Momen Penangkapan di Atlantis: Pengakuan Seorang Pengunjung
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Budi (bukan nama sebenarnya) tak menyangka Minggu malam itu ia harus bermalam di Polres Jakarta Utara. Ia dan temannya hanya berniat pergi ke Atlantis Gym & Sauna di Kelapa Gading, Jakarta Utara, namun yang terjadi di luar dugaannya.
“Awalnya saya tidak ada rencana untuk pergi, namun saya diajak oleh seorang teman yang belum pernah datang sebelumnya dan dia meminta untuk menemani saya. “Karena saat itu adalah minggu terakhir sebelum puasa,” kata Budi kepada Rappler.
Minggu malam, 21 Mei lalu, polisi menangkap 141 orang – termasuk Budi – di Atlantis. Ini merupakan penangkapan anggota kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) terbesar di Indonesia.
Beberapa hari setelah kejadian dan saat dibebaskan polisi, Budi ingin meluruskan kejadian malam itu dan bagaimana media menyudutkan kaum LGBT dengan menyebutnya sebagai “pesta seks gay” yang menurutnya tidak seperti itu. itu.
Budi dan kawan-kawan tiba di Ruko Kokan Permata—tempat Atlantis berada—sekitar pukul 17.30 WIB. Ia tidak memarkir mobilnya persis di depan pintu Atlantis, melainkan ratusan meter jauhnya karena parkiran di depan lokasi dipenuhi kendaraan roda dua.
Sesampainya di sana, pria berusia 26 tahun itu membayar tiket masuk sebesar Rp185 ribu ditambah Rp100 ribu sebagai pengganti deposit KTP. Setiap pengunjung yang masuk ke Atlantis harus menitipkan KTP sebagai deposit, namun bila tidak membawanya bisa menggantinya dengan uang Rp 100 ribu.
Untuk pengunjung berusia 17-25 (“jagung meletus“, itulah yang tertulis pamflet event), ada penurunan harga menjadi Rp 75 ribu.
Usai membayar, Budi menuju loker di lantai dasar untuk melepas pakaiannya dan membungkus dirinya dengan handuk berwarna abu-abu.
Bangunan Atlantis terdiri dari empat lantai. Selain kasir di bagian depan, terdapat ruang ganti dan gym di lantai dasar. Seluruh pengunjung wajib melepas baju dan celana saat masuk dan menutup diri hanya dengan handuk.
Di lantai dua ada sauna dan mandi bersama (area shower dipisahkan oleh tirai). Juga di lantai ini ada para penari telanjang menari selama acara. Pada hari Minggu, 21 Mei, Atlantis mengadakan acara bertajuk “Yang liar”.
Sedangkan di lantai tiga terdapat beberapa ruangan yang disekat bernama “ruangan gelap”—tempat pengunjung dapat bertemu dan berhubungan seks.
Di tiap kamar ada kasur, tisu, kondom, dll pelumas (pelumas). Ia menambahkan, peralatan itu ada di satu ruangan perbudakandominasi, ketundukan dan masokisme (BDSM).
Di lantai empat terdapat kolam renang Jacuzzi.
Sesampainya di lokasi, Budi mengaku berpisah dengan temannya yang menuju lantai dua, tempat sauna berada. penari gogo berada pada
“Memang dari awal aku tidak terlalu menginginkannya, jadi aku melakukannya bersantai saja di jacuzzi,” ujarnya. Usai berendam sekitar pukul 19.00 WIB, ia turun ke bawah untuk bersiap pulang.
“Saat saya turun ke lantai tiga, ada keributan. Saya pikir orang-orang berkelahi karena beberapa orang sangat terangsang, mereka berebut penari telanjang,” dia mengakui.
Berdasarkan pantauannya selama ini, pengunjung bisa memberikan tips kepada penari telanjang dan ada juga yang membawa pulang penari itu dan membayarnya secara terpisah.
“Kemudian saya mendengar orang-orang berteriak: ‘Eh, ada polisi, ada polisi! Aku bingung karena menurutku penari striptis menggunakan kostum polisi. “Sepertinya ada polisi sungguhan,” katanya.
