• October 2, 2024
Menteri Siti mengeluarkan kajian moratorium hutan

Menteri Siti mengeluarkan kajian moratorium hutan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Ini merupakan revisi kesembilan, dan menunjukkan penambahan luas hutan. Badan Restorasi Ekosistem Rumput hampir mencapai tahap akhir

Jakarta, Indonesia – Pidato Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada forum pemimpin COP 21, di Paris, yang menjanjikan pengelolaan hutan lestari sebagai upaya penurunan emisi karbon, ditindaklanjuti oleh kementerian teknis.

Kemarin, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengumumkan revisi terbaru peta indikatif moratorium hutan. “Review ini merupakan evaluasi setiap enam bulan sekali sesuai arahan presiden. “Ini merupakan pemeriksaan yang kesembilan,” kata Siti Nurbaya dalam siaran persnya, Kamis (17/12).

Peninjauan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri No. SK. 5385/MenLHK-PKTL/IPSDH/2015 tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Pemanfaatan Hutan Baru, Penggunaan Kawasan Hutan, dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan

Dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tanggal 13 Mei 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Peningkatan Pengelolaan Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau yang lebih dikenal dengan Inpres Moratorium Hutan disebutkan bahwa dilakukan evaluasi secara berkala. keluar dan harus dilaporkan langsung kepada Presiden Indonesia.

Luas moratorium kawasan hutan pada revisi kesembilan adalah 65.086.113 hektare. Jumlah tersebut bertambah 71.099 hektar dibandingkan revisi kedelapan yang tercatat seluas 65.015.014 hektar. Siti mengatakan peningkatan luas hutan disebabkan oleh berkurangnya pemanfaatan lahan gambut dan hutan alam primer, perkembangan tata ruang kehutanan, dan pembaharuan kawasan lahan berizin.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Lingkungan Hidup San Afri Awang mengatakan, tinjauan kesembilan ini merupakan kompilasi data dari berbagai instansi pemerintah. Di antaranya, Kementerian Pertanian dan Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Badan Informasi Geospasial.

“Ada enam komponen yang perlu diperhatikan, termasuk kawasan,” kata San Afri. Pertama, penambahan penataan ruang dari hutan produksi menjadi hutan lindung atau konservasi. Kedua, pencabutan sejumlah izin perusahaan kehutanan, seperti PT Hutani Sola (Riau) dan PT Citra Lembah Kencana (Papua) serta PT Dyera Hutan Lestari (Jambi).

Ketiga, komponen pemutakhiran data bidang tanah yang diperoleh dari Kementerian Pertanian. Keempat, melakukan penegasan izin sebelum Keppres Moratorium diterbitkan pada tahun 2011. Kelima, berdasarkan laporan hasil survei kemauan alam primer. Keenam, Laporan Revisi Lahan Gambut.

Revisi pertama moratorium hutan diterbitkan pada 20 Juni 2011, atau satu bulan setelah Instruksi Presiden Moratorium Hutan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Mei 2011. Luas wilayah revisi pertama adalah 69.144.073 hektar.

Menurut Siti, luasnya terus bertambah setelah dilakukan peninjauan. Yang masih belum tuntas adalah kebijakan satu kartu lintas kementerian dan lembaga. “Jika ini selesai, saya yakin pekerjaan rumah Indonesia sudah selesai dan kita memiliki reformasi tata guna lahan yang tertib,” ujarnya seraya menambahkan bahwa kepala daerah harus mematuhi tinjauan tersebut.

Terkait Badan Restorasi Ekosistem Lahan, Siti mengatakan rancangan peraturan presiden sudah rampung. “Pembicaraan sudah selesai. Tunggu saja rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara kepada presiden karena ini soal struktur, kata Siti saat dihubungi Rappler. – Rappler.com

BACA JUGA

Result Sydney