• October 13, 2024
Obama Memanfaatkan KTT AS-ASEAN untuk Melawan Tiongkok?

Obama Memanfaatkan KTT AS-ASEAN untuk Melawan Tiongkok?

China dinilai tidak mematuhi hukum internasional karena terus melakukan pembangunan di wilayah sengketa di Laut China Selatan

JAKARTA, Indonesia – Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengundang para pemimpin 10 negara anggota ASEAN peternakan Senin, 15 Februari di kawasan Sunnyland, California.

Pertemuan yang diberi nama KTT AS-ASEAN itu diduga menjadi landasan Negeri Paman Sam untuk terus memberikan tekanan kepada China dalam sengketa pertanahan di Laut China Selatan (LTS).

Selain itu, Tiongkok telah membangun landasan militer di wilayah sengketa. KTT ini juga dimaksudkan sebagai kesempatan untuk menunjukkan realisasi kebijakan Obama yang berfokus pada Asia, terutama sebelum ia meninggalkan Gedung Putih pada bulan Januari 2017.

“Kami akan melanjutkan kerja sama kami dengan mitra-mitra ASEAN dalam isu-isu yang dapat diatasi bersama,” kata penasihat keamanan nasional Obama, Susan Rice.

Rice melanjutkan bahwa AS secara konsisten menekankan komitmen yang diungkapkan terhadap solusi damai, kebebasan perdagangan dan navigasi, supremasi hukum, dan perlunya penyelesaian sengketa melalui jalur hukum damai.

Upaya mobilisasi kekuatan ini semakin terlihat ketika para pemimpin ASEAN akan membahas pernyataan bersama mengenai isu LTS.

Pernyataan inilah yang nantinya menjadi kunci keputusan Pengadilan Arbitrase PBB atas klaim Tiongkok di wilayah sengketa yang dikenal sebagai “sembilan garis putus-putus”.

Pada bulan April atau Mei, pengadilan akan memutuskan apakah klaim Tiongkok memiliki kekuatan hukum.

Selama ini Tiongkok diketahui menolak mengakui keberadaan pengadilan tersebut, sehingga AS berharap pernyataan bersama yang dikeluarkan 10 pemimpin ASEAN dapat memberikan tekanan lebih besar kepada Tiongkok.

Namun apakah cara itu akan berhasil?

Menurut pengamat dari Center for Strategic and International Studies, Ernest Bower, AS berharap China akan mematuhi hasil pengadilan tersebut. Pasalnya negara di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping pasti tidak ingin negaranya terisolasi karena melanggar hukum internasional.

Strategi Tiongkok

Namun, Tiongkok mempunyai strategi khusus untuk meredam kritik atas sikap agresifnya dalam melakukan reklamasi di wilayah sengketa.

Menurut informasi dari otoritas AS dan negara anggota ASEAN, Beijing menggunakan strategi di bidang diplomasi dan ekonomi.

Para pejabat mengatakan Kamboja dan Laos – dua negara anggota ASEAN yang tidak mengklaim berada di Laut Cina Selatan – mendapat tekanan dari Tiongkok. Kedua negara ini menjadi tujuan derasnya arus investasi Tiongkok.

“Pesannya: Ikutilah keinginan mereka. Tiongkok sepertinya punya pengaruh,” kata seorang diplomat Asia Timur.

Namun, tekanan perlahan beralih ke Tiongkok. Pasalnya negara-negara anggota ASEAN sebenarnya sudah mulai berpaling ke Negeri Paman Sam. Inilah yang coba dieksploitasi Obama pada pertemuan puncak di Sunnylands.

Contoh konkritnya, negara yang relatif muda di ASEAN, Myanmar, mulai membuka jalan untuk mendorong hubungan yang lebih baik dengan Washington. Padahal, dulu junta militer Myanmar banyak dipengaruhi oleh Beijing. Namun, mereka khawatir akan bergantung pada Tiongkok.

Vietnam juga menunjukkan hal serupa. Perdana Menteri Nguyen Tan Dung juga hadir setelah sebelumnya membatalkan kehadirannya karena perebutan kekuasaan di dalam Partai Komunis yang berkuasa.

Hukum internasional dihormati

Lantas di mana posisi Indonesia dalam sengketa LTS?

Diketahui, Indonesia tidak termasuk ke dalam negara tersebut penuntut di kawasan LTS. Namun dalam pernyataan yang disampaikan saat makan malam dengan para pemimpin ASEAN, Jokowi mengatakan Indonesia ingin berkontribusi terhadap perdamaian dan stabilitas di LTS.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menekankan bahwa hukum internasional harus dihormati dan perebutan kekuasaan yang besar harus dicegah, kata Jokowi seperti dikutip dalam keterangan tertulis Staf Komunikasi Presiden Ari Dwipayana, Selasa.

Jokowi juga menegaskan bahwa Declaration of Conduct (DOC) yang dibuat telah dilaksanakan secara utuh dan efektif. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menegaskan agar Code of Conduct (COC) segera diselesaikan.

Presiden juga menekankan pentingnya semua pihak menghentikan kegiatan yang dapat memprovokasi dan meningkatkan ketegangan, kata Ari. —Dengan laporan oleh AFP/Rappler.com

BACA JUGA: