Modus teror baru dalam kasus bom kawasan Sarinah
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Selain meledakkan diri dengan bom, para penyerang juga melemparkan granat dan menembak sasaran dalam serangan di pusat kota. Pada serangan teroris sebelumnya, mereka hanya melemparkan bom.
Penyerangan dilakukan teroris di kawasan Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Kamis, 14 Januari lalu, menampilkan aksi operasional baru: pelemparan granat dan penembakan sasaran.
“Sebelumnya, dalam aksi di sejumlah tempat di Indonesia, mulai dari bom di rumah dinas Duta Besar Filipina di Jakarta, bom Bali, hingga bom di Hotel Marriott, teroris hanya meledakkan bom. Baik itu bom mobil maupun bom bunuh diri, kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal (Pol) Saud Usman Nasution dalam wawancara khusus dengan tim Rappler di kantornya di Sentul, Senin. dikatakan. pagi (18/1).
(Baca: Timeline Serangan Teror di Indonesia)
Pekan lalu, tim Polda Metro Jaya merilis hasil pemeriksaan di tiga TKP yakni di Polsek Sarinah, di dalam kafe Starbucks, dan di halaman kafe. Polisi menyimpulkan bom yang diledakkan pelaku penyerangan di kawasan Sarinah memiliki daya ledak rendah. Namun karena bom tersebut mengandung paku yang tajam, serta mur mati dan pelat logam, maka bom tersebut memiliki kekuatan yang mematikan bagi orang-orang di sekitarnya, terutama pelaku bom bunuh diri.
Menurut Saud Usman, baru kali ini granat dilempar ke sasaran, termasuk penembakan sasaran saat aksi di pusat kota. Pola ini mirip dengan serangan teroris di Paris pada tahun 2015.
“Jika polisi saat itu tidak berani menghadapi teroris, bisa dipastikan akan lebih banyak korban sipil. Keberanian polisi yang berada di TKP saat itu membuat nyali pelaku benar-benar terguncang, kata Saud.
Sebab, enam bom dan sejumlah granat tidak dilempar. Cara membuat bom dan senjata rakitan kini mudah ditemukan di Internet.
“Siapapun bisa mengakses informasi itu. Indonesia adalah negara demokratis, bebas mengakses informasi. “Kecuali kita mempunyai bukti kuat bahwa mereka merencanakan aksi teroris non-kriminal dan/atau kekerasan, maka kita tidak bisa menangkap mereka begitu saja,” kata Saud Usman.
Ia menambahkan, para “jihadis” Indonesia dikagumi di kawasan Asia Tenggara karena keberaniannya melakukan amaliyah atau aksi terorisme nyata dengan harapan mendapat pahala masuk surga.
Internet bukan hanya tempat bagi jaringan teroris modern – termasuk kelompok ISIS – untuk merekrut calon anggotanya, namun juga untuk belajar cara membuat senjata rakitan dan bahan peledak.
Saud Usman yang pernah menjabat Kepala Seksi Khusus (Densus) 88 Anti Teror mengatakan, perencana penyerangan memilih lokasi yang strategis. Serangan terhadap pos polisi menjadi salah satu sasaran utama, selain serangan terhadap pusat kegiatan ekonomi dan tempat-tempat dengan merek yang berafiliasi dengan Amerika Serikat dan Eropa.
Indonesia menjadi sasaran serangan teroris yang menyatakan diri sebagai pengikut jaringan ISIS karena Indonesia mengutuk serangan yang dilakukan ISIS, tidak menjalankan pemerintahan negara berdasarkan Syariat Islam, dan tindakan kepolisian yang konsisten memburu para pelaku aksi teroris. – Rappler.com
BACA JUGA: