Menikmati kopi di beranda Mekkah
- keren989
- 0
Kedai kopi di Banda Aceh selalu ramai sehabis salat tarawih
BANDA ACEH, Indonesia — Pukul 21.30 WIB Fadhil keluar dari masjid, Selasa malam, 30 Mei 2017. “Saya baru melaksanakan tarawih (rakaat) delapan kali,” kata warga Ulee Kareng Banda Aceh ini.
Namun, alih-alih langsung pulang, Fadhil malah pergi ke kedai kopi. Saat itu, pelayan warung baru saja membukakan pintu untuk menjamu pelanggan. “Kopi selalu nikmat di malam Ramadhan,” kata Fadhil sambil duduk.
Seperti warga Aceh lainnya, Fadhil tidak pernah menyeduh kopi sendiri di rumah. Ia selalu menikmati kopi di kedai sambil berkumpul bersama rekan-rekannya.
Itu sebabnya kedai-kedai kopi yang tersebar di sudut kota selalu dipenuhi pengunjung usai salat tarawih. Pasalnya, mereka tidak bisa minum kopi sepanjang sore karena sedang berpuasa.
Sedangkan menurut Fadhil, minum kopi saat sahur kurang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu, kesempatan mereka menikmati kopi di bulan Ramadhan praktis hanya satu kali dalam sehari, yakni usai salat tarawih.
Di Warung Kopi Solong Premium di kawasan Beurawe misalnya, sebagian besar pengunjungnya adalah jamaah haji yang baru selesai tarawih. Mereka masih mengenakan peci dan sarung.
Robusta atau Arabika?
“Satu kopi, cuma lemah,” kata Fadhil memesan. Di dapur, pelayan booth bernama Edo memegang saringan kopi tinggi-tinggi dan mengeluarkan aroma khas Robusta. “Inilah teknik penyajian kopi Aceh,” kata Edo.
Kedai tersebut menyediakan dua jenis kopi yaitu Robusta dan Arabika. Jika Robusta diolah secara tradisional, Arabika diolah dengan mesin kopi. Selain kopi, ada juga makanan seperti Mie Aceh dan martabak telur serta aneka kue khas Aceh.
Seorang pengunjung bernama Agam memilih kopi Sanger Arabika. Sanger merupakan minuman favorit di Aceh. Terbuat dari kopi hitam dengan sedikit susu. Namun rasanya masih didominasi kopi, sangat berbeda dengan kopi susu biasa.
Di kedai tersebut, sambil menikmati kopi panas, para pengunjung berdiskusi berbagai topik, mulai dari isu terkini tentang Rizieq Shihab hingga ajakan memancing saat subuh.
Bukan produsen kopi
Provinsi Aceh dikenal sebagai negeri seribu kedai kopi. Lewat saja jalan protokol seperti Jalan P Nyak Makam, Simpang Surabaya, Keutapang, Jeulingke, Batoh, Darusssalam dan juga Ulee Kareng, kedai kopi berdiri di sepanjang jalan.
Namun, saat Ramadhan warung-warung ini hanya ‘hidup’ pada malam hari hingga menjelang subuh. Usai sahur hingga menjelang berbuka, warung-warung itupun sepi.
Uniknya, meski Banda Aceh penuh dengan kedai kopi, kota ini bukanlah penghasil kopi. Mereka bahkan tidak mempunyai perkebunan kopi.
“Tetapi daerah ini mempunyai ahli kopi terbesar di Aceh. “Hal inilah yang menyebabkan banyak lahirnya kedai kopi,” kata Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal beberapa waktu lalu.
Bahkan beberapa kedai kopi di Banda Aceh telah berubah menjadi toko yang lebih modern dengan menyediakan akses internet wifi kepada pengunjungnya. Rata-rata pelajar akan senang duduk di warung yang menyediakan fasilitas tersebut.
Menurut Illiza, hubungan Banda Aceh dengan daerah penghasil kopi seperti Aceh Tengah dan Bener Meriah masih terjalin baik. “Kopi telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian Banda Aceh karena warung-warung di sini berkembang dengan baik,” ujarnya.
Kopi Aceh jenis Arabika berasal dari dataran tinggi Gayo yang meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Sedangkan jenis Robusta berasal dari wilayah Aceh Jaya, Pidie dan Aceh Utara serta daerah dataran rendah lainnya.
Aroma kopi, celoteh pengunjung warung, hingga lantunan ayat suci dari masjid menjadi daya tarik tersendiri selama Ramadan di Banda Aceh. Apakah Anda ingin mencobanya? Silakan rasakan sensasi Ramadhan di serambi Mekkah. —Rappler.com