar, membuat YD nekat meninggalkan rumahnya di Kampung Toda, Kabupaten Ngada, Timur. untuk pergi Nusa Tenggara, dan berangkat ke Jakarta pada awal tahun 2016.

Dua bulan bekerja, YD kabur dari rumah majikannya di Teluk Gong, Jakarta Utara, sekitar pukul 03.00 awal April. Ia kabur bersama rekan kerjanya Erika Jadu (35 tahun) asal Kampung Bui, Desa Kajumangi, Manggarai Timur, Flores.

“Oskar bercerita kepada saya bahwa tugasnya hanya menyapu rumah, mengepel lantai, dan mengepel jendela. “Sepertinya setiap hari saya harus mengangkat ratusan liter air dan karung beras,” ujarnya YDyang kini ingin kembali ke rumahnya di Kabupaten Ngada.

“Kami tidak mampu bekerja dari pukul 05.00 hingga 23.00,” kata Erika di rumah temannya di Ciracas, Jakarta Timur.

Sama dengan YDEri, begitu ibu 4 anak disapa, diceritakan pekerjaannya di Jakarta hanya menyapu rumah, menyapu lantai, dan mengepel jendela.

“Sebenarnya kami harus bangun pukul 04.30 dan mulai bekerja pukul 05.00, mengepel lantai asrama berlantai lima, membersihkan kamar mandi, dan mengelap jendela asrama,” aku Eri. yang mulai bekerja di Teluk Gong pada 20 Desember 2015.

“Mulai pukul 06.00 kami harus mulai membantu di toko majikan hingga pukul 11 ​​malam, melayani pelanggan dan mengambil ratusan liter air dan karung beras setiap hari.”

Erin dan YD tidak pernah memberitahukan nama daerah tempat mereka bekerja. Setiap kali mereka berbicara dengan orang lain di luar toko, bos dan anak-anaknya membuat mereka takut: “Hati-hati, polisi akan menangkap Anda.”

“Rekan kerja saya sebelumnya, Regin van Ngada, dipulangkan ke Gopama hanya karena tertawa terbahak-bahak dan sering ngobrol dengan tukang becak di depan toko,” kata Eri yang mengaku mengetahui nama tempat mereka bekerja. di Teluk Gong dari tukang becak.

“Mereka (pengemudi becak) meminta kami untuk mengingat bahwa kami bekerja di Teluk Gong, Jakarta Utara,” kata perempuan lulusan sekolah dasar ini.

Erin dan YD direkrut dan didistribusikan oleh PT Gopama Tunas Bermuda. Eri mulai bekerja dengan Regin pada 20 Desember 2015. Hana yang menurut hukum tergolong anak-anak, bekerja selama dua bulan sebelum melarikan diri.

Dalam seragam yang Eri dan YD telah diterima, alamat kantor Gopama Tunas Bermuda tercantum di Jalan Jatiluhur Raya, Jakasampurna, Bekasi, Jawa Barat, lengkap dengan nomor telepon dan alamat email.

Berkali-kali Rappler menghubungi dua nomor yang tertera di kaus itu. Keduanya aktif (ada nada sambung), namun tak kunjung diangkat. Pesan teks dan email yang tidak dijawab mencerminkan alias dikembalikan karena alamat tidak diketahui.

Rappler menelusuri alamat Gopama ke Kementerian Ketenagakerjaan dan Gopama memang terdaftar di Kementerian Ketenagakerjaan artinya resmi, namun alamatnya di Perumahan Pondok Mitra Lestari, Jakasetia, Bekasi, bukan di Jalan Jatiluhur Raya, Jakasampurna, seperti yang dicetak di kaos Gopama.

“Betul, itu kantor Gopama Tunas Bermuda, tapi entahlah, saya hanya satu orang pesuruh kantor di sini,” kata seseorang yang mengaku Arif ketika Rappler meminta konfirmasi bahwa benar Gopama yang menyalurkan Eri saat itu. YD ke toko New Age di Teluk Gong.

Menurut Arif, Gopama belum pernah aktif sejak didirikan pada 2012. Namun data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan Gopama masih aktif. “Mungkin ada orang lain yang menggunakan nama Gopama Tunas Bermuda,” kata Arif.

Arif mengaku tidak mengetahui nomor ponsel Agus Prayitno, penanggung jawab Gopama Kementerian, namun menanyakan identitas lengkap Eri dan YD.

Sedangkan pria bernama Papin, orang yang mengutus Eri dan YD dari Bajawa hingga Jakarta, mengaku merekrut dan menyalurkan Eri dan Hana lima bulan lalu.

“Tetapi mereka lari dari tuannya dan sesuai kesepakatan mereka harus menanggung risikonya. Jika Anda ingin merawatnya, silakan lakukan. Mereka sekarang harus bertanggung jawab sendiri,” kata Papin melalui telepon, Jumat, 22 April.

Papin menolak memberikan nomor telepon Julius, orang tersebut bernama Eri dan YD sebagai bos Gopama di Bekasi. Dia juga tidak mau menanggapi pengakuan Eri YD Julius menyita baik KTP maupun ponsel mereka setelah sampai di shelter di Bekasi.

