Menyangkal teater sebagai sesuatu yang tabu
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia — Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan “tabu” sebagai sesuatu yang dianggap sakral (tidak boleh disentuh, dibicarakan, dan sebagainya); tabu; larangan.
Namun menurut Rofianisa Nurdin, pendiri CreativeMornings Jakarta, tabu juga berarti etis atau tidaknya kita membicarakan hal-hal yang biasanya tidak dibicarakan banyak orang.
“Banyak yang mengira kami akan membicarakan LGBTQ karena tema kami bulan ini adalah ‘tabu’,” kata Rofianisa. Namun, topik yang diangkat CreativeMornings—sesi ceramah bagi komunitas kreatif yang diadakan sebulan sekali—pada bulan ini adalah kehidupan teater kontemporer Indonesia.
Menurutnya, topik tersebut dipilih karena iklim pertunjukan teater di Indonesia yang belum bersahabat dan masih perlu mendapat perhatian lebih. Selain itu, lanjut Rofianisa yang juga menjadi tuan rumah Bahkan, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Peran seni dalam kehidupan sehari-hari
Hal ini diamini oleh kedua pembicara yang hadir pada Jumat 17 Maret lalu; aktivis budaya Kennya Rinonce dan aktor teater Putri Ayudya.
“Teater hari ini tidak hanya di atas panggung. Teater sebagai bagian hidup. “Kami mengadakan teater setiap hari,” kata Kennya yang aktif di Yayasan Laras Madya.
“Simpati adalah ketika kita mencoba untuk memahami, empati adalah ketika kita menempatkan diri kita pada situasi seseorang.”
Dunia seni pertunjukan khususnya teater telah ia geluti sejak ia kuliah di Bandung. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memberikan beasiswa kepada Kennya terkait bidang studinya.
Senada dengan Kennya, kata Putri, setiap harinya masyarakat mempunyai peran tertentu. “Manusia berperan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti CreativeMornings saat ini, kami memiliki peran yang beragam. “Ada yang menjadi pembicara, pendengar, presenter, penyedia makanan,” ujarnya.
Selain berakting di berbagai panggung teater, Putri juga pernah berakting di film layar lebar. Salah satu filmnya adalah Guru Nasional Tjokroaminoto yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Dia pernah menjadi bagian dari kelas akting Salihara. Pada tahun 2011 ia juga dianugerahi gelar Putri Intelijen.
Putri memberi analogi: Dalam hidup ini ada panggung depan Dan di belakang panggung, seperti panggung sandiwara. Di dalam di belakang panggung Hidup, ada proses yang dilalui setiap manusia. Saat masuk panggung depan kita bisa melihat hasil dari proses itu.
“Saya pembicara di sini, saya mengisi waktu di belakang panggung. Latihan dulu,” ujarnya.
Kennya dan Putri pun sepakat bahwa teater memiliki unsur humanistik. “Tujuan teater yang lebih besar menumbuhkan rasa empati,” kata Kennnya.
Putri menambahkan, empati lebih dalam dari simpati. “Simpati adalah ketika kita mencoba untuk memahami, empati adalah ketika kita menempatkan diri kita pada situasi seseorang,” ujarnya. Empati, lanjutnya, membuat kita ingin melakukan sesuatu yang konkrit untuk orang lain.
Iklim kinerja
Sebagai praktisi teater yang terjun langsung di dunia akting, baik Putri maupun Kennya mengakui bahwa iklim pertunjukan teater di Indonesia masih perlu mendapat perhatian.
Kennya menggambarkan teater sebagai mencontohkan wacana demokrasi dapat ditemukan di Indonesia. Artinya, Indonesia cukup leluasa untuk memperbolehkan teater sebagai representasi realitas. Kritik dan pendapat dapat diungkapkan melalui teater.
Hal ini berbeda dengan kondisi perekonomian di dunia teater. “Teater sebagai bagian dari kebangkitan perekonomian negara masih perlu mendapat perhatian,” ujarnya.
Putri menjawab, perhatian pemerintah sangat diperlukan untuk menghidupkan kembali teater di Tanah Air.
“Kami sadar ini adalah sebuah proses. Dunia seni khususnya teater masih membutuhkan infrastruktur. Kami harap generasi awal“Industri teater kecil masih berkembang jadi ada kepastiannya,” kata Putri.
Namun, meski proses tersebut terus berjalan, kedua pembicara tetap optimistis terhadap masa depan teater Indonesia.
“Saya sangat terkesan dengan masyarakat Indonesia. Banyak kantong budaya yang hidup di Indonesia padahal peran pemerintah tidak besar. “Ini membuktikan masyarakat Indonesia tidak manja,” kata Kennya.
“Hidup untuk akting atau akting seumur hidup? Saya pikir kita bisa melakukan keduanya,” tambah Putri.
Dunia teater dan wanita
Bukan suatu kebetulan jika kedua pembicara CreativeMornings bulan ini adalah perempuan. “Perempuan teater di Indonesia saat ini merupakan aset yang besar,” kata Putri.
Namun, produktivitas sebagian perempuan di dunia teater mungkin menurun ketika mereka mulai berkeluarga. Jadi bisa dikatakan tokoh-tokoh senior teater Indonesia kurang memiliki keberagaman, ujarnya lagi.
“Saya sangat terkesan dengan masyarakat Indonesia. Banyak kantong budaya yang hidup di Indonesia padahal peran pemerintah tidak besar. Ini membuktikan masyarakat Indonesia tidak manja.”
Kennya menaruh perhatian pada peran perempuan sebagai sutradara atau koreografer dalam teater.
“Terkadang perempuan hanya berperan sistem pendukung. Membagikan melayani dan manajemen. Artinya bermain sebagai aktor atau manajer. Jarang sekali kita punya sutradara perempuan, katanya.
Kennya telah fokus mengarahkan pertunjukan selama 1,5 tahun terakhir. Namun dia tetap dianggap ‘bermain-main’.
Label sutradara sangat mudah diberikan kepada laki-laki, ujarnya.
Apa itu pagi yang kreatif?
CreativeMornings merupakan sesi perkuliahan bagi komunitas kreatif yang diadakan sebulan sekali.
Semua bermula dari ide seorang desainer, Tina Roth Eisenberg, yang ingin merancang sesi percakapan santai dan inspiratif sebelum jam kerja. CreativeMornings lahir pada tahun 2008 di Brooklyn, New York, Amerika Serikat.
Dengan diskusi sederhana di pagi hari, lengkap dengan kopi dan sarapan ringan, CreativeMornings telah berkembang menjadi sebuah ritual global yang hadir di 116 kota besar di seluruh dunia.
CreativeMornings Jakarta sendiri telah diselenggarakan sejak bulan Desember 2014. Acara ini diprakarsai oleh dua arsitek muda, Rofianisa Nurdin dan Wendy Pratama, yang juga didukung oleh tim kreatif khusus yang terdiri dari para relawan. —Rappler.com