
Mulai dari berjualan kopi di bawah jembatan hingga dorong perceraian
keren989
- 0
“Di kafe Anang Hermansyah, saya mendorong sampah plastik dari belakang, sementara suami saya menarik tas ke belakang mobil.”
MALANG, Indonesia – Siapa yang tak kenal Bripka Seladi, polisi asli Polres Malang, Jawa Timur berkedok pemulung yang digunakan menambah pendapatan keluarganya?
Pada Senin, 23 Mei, ayah tiga orang anak ini mendapatkan apresiasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia dinobatkan sebagai polisi teladan oleh pimpinan Dewan karena berani menolak hadiah dari orang yang ia layani sebagai polisi.
Tak kalah hebatnya orang-orang di balik polisi jujur ini, terutama istrinya Ngatiani, wanita yang dinikahi Seladi pada tahun 1992.
Pada tahun 1995, Seladi menerima pesanan furniture senilai Rp 115 juta dengan sistem pembayaran cicilan. Untuk meyakinkan Seladi, rekan bisnisnya membayar cicilan Rp 20 juta. Tampaknya, mitra bisnis telah menghilang setelah menerima semua pesanan.
Masalahnya adalah, Uang sebesar itu merupakan pinjaman dari Koperasi Polisi di Polres Malang Kota yang dicicil setiap bulannya. Mereka tidak punya pilihan. Gaji pria itu, yang nilainya hanya Tuhan yang tahu, dipotong untuk membayar utang koperasi. Bahkan mereka tetap harus membayar Rp 35 ribu.
“Membayangkan saya menikah dengan petugas polisi adalah hal yang indah. Tampaknya yang terjadi justru sebaliknya, kata Nani kepada Rappler, Jumat, 27 Mei.
Pernikahan Nani dengan Seladi dikaruniai tiga orang anak. Anak sulung Dina, Afrita Sari, sudah bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Malang, sedangkan anak keduanya, Rizal Dimas Wicaksono, sedang membuka jalan untuk mengikuti pelatihan akademi kepolisian, dan anak bungsunya, Neny Winarti, masih duduk di bangku SMA.
Kerabat dan orang tua Nani sering menawarkan bantuan dan menyemangatinya. Ada pula temannya yang tak tega dan memintanya meninggalkan Seladi.
“Ibu berdoa dengan tulus jika dia harus meninggal sebelum dia melihat hidupku sejahtera. “Beberapa orang menyarankan saya untuk bercerai saja, tapi saya tetap bersabar,” ujarnya.
Kondisi demikian tidak mengubah prinsip Seladi yang menolak segala pemberian yang berkaitan dengan profesinya. Bahkan, dia bertanya kepada semua orang di rumah jangan menerima apapun dari orang yang tidak mereka kenal.
Suatu hari ada orang Mergosono datang ke rumah Seladi membawa bungkusan buah-buahan. Dia bersikeras meninggalkan hadiah itu di atas meja karena dia ingin berterima kasih padanya karena telah membantunya dengan SIM-nya.
“Saat suami saya pulang, dia marah dan meminta kami mengembalikan paket tersebut. Akhirnya malam itu anak saya mengembalikan paket itu, katanya.
KKondisi perekonomian mereka mulai berubah sejak tahun 2001. Saat itu, Nani menyewa tempat kecil di bawah jembatan penyeberangan depan Polres Malang Kota. Berbekal hutang ayahnya, Nani berjualan kopi dengan kepala pembeli kantor polisi.
“Alhamdulillah hidup kami mulai berubah, ada pemasukan meski tidak banyak. “Setiap hari saya melunasi hutang sebesar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu kepada mendiang ayah saya,” ujarnya.
Saat suaminya mulai bekerja sebagai pemulung pada tahun 2004, Nani membantunya memungut sampah di kafe milik artis nasional di Malang.
“Saat itu di kafe milik Anang (Anang Hermansyah). Aku mendorong dari belakang, suamiku menarik tas itu ke bagian belakang mobil. “Tempat sampahnya berat sekali dan banyak sisa makanan basah, saya menangis karena merasa berat dan menjijikkan,” ujarnya.
“Saya juga ikut memilah sampah botol plastik bekas, setiap 50 botol bisa dijual seharga Rp 10 ribu, cukup untuk membeli tambahan sabun dan kebutuhan sehari-hari,” kata Nani.
Hewan manis yang jujur
Kisah Bripka Seladi sebagai polisi jujur yang tidak mau memanfaatkan status dan jabatannya untuk kepentingan pribadi virus minggu lalu. Permintaan wawancara masih dalam antrian.
Untuk pertama kalinya Nani naik pesawat ketika menemani suaminya ke Jakarta untuk wawancara dengan televisi nasional.
Seladi juga banyak mendapat janji bantuan, mulai dari gaji anggota DPR hingga janji bantuan gudang untuk memilah sampah saat Seladi pensiun di kemudian hari.
“Saya percaya saja apapun kata suami saya, apapun tindakannya, yang terpenting anak saya dibesarkan dan menghormati ayahnya. “Ternyata seperti sekarang, terkabulnya doa mendiang ayah saya,” ujarnya.
Ia pun bahagia karena pembayaran utang yang membuat mereka bangkrut akan segera terlunasi.
“Gaji kantornya naik, gaji pokoknya Rp 4 juta, lalu utangnya dipotong setengahnya. Angsuran kami tidak akan berakhir sampai bulan depan. “Kalaupun tidak bisa ditabung, tapi cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Nani. – Rappler.com