Ia langsung bersembunyi di salah satu ruangan gelap bersama empat orang lainnya. Di dalam ruangan yang hanya dilindungi oleh kait pintu kayu lapis, dia mendengar seorang polisi bertanya, “Apakah ada orang di sini?”
Polisi masuk ke kamar dan melihat mereka. Dia menyuruh mereka keluar dan berbaris. Mereka disuruh menghitung untuk mengetahui nomor berapa yang tertangkap.
Ditangkap saat hanya mengenakan handuk
Saat penangkapan, seluruh pengunjung hanya mengenakan handuk karena peraturan Atlantis mengharuskan mereka hanya memakai handuk, bukan karena disuruh telanjang oleh polisi seperti diberitakan di media massa.
Budi mengaku tidak panik saat itu, karena menurutnya penangkapan ini tidak disertai pasal yang kuat.
Ia yakin apa yang dilakukan dirinya dan pengunjung lainnya tidak salah. “Karena kami hanya membayar (untuk masuk), dan tidak ada yang salah.”
Dia mengatakan dia berhubungan seks dengan pria lain dan tidak ada undang-undang di Indonesia yang melarang hubungan sesama jenis. Dia baru saja membayar tempat untuk berhubungan seks.
“Teknis jika saya ke (Atlantis) saya hanya membayar dan tidak membayar berhubungan seks, itu juga mungkin. “Jadi saya pakai saja fasilitasnya,” kata Budi. Dan hubungan seks yang terjadi dilakukan atas dasar suka sama suka.
Setelah pengunjung dikumpulkan, mereka disuruh kembali ke lantai dasar untuk mengambil barang-barang yang disimpan di loker. Namun mereka hanya diperbolehkan memegang pakaian, tidak diperbolehkan berpakaian.
“Jadi kalau melihat foto-foto pria botak yang sedang nge-gym yang beredar di media sosial, di situlah kejadian itu terjadi. “Foto-foto terus,” kata Budi.
Kepala Bagian Penerangan Masyarakat (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul, Senin 22 Mei mengatakan, foto dan informasi yang disebar bukan berasal dari pihaknya.
“Sebaran informasi penangkapan itu bukan dari pihak kepolisian,” kata Martinus.
Dalam foto yang tersebar luas, terlihat sejumlah pria telanjang sedang digiring dalam barisan. Beberapa wajah mereka terlihat jelas.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam tindakan polisi tersebut.
“Ini merupakan tindakan sewenang-wenang dan menurunkan tingkat kemanusiaan para korban,” kata Pratiwi Febri, pengacara publik LBH Jakarta. melalui informasi tertulis.
Selain mengambil gambar, polisi juga menyita rekaman kamera tersembunyi, kondom, salinan izin usaha, uang tunai jutaan rupiah, kasur, iklan kegiatan, dan telepon genggam.
Kelompok Diskusi Feminis Jakarta melihat tindakan tersebut dan juga mengecam polisi.
“Tidak hanya foto, nama, tempat tinggal, umur, agama, dan informasi pribadi korban lainnya juga dibagikan di media sosial,” kata administrator JFDG Olin Monteiro dalam siaran persnya.
“Ini mengancam keselamatan para korban dan merupakan tindakan kekerasan terhadap mereka.”
‘Tidak manusiawi’
Insiden ini belum berakhir. Budi dan para pengunjung dibawa keluar. Lima bus menunggu di sana untuk mengangkut mereka ke Polres Jakarta Utara di Koja.
“SAYA terkejut. Kami disuruh naik. Kami belum diperbolehkan memakai pakaian. “Gantung saja di atas handuk,” katanya.
Bahkan di dalam bus, petugas polisi masih mengambil gambar. Prioritas saya adalah wajah saya tidak terlihat, katanya. Meskipun demikian terbuka dan keluar Kepada keluarga, sahabat, dan rekan kerjanya, Budi terhindar dari kemungkinan terburuk yang bisa menimpa dirinya di kemudian hari.
Saat itu, polisi masih melarang penggunaannya telepon berjalan. Budi melihat seorang pria yang duduk beberapa baris di depannya mendapat peringatan karena ketahuan menggunakannya telepon berjalan.
Sesampainya di kantor polisi, mereka diminta duduk di aspal halaman kantor polisi—masih memakai handuk. Di sana, kamera terus mengikuti pergerakan para pengunjung Atlantis.
“Kami berada di luar untuk waktu yang lama, kami tidak melakukan apa pun. “Kami tidak dimintai nama dan tanda pengenal lainnya, kami hanya ditahan dan tidak diperbolehkan kemana-mana,” kata Budi.
Di dalam, mereka kembali disuruh duduk – ada yang berjongkok – di lantai. Budi mengatakan, mereka baru mendapatkan air minum hingga sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, Senin 22 Mei. Sarapan dilakukan pada pagi hari pukul 06:00 WIB.
Sebelum fajar, beberapa perwakilan advokasi masyarakat telah tiba. Ricky Gunawan, Direktur LBH Masyarakat yang mendampinginya mengatakan, tidak ada alasan jelas atas penangkapan ini.
“Penangkapan ini atas dugaan ‘prostitusi gay’ padahal sebenarnya tidak ada kebijakan yang mengatur dan melarang prostitusi gay,” kata Ricky kepada Rappler.
Menurutnya, negara telah memasuki ranah privat secara sewenang-wenang dan hal ini bisa menjadi acuan tindakan kekerasan publik lainnya.
Dari 141 pengunjung yang diamankan, 10 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
“Yang diamankan sebanyak 141 orang dan saat ini telah ditetapkan 10 orang sebagai tersangka karena melakukan kegiatan pornografi dan pornografi,” kata Kapolres Jakarta Utara Pol Dwiyono saat menggelar jumpa pers, Senin sore.
Mereka dijerat pasal 30 juncto pasal 4 ayat (2) dan atau pasal 36 juncto pasal 10 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Mereka terdiri dari seorang manajer, dua orang kasir, dan seorang petugas keamanan. Sedangkan empat tersangka lainnya merupakan penari telanjang, sedangkan dua lainnya merupakan pengunjung yang kedapatan memberikan tip penari telanjang.
“Yang saya dengar dari teman saya, saat ada penangkapan di lantai dua, polisi datang tepat waktu tari Telanjangdia diberi petunjuk. Jadi langsung hits,” kata Budi.
Dirilis setelah tes urine
Budi yang saat itu sadar statusnya hanya sebagai saksi, bisa sedikit bernapas lega. Tapi dia masih belum bisa tidur.
Ia hanya memberi tahu keluarganya bahwa ia akan bermalam di Kelapa Gading.
Senin pagi, banyak tamu yang mulai berdatangan ke ruang tunggu Polres Jakarta Utara. Selain perwakilan lembaga advokasi, beberapa anggota keluarga juga terlihat berkunjung.
“Yang menyedihkan, ada istri dan anak laki-laki yang tertangkap. Ada juga bapak dan ibu yang anaknya ditangkap,” kata Budi.
“Dan mereka menangis. Mengetahui bahwa suami atau anak Anda gay dengan cara seperti ini sungguh kejam,” dia berkata.
Menjelang sore, Budi mendengar dari rekan pengunjung bahwa polisi akan melakukan tes urine. Tes urine yang dimulai pukul 16.00 WIB itu berakhir sekitar satu jam kemudian.
Hasilnya, tujuh orang dinyatakan positif narkoba. Budi dan selebihnya dinyatakan negatif dan dibebaskan sekitar pukul 18.00 WIB.
Sebelum dia dibebaskan, salah satu petugas polisi berkata: “Kami adalah teman Anda. Kami akan memberimu makanan.
“Kami berusaha untuk tidak memperlakukan Anda secara tidak manusiawi. Setelah Anda meninggalkan ruangan ini, kami tidak lagi dapat menahan Anda. Selamat tinggal, hati-hati semuanya.”
Budi dan temannya keluar dengan mengenakan handuk yang mereka kenakan saat ditangkap, untuk menutupi kepala agar tidak diketahui awak media yang sudah menunggu di pintu keluar.
Mereka menghentikan taksi di pinggir jalan untuk mengantar mereka kembali ke Ruko Kokan. Di sana mereka mengambil mobil dan pulang. —Rappler.com
BACA JUGA: