• October 2, 2024

Mourinho, kamu tidak sama seperti dulu

JAKARTA, Indonesia – Dalam biografinya, salah satu striker terbaik dunia saat ini, Zlatan Ibrahimovic, memiliki kesan mendalam terhadap Jose Mourinho. Menurutnya, pelatih yang menangani Chelsea saat ini ibarat seorang panglima perang yang sangat setia kepada anak buahnya.

“Mourinho adalah sosok yang saya ingin mati,” kata dia pembom Paris Saint-Germain mengatakan dalam bukunya: Saya Zlatan.

Pada jamuan makan antara pemain dan keluarganya saat masih bersama di Inter Milan (2008-2009), Mourinho bertemu Helena, kekasih Ibra – nama Ibrahimovic. Di hadapan Ibra, dia berkata: “Helena, misimu hanya satu: memberi makan Zlatan, membiarkannya tidur, berusaha membuatnya bahagia.”

Striker asal Swedia itu tak menyangka Mourinho akan mengatakan hal seperti itu. Namun dia tertawa karenanya. Pelatih kelahiran Setubal, pinggiran kota Lisbon itu mengatakan hal itu agar Ibra tampil maksimal di lapangan. Jangan pedulikan urusan Helena.

“Orang ini mengatakan apa yang dia inginkan. Tapi aku suka itu. Dia adalah pemimpin timnya. Tapi dia juga sangat peduli. Dia akan mengirimiku pesan sepanjang waktu. Saya bertanya apa yang saya lakukan,” kata Ibra.

Mourinho dan Ibra berpisah pada musim berikutnya, 2009-2010. Manajer yang kini berusia 52 tahun itu memutuskan bertahan bersama raksasa Italia dan mempersembahkan pencapaian terbesar dalam sejarah Inter Milan: pemenang tiga kali lipat (memenangkan Liga Champions, Serie A dan Coppa Italia).

Seorang pelatih yang menuntut kesetiaan

Ini bukan pertama kalinya Mourinho mendapat loyalitas “tak terbatas” dari anak buahnya. Kapten Chelsea John Terry juga memberikannya pada periode pertama Mourinho menangani Chelsea (2004-2007).

“Mourinho membuat kami seolah diserang oleh banyak pihak. Namun justru membuat kami semakin solid. “Kami berjuang mati-matian di lapangan untuk memberikan bukti kepada orang-orang yang membenci kami,” kata Terry.

Mourinho adalah pelatih dengan pendekatan psikologis yang luar biasa. Pendekatannya terhadap pemain sangat kuat. Tapi di sinilah dia mendapatkan banyak loyalis. Orang yang rela mati demi dia di lapangan.

Meski meninggalkan klub, beberapa pemain masih sangat mencintainya. Loyalitas adalah salah satu kekuatan Mourinho.

Saat Chelsea menjuarai Liga Champions musim 2011-2012, sosok yang dipuji para pemainnya bukanlah manajer saat itu, Roberto Di Matteo.

Mereka mampu mengalahkan klub-klub besar seperti Barcelona dan Bayern Munich di final justru karena gaya yang diwarisi Mourinho. Bertarunglah sebagai sebuah tim. Atau dalam bahasa yang lebih klise, bersama-sama.

“Semuanya dimulai dari dia. Meski beliau tak ada, namun semangatnya tetap bersama kita semua. “Dari dialah semua antusiasme ini muncul,” kata legenda Chelsea Frank Lampard saat presentasi gelar di Savoy. Wali.

Mourinho akan melakukan segalanya demi para pemainnya. Dia melindungi mereka dari keputusan wasit, tekanan fans, bahkan tekanan manajemen. Sebaliknya, para pemain akan membayarnya dengan bertarung di lapangan.

Saat Adriano mengalami banyak tekanan di Inter Milan dan performanya menurun, ujarnya kepada media. “Setiap anak saya bermain PlayStation, dia selalu menggunakan Adriano sebagai striker utama,” ujarnya.

Saat menangani Chelsea atau Inter, ia kerap terlihat betapa emosionalnya ia setiap kali para pemainnya mencetak gol dan memenangkan pertandingan.

Di Inter Milan, dia berlari ke lapangan menuju kiper Julio Caesar dan kemudian melompatinya dan memeluknya seperti anak kecil yang bertemu ayahnya.

Saat menyingkirkan Barcelona pada Liga Champions 2009-2010 di Camp Nou, Mourinho berlari melintasi lapangan hanya agar bisa menunjuk ke arah fans Inter Milan yang datang untuk mendukungnya.

Bukan tanpa alasan manajer yang mengawali karir sebagai penerjemah di Barcelona itu menggunakan strategi tersebut. Beberapa tim yang dilatihnya merupakan klub dengan talenta pas-pasan. Jika dia memaksakan pertarungan bakat dengan lawannya, mereka akan kalah dari tim besar.

Namun hal itu hanya berlaku saat ia menangani FC Porto (2002-2004), Chelsea (2004-2007), dan Inter Milan (2008-2010). Setelah itu, ia tidak lagi melakukan pendekatan loyalitas. Di Real Madrid sebenarnya dia punya banyak hal “pembenci“.

Masalahnya, Mourinho bukanlah orang yang tepat untuk dilawan. Dia akan melawan. Lebih sulit lagi. Iker Casillas, yang menerima “gelar” santo dari para penggemar, dicadangkan. Sergio Ramos pun mendapat kritik tajam darinya.

Nilai-nilai lama hilang

Lalu bagaimana dengan Chelsea?

Mourinho bukan lagi orang yang sama di klub London Barat itu. Kesetiaan bukan lagi sesuatu yang dia perjuangkan. Namun lebih dari sekadar permintaan para pemain. Jika dulu dia selalu melindungi para pemain, kini dialah yang menjadikan mereka kambing hitam.

Dia mengkritik keras para pemain di depan umum. Tak hanya pemain muda, pemain senior pun pun ikut menjadi korbannya. Ia menarik keluar John Terry saat kebobolan gol di laga melawan Manchester City. Branislav Ivanovic digantikan oleh Ola Aina yang berusia 19 tahun yang namanya bahkan tidak tercantum di Wikipedia! Nemanja Matic yang menggantikan Ramires kembali digantikan oleh Loic Remy 27 menit kemudian.

“Mereka melakukan kesalahan. Itu sebabnya mereka perlu diganti.” dia berkata.

Mourinho bukan lagi pemimpin grup. Sosok yang sangat menyayangi para pemainnya itu kini menjadi bos sebuah perusahaan besar yang hanya menuntut produktivitas karyawannya. Dan menjadi sangat marah ketika pendapatan perusahaan menurun.

Simak saja penampilan Chelsea melawan Leicester City, Selasa dini hari, 15 Desember. Mereka bermain dengan rasa takut melakukan kesalahan. Tidak ada inisiatif. Bek Kurt Zouma dengan jelas melihat Jamie Vardy berlari ke arahnya. Namun ia diam dan memilih hanya menjaga lini pertahanan bersama para bek lainnya.

Eden Hazard terjatuh dan memutuskan sendiri tidak bisa melanjutkan permainan. Ia rupanya baru bisa bermain lagi pada pekan depan. Lantas cedera apa yang menyebabkan Hazard mundur dari pertandingan? Mourinho sendiri juga meragukan apakah cederanya serius.

Mourinho menuduh mereka melakukan “pengkhianatan”. Faktanya, mengkhianati dan sekadar bermain buruk adalah dua hal yang berbeda. Apakah ada yang membocorkan strategi tim kepada lawan? Atau hanya strategi Mourinho untuk cuci tangan.

Para pemain Chelsea mendapat tekanan yang sangat besar, terutama dari sang manajer sendiri. Mourinho perlu mempelajari kembali nilai-nilai lamanya. Nilai-nilai itulah yang kini sangat familiar dengan apa yang dilakukan Juergen Klopp di Liverpool. — Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran Sidney