Netizen marah karena pemerintah melarang operasional Go-Jek, GrabBike dan Uber
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Mantan Wakil Presiden Boediono pun turun tangan
JAKARTA, Indonesia – Kementerian Perhubungan resmi melarang ojek dan taksi on line melalui Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, pada 9 November 2015.
Namun, pemerintah baru secara resmi memberlakukan larangan ini hingga Kamis 17 Desember.
Apapun namanya, operasi serupa, Go-Jek, Go-Box, GrabBike, GrabCar, Blu-Jek, Lady-Jek, dilarang, kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono, Kamis. .
Larangan ini sontak menimbulkan kemarahan masyarakat, terutama di ibu kota yang bergantung pada transportasi seperti Go-Jek, GrabBike, dan Uber.
Seorang netizen bernama F. Frico membuat petisi yang menyasar Jonan untuk meninjau kembali larangan pemerintah terhadap layanan ojek dan taksi on line.
“Pelayanan transportasi berbasis online (on line) sangat dibutuhkan saat ini, selain praktis juga dapat membantu mengurangi kemacetan yang tidak terkendali,” tulis Frico dalam petisinya. Ubah.org.
Jika Anda setuju dan ingin mendukung petisi ini, Anda dapat klik di sini Di Sini.
Menurut Frico, alasan ojek dan taksi dilarang on line Pasalnya, karena tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan umum, maka ojek tradisional juga harus dilarang.
“Sejak dulu, mereka belum memenuhi persyaratan sebagai angkutan umum,” tambahnya.
Selain petisi, penolakan juga terjadi di media sosial. Bahkan mantan Wakil Presiden Indonesia Boediono juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Menteri Perhubungan tersebut.
Pak Jonan, beri waktu kepada Gojek dll untuk berorganisasi. Jangan sampai dilarang. Itu adalah suara orang tua. Salam.
— boediono (@boediono) 18 Desember 2015
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mempertanyakan keputusan Jonan dan berjanji akan memanggil menteri.
Saya segera menelepon Menteri Perhubungan. Masyarakat membutuhkan ojek. Jangan mempersulit aturan orang. Harus diatur -Jkw
– Joko Widodo (@jokowi) 18 Desember 2015
Tagar #SaveGojek pun meraih popularitas Topik populer Twitter pada Jumat, 18 Desember yang juga disusul dengan #SaveGrabBike dan #SaveUber.
Naik taksi warna biru tidak mudah dikantong, ojek di pangkalan Serem, Metromini/Kopaja buru-buru. Oh Pak Menteri 🙁 #savegojek #saveuber
— Raudhatul Syauvi (@R_Syauvi) 18 Desember 2015
Anda melarang transportasi yang lebih baik tetapi membiarkan transportasi yang buruk bekerja??? Bodoh!! #savegojek #savegrabtaxi #saveuber
— marcella lumowa (@misslumowa) 18 Desember 2015
Rokok yang jelas bisa mematikan masih beredar, ojek yang banyak manfaatnya dilarang #SaveGojek pic.twitter.com/07Ml29pkgE
— izal (@izal_ajah) 18 Desember 2015
Transportasi umum yang aman, tertib, bahkan nyaman menjadi dambaan, semoga ada solusinya #SaveGojek #SimpanUber
— RayNia (@Ray_Nia) 18 Desember 2015
Jika sektor swasta dapat memberikan layanan yang jauh lebih baik daripada negara, maka negara harus memfasilitasi hal ini, bukan menghalanginya. #SaveGojek
— Glenn Djangkar (@GlennDjangkar) 18 Desember 2015
Sejauh yang aku tahu #GoJek dan layanan serupa lainnya memberikan solusi transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. #SaveGoJek (1)
— Yuda Putra Pratama (@yppratama) 18 Desember 2015
Puluhan tahun ojek basic jalan tapi nihil, kenapa sekarang ojek online jadi masalah? Online membuat segalanya lebih mudah dan lebih terekam #SaveGojek
— Haykal Kamil (@haykalkamil) 17 Desember 2015
Jonan tidak menawarkan solusi adil, malah menghambat kerja dan rejeki masyarakat #SaveGojek #SimpanGrabBike
– DKCR (@DenKencreng) 17 Desember 2015
Salah satu pegawai swasta, Gloria Kezia, kerap menggunakan fasilitas taksi on linemengatakan bahwa keputusan ini tidak masuk akal.
“Itu benar, pemerintah. Mengapa mendesah Sungguh? Sangat membantu masyarakat yang tidak mempunyai uang untuk naik taksi, sedangkan yang lebih murah tidak memiliki fasilitas yang memadai. Kalau mau nyaman harus mahal, kenapa ada alternatif, kenapa dilarang?” kata Gloria kesal.
Sedangkan menurut salah satu pengguna setia ojek on line, Dara Alia, larangan itu hanya gertakan biasa.
“Sayang, paling-paling hanya ‘gertakan’ saja. Jika tidak ada aturan, buatlah, bukan melarangnya. Bukankah itu tugas kementerian?” kata pegawai sebuah perusahaan swasta di Jakarta.—Rappler.com
BACA JUGA: