• October 12, 2024
Nenek 86 tahun korban pemerkosaan tentara Belanda memenangkan gugatan

Nenek 86 tahun korban pemerkosaan tentara Belanda memenangkan gugatan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pemerintah Belanda harus membayar kompensasi sebesar 7.500 euro kepada seorang nenek berusia 86 tahun asal Malang

MALANG, Indonesia – Seorang nenek berusia 86 tahun asal Malang memenangkan kasus pengadilan di Den Haag, Belanda, atas kasus pemerkosaan yang menimpanya puluhan tahun lalu.

Salinan keputusan yang dibacakan pada 27 Januari 2016 menyebutkan pemerintah Belanda harus membayar kompensasi senilai 7.500 euro (sekitar Rp 114 juta) kepada nenek berinisial T.

T, warga Dusun Purwosari, Desa Peniwen, Kabupaten Malang, diperkosa tentara Belanda pada 19 Februari 1949 di Peniwen.

Seperti dilansir Dutchnewspemerintah Belanda wajib membayar ganti rugi kepada T. Saat kejadian, T masih berusia 19 tahun.

Kepala Dusun Purwosari Adi Waluyo membenarkan kabar tersebut. Menurutnya, beberapa pekan lalu ia mendapat kabar melalui telepon bahwa T memenangkan kasusnya di pengadilan Belanda.

“Saya ditelepon Pak Jefry dari Yayasan Kehormatan Komite Utang Belanda (KUKB) Belanda, katanya kasusnya menang di pengadilan,” kata Adi kepada Rappler, Sabtu.

Sejak tahun 2014, anggota KUKB sudah tiba di Dusun Purwosari dan meminta izin untuk mewawancarai T. Setelah tiga kali sesi wawancara di waktu berbeda, T menceritakan kejadian sebenarnya.

Pada wawancara ketiga, T berkomunikasi melalui Skype di Balai Desa Peniwen dengan pihak-pihak yang terlibat di Belanda dan menjelaskan kronologis kejadian pelecehan seksual tersebut.

Lima orang diperkosa

T, kini seorang nenek dengan tiga cucu, sedang berada di rumahnya di Peniwen bersama keponakannya yang berusia 9 tahun pada saat kejadian.

Suaminya yang seorang petani bersembunyi bersama laki-laki lain dan pejuang setempat saat terjadi penyerangan pasukan Bendara yang tiba di daerahnya pada 19 Februari 1949.

“Kalau ketemu laki-laki pasti ditembak. Suamiku bersembunyi jauh. Saya bersembunyi di bawah terowongan tempat tidur (ranjang bambu) dengan S,” kata T kepada Rappler.

“Pada pukul 4 sore terdengar suara tembakan keras. “Ada yang masuk ke sini dan menembak di taman lalu mengajak kami keluar,” kata T dalam bahasa Jawa.

S, keponakan T, ditodong senjata dan diminta berdiri di depan pintu, sedangkan T diseret ke dalam kamar dan dipaksa membuka pakaian. Saat itu, T baru saja keguguran anak pertamanya dan mengenakan panggung khusus di perutnya.

“Saya diarahkan ke kepala dan diminta melepaskannya bengkok, mungkin mengira saya sedang menyimpan sesuatu. Lalu diperkosa. “Ada lima orang yang memperkosa saya, semuanya orang Belanda,” ujarnya.

Monumen ‘Peristiwa Peniwen’

Saat itu, T bukanlah satu-satunya korban dalam kejadian tersebut. Ada puluhan anggota Palang Merah Pemuda (PMR) setempat yang tewas ditembak tentara Belanda. Mereka kini dimakamkan di depan Monumen Peristiwa Peniwen, memperingati tragedi berdarah 19 Februari 1949.

“Mungkin Belanda kecewa karena tidak menemukan satupun pejuang dan jumlah prajuritnya juga tidak banyak. “Mereka kemudian menembaki anggota PMR pada tanggal 19 Februari 1949,” kata Swasono Adi Wibawanto, Sekretaris Kota Peniwen.

“Peristiwa ini kita peringati dengan membuat monumen Peniwen Affair dan upacara setiap tanggal 19 Februari,” ujarnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Toto sdy