• September 27, 2024

Mungkinkah MKD menghentikan Setya Novanto karena kasus pencatutan nama Jokowi?

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Kami menjelaskan perhitungan dan peraturan politik

JAKARTA, Indonesia – Kasus pencatutan nama Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang menyeret nama Ketua Dewan Rakyat Indonesia (DPR RI) Setya Novanto kini diselidiki Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR RI.

Diberitakan sebelumnya, Setya diduga menggunakan nama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PT FI).

Dalam proses tersebut ada desakan masyarakat agar MKD memecat Setya dari jabatannya. Mungkinkah keputusan MKD akan mengakhiri karier politikus Partai Golkar ini di DPR?

MKD harus membentuk panel independen

Mengacu pada Peraturan DPR RI No. 2 pada tahun 2015 Terkait dengan Tata Tertib MKD DPR RI, MKD dapat mengusulkan pemberhentian tetap terhadap anggota dewan yang terbukti melalui proses pemeriksaan melanggar kode etik.

Namun untuk mencapainya, MKD harus terlebih dahulu membentuk panel independen yang beranggotakan tujuh orang, terdiri dari tiga unsur MKD dan empat unsur masyarakat.

Panel ini berhak memproses kasus pelanggaran kode etik berat yang dapat berujung pada pemecatan anggota.

Jika majelis sepakat dikenakan sanksi pemberhentian tetap, maka hasil keputusan panel ini harus dibawa ke paripurna DPR RI untuk disepakati.

Anggota panel ini dipilih oleh anggota MKD melalui musyawarah mufakat. Jika proses mencapai mufakat menemui jalan buntu, pemungutan suara menjadi jalan keluarnya.

MKD mempunyai 17 anggota

Melihat situasi tersebut, nasib Setya setelah perkaranya diproses di MKD sangat bergantung pada dinamika yang terjadi di dalam MKD itu sendiri.

Saat ini MKD mempunyai 17 anggota:

Merujuk pada komposisi awal koalisi partai politik pasca Pemilu 2014, Koalisi Indonesia Raya (KIH) sebagai koalisi partai politik pendukung pemerintah hanya menguasai enam kursi anggota MKD. Sedangkan sisanya dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP).

Jika Partai Amanat Nasional (PAN) yang akhir-akhir ini berubah haluan politiknya dimasukkan ke dalam KIH, maka KIH akan mendapat tambahan dua kursi anggota MKD, sedangkan KMP kehilangan dua kursi.

Keputusan MKD dapat ditetapkan sebagai perjanjian ‘pribadi’

Seberapa besar pengaruh konstelasi politik di atas terhadap dinamika proses pengambilan keputusan di MKD?

Menurut pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, sulit menghubungkan dinamika di tubuh MKD dalam putusan kasus Setya dengan dikotomi KIH dan KMP.

“Sulit mengaitkan hal ini dengan dikotomi KIH dan KMP karena partai KIH sendiri juga tidak banyak bersuara, termasuk PDI-P. “Hanya Nasdem yang vokal,” kata Yunarto kepada Rappler, Senin 23 November.

Meski demikian, Yunarto mengakui ada potensi putusan MKD ditentukan oleh kesepakatan politik yang bersifat “bawah tangan”. Menurut dia, urgensinya mengapa masyarakat harus mendorong agar sidang MKD berlangsung terbuka.

Hanya bisa memberikan rekomendasi

Akhirnya MKD tidak bisa memecat Setya. Mereka hanya bisa memberikan rekomendasi kepada Paripurna DPR RI untuk melakukan hal tersebut.

Akankah mereka melakukannya?

Jawabannya saat ini sangat bergantung pada kesepakatan antar elite politik yang kemungkinan besar akan dicapai secara tertutup. — Rappler.com

BACA JUGA:

Togel Sidney