Menjadi seorang biarawan
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Apa yang membuat seseorang menjadi biksu dan bagaimana gaya hidupnya?
MAGELANG, Indonesia — Menjadi biksu adalah sebuah pilihan. Dalam ajaran Buddha, seorang bhikkhu harus mampu mengendalikan dirinya sesuai dengan patimokkha (aturan biksu), sempurna dalam tingkah laku, perbuatan dan ucapan.
Tugas utama seorang bhikkhu adalah menghilangkan lima rintangan (panca nivarana) dari dirinya. Kelima kendala tersebut adalah:
- Keinginan duniawi dia
- Niat jahat
- Kemalasan dan kelambanan
- Kecemasan dan kekhawatiran
- Keraguan
Ketika rintangan-rintangan tersebut teratasi, maka muncullah secercah kebahagiaan dalam diri seorang bhikkhu, yang merupakan tujuan utama ajaran Buddha.
Lalu apa yang membuat seseorang memilih menjadi biksu? Rappler berbincang dengan seorang biksu, Bhante Ati, saat perayaan Hari Waisak di sekitar Candi Borobudur pada pertengahan Mei lalu.
Bhante Ati menceritakan awalnya ia mengalami kebosanan dalam hidup. Kebosanan inilah yang membuat orang mencari pelarian berupa hiburan atau apapun yang menyenangkan lahiriah namun tidak menyenangkan batin.
“Inilah artinya merasa ada sesuatu yang hilang. “Sesuatu yang harus dicari,” kata Bhante Ati.
Dari situlah ia mulai mempelajari ajaran Buddha dan semakin asyik mencarinya. Dari keinginan awalnya untuk mencari tahu, ia berlatih hingga belajar lebih dalam dan akhirnya menjadi biksu.
Dalam praktiknya, menjadi seorang bhikkhu berarti melepaskan kesenangan duniawi. Oleh karena itu, kehidupannya teratur dari matahari terbit hingga terbenam.
“Kehidupan seorang biksu harus teratur, dalam artian suatu hari nanti sejak kita bangun tidur, kita harus mempunyai kesadaran yang harus kita tahan hingga kita tertidur di malam hari,” kata Bhante Anti.
Misalnya, sebelum jam 06.00 dia harus membaca lantunan, bacaan untuk mendapatkan perlindungan penuh. Kemudian dilanjutkan dengan meditasi dan sedekah.
“Sedekah adalah mengumpulkan makanan dari lingkungan vihara atau tempat-tempat yang dapat digunakan untuk sedekah,” kata Bhante Ati.
Setelah itu, para bhikkhu makan dari hasil dana makanan tersebut.
Sore menjelang malam, mereka membersihkan vihara atau sekitarnya, dilanjutkan dengan nyanyian malam dan meditasi.
Saat ditanya ajaran Buddha apa yang bisa diterapkan di masyarakat, Bhante Ati menjawab kita harus berdamai dulu dengan diri sendiri.
“Sebelum adanya masyarakat, tujuan agama Buddha adalah Nibbana atau kebahagiaan tertinggi. Bagaimana kita bisa membahagiakan orang luar kalau diri kita sendiri tidak bahagia?” dia berkata.
Menurutnya, salah satu cara untuk melepaskan diri dari keserakahan, keinginan yang terlalu besar, adalah dengan terus memikirkannya. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita tidak bahagia.
Dengan begitu, makan akan menciptakan kedamaian dalam diri kita yang kemudian bisa menular kepada orang-orang terdekat kita. —Rappler.com
BACA JUGA: