Menristek M. Nasir menyikapi kontroversi pelarangan kaum LGBT masuk kampus
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Menurut Menristek Nasir, yang dilarang adalah kaum LGBT yang bercinta dan bercinta di kampus
JAKARTA, Indonesia — Pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek) M. Nasir tentang larangan kaum lesbian, gay, transgender, dan biseksual (LGBT) masuk kampus mendapat tentangan dari berbagai pihak.
Nasir sebelumnya menanggapi pemberitaan tentang gerakan Support Group and Resource Center for Sexuality Studies (SGRC) di kampus Universitas Indonesia yang memberikan konseling bagi kelompok LGBT.
“Waktunya kampus untuk itu? Ada standar nilai dan standar moral yang harus dijaga. “Kampus adalah penjaga akhlak,” kata Nasir, Sabtu 23 Januari.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Irine Roba menyayangkan pernyataan Nasir.
Menurutnya, apa yang disampaikan Nasir bertentangan dengan semangat anti diskriminasi yang menjadi landasan pemikiran para pendiri negara.
“Sebagai menteri, hendaknya ia mempertimbangkan aspek penguatan kampus sebagai landasan menjaga nilai-nilai anti diskriminasi, bukan justru menghambat aktivitas kelompok yang mengadvokasi isu gender,” kata Irine dalam rilis yang Rappler, Senin, 25 Januari , diterima.
Hal tersebut, kata anggota Komisi I DPR RI ini, bertentangan dengan salah satu hak warga negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa:
““Setiap orang berhak mengembangkan diri dengan memenuhi kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, guna meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan umat manusia.”
Pasal 31 ayat 1 juga menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan.“
“’Putusan’ Menteri tentang baik buruk atau benar atau salah terkait keberagaman yang ada tidak boleh menghilangkan hak konstitusional kelompok tersebut,” ujarnya.
‘Harus dipahami secara objektif’
Menanggapi reaksi masyarakat di akun Twitter pribadinya, Senin, Nasir memberikan pendapatnya.
Selamat pagi, baru-baru ini saya mendapat laporan bahwa media banyak memberitakan pernyataan saya yang melarang kaum LGBT masuk kampus.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
Ia meminta agar pernyataannya tentang larangan kaum LGBT masuk kampus dipahami secara objektif.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengaku larangan yang diusungnya lebih bersifat tindakan, bukan pemikiran dan diskusi.
3. Memang benar, sebagai bagian dari warga negara Indonesia, kelompok LGBT seharusnya mendapat perlakuan yang sama di mata hukum.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
4. Namun hal ini tidak berarti bahwa negara melegitimasi status LGBT.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
5. Hanya haknya sebagai warga negara yang harus dijamin oleh negara.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
6. Larangan saya terhadap kaum LGBT masuk kampus harus dipahami secara obyektif.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
7. Bukan berarti saya melarang segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan LGBT.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
8. Kampus terbuka lebar untuk segala kajian, pendidikan, yang bertujuan untuk membangun kerangka keilmuan.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
8. Kampus terbuka lebar untuk segala kajian, pendidikan, yang bertujuan untuk membangun kerangka keilmuan.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
Lebih lanjut, Nasir juga menyampaikan bahwa menjadi LGBT merupakan pilihan individu, namun meminta perguruan tinggi terus memberikan pendampingan dalam menjaga lingkungan akademik yang kondusif.
10. Melarang kaum LGBT masuk kampus jika melakukan tindakan kurang terpuji seperti bercinta, atau menunjukkan kemesraan di kampus.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
12. Mau jadi lesbian atau gay adalah hak setiap individu. Sepanjang tidak mengganggu kemajuan akademik.
— Mohamad Nasir (@menristekdikti) 24 Januari 2016
Bagaimana menurutmu?
BACA JUGA: