• November 24, 2024

Nama-nama pelanggar akan dicatat dalam buku di desa bebas rokok ini

SURABAYA, Indonesia – Meski penumpangnya banyak, namun fakta tersebut tidak membuat penumpang angkutan kota (angkot) di Surabaya enggan merokok. Pria itu dengan santainya menghisap rokoknya.

Ary Chodijayanti, salah satu penumpang pun turut merasa kesal. Ia memberi isyarat dengan menutup hidungnya dengan sapu tangan, namun usahanya tidak membuahkan hasil. Beruntung ada penumpang laki-laki lain yang peduli.

Lihat, rokoknya sudah padam. Saya merokok, tetapi tidak di dalam mobil (Bung, rokoknya dimatikan. Saya juga merokok, tapi tidak di bemo),” kata pria yang menegur rekan-rekan perokoknya.

Kejadian merokok di tempat umum seperti pengalaman Ary di atas sebenarnya banyak dijumpai di Surabaya. Padahal Kota Pahlawan sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) no. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok.

Perda tersebut sebenarnya mengatur tempat-tempat tertentu seperti fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum sebagai kawasan tanpa rokok. Sementara tempat lain seperti tempat kerja merupakan tempat yang dilarang merokok. Artinya perokok boleh merokok selama berada di tempat yang disediakan.

Desa bebas rokok sejak tahun 2010

Namun kebiasaan merokok di tempat umum tersebut tidak akan ditemukan di Desa Bulaksari RT 06. Desa ini terletak di ujung paling utara kota Surabaya dan bukan kawasan elite. Sebaliknya, anggapan masyarakat bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan kumuh yang sebagian besar dihuni oleh warga keturunan Madura.

Namun Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini malah menyebut kota bebas rokok Bulaksari sebagai mutiara utara Surabaya.

Sejak tahun 2010, Desa Bulaksari telah mendeklarasikan dirinya sebagai desa bebas rokok. Tentu saja, saat pertama kali diusulkan, langkah ini mendapat tentangan dari warga yang kecanduan merokok.

“Tetapi para pengurus RT tetap meneruskan ide ini meski mendapat banyak tentangan dari warga. “Karena kami memahami bahwa merokok memang berbahaya bagi kesehatan,” kata Heru Sugijanto, Ketua RT 06 Bulaksari.

“Penerapan desa bebas rokok ini sudah berjalan hampir 7 tahun. “Namun sejauh ini belum ada satupun RT tetangga yang mengikuti jejak mereka dalam menerapkan desa bebas rokok.”

Heru merupakan salah satu penggagas desa bebas rokok. Saat itu ia menjabat Ketua RT sejak 2008. Setelah terpilih dua kali, ia kemudian mengundurkan diri dari jabatan Ketua RT. Namun, ia kemudian kembali terpilih menjadi Ketua RT pada akhir tahun 2016.

Dalam peraturan desa tanpa rokok ini, warga sepakat bahwa siapapun baik warga maupun tamu yang masuk ke RT 06 Desa Bulaksari dilarang merokok. Sebagai peringatan, di ujung gang ini terdapat poster besar bertuliskan “Desa Bebas Rokok”.

Selain poster berukuran besar, terdapat pula pot bunga berukuran besar yang berfungsi sebagai asbak raksasa. Asbak ini digunakan bagi setiap orang yang merokok untuk mematikan rokoknya di ujung gang ini. Keberadaan asbak raksasa sebagai simbol larangan merokok ini sudah berkali-kali dirusak.

“Malam dipasang, keesokan paginya rusak. Kami tidak percaya asbak tersebut dirusak oleh pihak lawan. Namun, kalau tertabrak mobil, asbak ini justru berada sangat dekat dengan pinggir jalan, kata Heru.

Pelanggar dicatat dalam buku besar

Tak hanya sebatas memasang asbak berukuran besar sebagai simbol desa bebas rokok, warga juga berperan aktif dalam menerapkan aturan tersebut, termasuk para ibu-ibu. Mereka tak segan-segan memberikan peringatan kepada warga atau pengunjung yang kedapatan merokok di kawasannya.

Setiap pelanggaran yang ditemukan, mereka akan mencatat setiap pelanggaran dalam buku besar. Dalam buku tersebut, selain identitas pelaku, warga juga mencatat alasan mereka ditegur karena merokok.

“Setiap warga yang melaporkan menegur seorang perokok, maka akan melaporkan kepada saya identitas perokok tersebut beserta alasannya,” kata Suparmi, warga yang bertugas mendokumentasikan setiap pelanggaran merokok.

“Alasannya biasanya berbeda-beda, kebanyakan bilang, ‘Desanya aneh.’ Anda bahkan tidak bisa merokok. Padahal uang saya sendiri,” ujarnya menirukan ucapan warga lawan.

Menurutnya, desa ini tidak memberikan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Namun, memasukkan buku besar pelanggaran saja sudah dianggap memalukan.

Belum menyebar ke kota-kota lain

Awalnya aturan ini diterapkan hanya untuk memindahkan tempat para perokok. Perokok yang biasa merokok di luar rumah memilih merokok di dalam rumah agar tidak ketahuan warga. Namun lama kelamaan para ibu tersebut protes karena rumahnya berbau asap rokok.

“Bukannya terus-terusan dimarahi istri, bapak-bapak malah malah merokok di luar, ujung gang. Bahkan yang paling ekstrim pun berhenti merokok sama sekali. Setidaknya ada enam warga yang sudah benar-benar berhenti merokok, kata Suparmi.

Dari peraturan tersebut, kata dia, selain warga mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih sehat, warga, khususnya ibu-ibu, mengaku mendapat manfaat.

Pengeluaran uang meningkat karena porsi merokok berkurang, kata Suparmi.

Penerapan desa bebas rokok ini sudah berlangsung hampir tujuh tahun. Warga masih konsisten menerapkan aturan ini karena sudah merasakan manfaatnya. Namun, sejak tujuh tahun berlalu, belum ada satupun RT tetangga yang mengikuti jejak mereka dalam menerapkan desa bebas rokok.

“Terkadang kami juga sedih. Komitmen mewujudkan kota bebas rokok ini tidak akan menular ke RT lain. “Pemerintah Kota Surabaya juga tidak memberikan arahan kemana setelah bebas merokok,” kata Suparmi.

Meski perjuangan menyebarkan kebaikan masih panjang, namun menurut warga Desa Bulaksari, masyarakat yang tinggal di sana sudah mengalami peningkatan kualitas hidup. —Rappler.com

BACA JUGA:

uni togel