Jalur Diam Perdagangan Perempuan di Flores

Menurut Suster Maria Yosephina, aktivis pemberdayaan perempuan di Keuskupan Ruteng, jumlah perempuan Flores yang direkrut dan dibawa ke Jawa, Sumatera, bahkan Malaysia terus meningkat sejak tahun 2007.

“Perusahaan buruh mengeksploitasi kemiskinan masyarakat Flores untuk merekrut perempuan sebagai buruh murah di Jawa, Kalimantan, Sumatera bahkan Malaysia,” kata seorang biarawati Katolik yang kerap membantu perempuan korban perdagangan manusia di Manggarai Raya.

Undang-undang no. UU 21 Tahun 2007 mendefinisikan perdagangan manusia sebagai perbuatan merekrut, mengangkut, menyembunyikan, mengirim, memindahkan atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pengekangan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, kewajiban atau pemberian pembayaran atau manfaat, untuk memperoleh persetujuan dari orang yang mempunyai kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi atau mengeksploitasi orang tersebut.

“Saat kami mendapat informasi bahwa perempuan Flores akan dikirim ke Jawa, kami lapor ke polisi di Labuan Bajo untuk memeriksa dan merekalah yang menggagalkan pengiriman tersebut,” kata Suster Yosephina.

Rute pekerja murah dari Flores relatif sederhana. Baik Eri maupun YD bernama Papin di Lekosoro, Bajawa sebagai orang yang mengirim mereka ke Jakarta. Dari Lekosoro, Papin membawa mereka ke Labuan Bajo, Manggarai Barat, untuk dititipkan kepada Tian.

“Saat kami masuk Kota Labuan Bajo, kami (pekerja perempuan) disuruh duduk berserakan di dalam mobil. Katanya jangan dilihat dari luar. Kami juga diminta mematikan telepon genggam dan dilarang menghubungi keluarga di Labuan Bajo,” ujarnya YDseorang lulusan sekolah menengah pertama.

“Kalau polisi bertanya, beritahu mereka Anda datang ke sini (Labuan Bajo) untuk jalan-jalan dan berbelanja,” ujarnya YD Meniru instruksi Papin.

Tian membawa calon pembantu ini ke Kota Bima di provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam kasus grup YD Pada awal tahun 2016, Tian membawa mereka naik feri pukul 20.00 di Labuan Bajo untuk berangkat pukul 03.00 keesokan harinya ke Sape, satu setengah jam dengan bus di sebelah timur Kota Bima.

“Sejak dia datang dari Labuan Bajo, Tian sudah bilang akan membiarkan kami pergi ke Bima. “Dan benar saja, setelah makan siang di Bima, Tian pamit untuk kembali ke Labuan Bajo dan kami melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Mataram,” kata YD.

Di Mataram, rombongan Gopama diundang oleh seorang pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Kordi. “Pak Kordi baik. Dia mengantar kami ke rumahnya dan memberi kami makan sebelum mengantar kami ke bandara untuk terbang ke Jakarta,” kata Eri.

Tunggu sampai majikan menjemput

Suasana di shelter Gopama Bekasi, menurut Eri dan YD, selalu sibuk. Ada warga yang baru datang dari daerah, ada juga yang baru pulang dari majikannya, entah karena kontraknya habis dan tidak diperpanjang, atau karena dipulangkan oleh majikannya.

Kegiatan mereka juga berbeda: pelatihan memasak dan bersih-bersih rumah. Ada pula yang hanya menunggu dijemput majikannya.

“Setiap ada majikan yang datang, kami disuruh ke lantai dua. Pelayan terpilih pun segera disuruh mengambil pakaiannya dan pergi. “Tidak ada kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal atau memberi tahu teman-teman,” katanya YD.

“Saya ingat seorang teman seperjalanan dari Flores. Dia memelukku sambil berbisik, ‘Aku pergi sekarang’. Namun ketika saya bertanya ‘di mana’ dia menjawab ‘tidak tahu’ sambil menitikkan air mata. “Sampai saat ini saya belum tahu dia bekerja di mana,” ujarnya YD.

Eri dibawa langsung ke toko New Age di Teluk Gong oleh Julius dan Agus pada 20 Desember 2015. “Tiba-tiba saya diminta mengambilkan pakaian. Di mobil baru saya tahu Regin akan bekerja dengan saya. “Saya tidak sempat berpamitan dengan teman-teman Flores,” kata Eri.

Eri untuk sementara dijanjikan gaji sebesar Rp1,2 juta per bulan oleh majikannya YD Rp 1,1 juta. Namun kenyataannya, gaji mereka tidak hanya jauh di bawah upah minimum Provinsi DKI Jakarta tahun 2016 sebesar Rp 3,1 juta per bulan, tetapi juga tidak pernah dibayarkan oleh pemberi kerja.

“Saya diberitahu oleh majikan saya bahwa gaji saya akan dibayarkan sekaligus pada akhir tahun kedua. “Aku terima saja, mau bagaimana lagi,” kata Eri.

Sejak Papin kabur dari majikannya di Teluk Gong, Papin beberapa kali menelepon Eri dan membujuknya untuk kembali ke Gopama. Namun setiap kali Eri menjawab, “Saya tidak tahu di mana saya sekarang.” –Rappler.com

Togel Hongkong Hari Ini