• October 11, 2024

(OPINI) EDSA dan pelajaran sejarah hari ini

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

‘Kerentanan kaum muda untuk mencari ‘fakta alternatif’ dan menciptakan rasa nostalgia akan masa-masa keemasan Darurat Militer adalah kegagalan kolektif institusi politik, sosial, dan pedagogi kita’

Tuduhan umum – meskipun mungkin adil – terhadap orang-orang seperti saya yang lahir setelah tahun 1986 adalah cara kita berhubungan dengan kenangan Darurat Militer dan revolusi EDSA. Dengan media sosial sebagai ajang pertarungan suara, khususnya di kalangan generasi muda, opini-opini yang berlawanan semakin menguat dibandingkan sebelumnya.

Namun opini bukanlah satu-satunya hal yang dinegosiasikan secara online di era pasca-EDSA: fakta sejarah juga kabur dan terdistorsi.

Revisionisme sejarah sebagai sebuah gejala

Revisionisme sejarah dan disintegrasi konsensus sebelumnya mengenai penilaian nilai masyarakat terhadap Darurat Militer dan revolusi EDSA tidak memiliki penyebab tunggal. Bertahannya politik tradisional dan kegagalan memenuhi janji pemulihan demokrasi hanyalah sebagian dari penyebabnya.

Kerentanan kaum muda untuk mencari “fakta alternatif” dan menciptakan rasa nostalgia akan masa-masa keemasan Darurat Militer adalah kegagalan kolektif lembaga-lembaga politik, sosial, dan pedagogi kita. Harus diakui, narasi EDSA yang diromantiskan dan membosankan – yang terkadang mengaburkan sejarah rumit di baliknya – juga telah mengasingkan sebagian masyarakat Filipina.

Konsekuensi dari revisionisme sejarah sangatlah buruk. Konstitusi tahun 1987, warisan utama kebangkitan Filipina dari kediktatoran, kini berada dalam sorotan dan tantangan yang intens. Meski bukan dokumen yang sempurna, dokumen ini merupakan hasil pertimbangan demokratis dan respons terhadap pembelajaran sejarah.

Untuk mengatasi revisionisme sejarah, penting untuk memahami bahwa ingatan sosial adalah fungsi dari kekuasaan. Ketika kita melihat bahwa kekuasaan (dan ketidakberdayaan) memperkuat sejarah, kita dapat memahami ketertarikan masyarakat saat ini untuk mencari narasi alternatif untuk menjelaskan keadaan masyarakat.

EDSA seperti masa lalu, EDSA sebagai janji

Meskipun evolusi sosial tidak bisa dihindari, fakta sejarah harus tetap menjaga integritasnya. Lalu bagaimana kita mendidik generasi muda untuk menghargai masa lalu dan menyadari kaitannya langsung dengan masa kini dan masa depan?

Kami berinvestasi dalam cerita dan narasi pribadi. Pada saat yang sama, kami memperkuat institusi kami untuk menahan serangan kebohongan dan revisionisme.

Undang-undang kita menyediakan infrastruktur untuk mengingat. Saat ini, kita mempunyai mekanisme pengakuan dan restitusi melalui Undang-Undang Republik No. 10368, yang diberlakukan untuk memberikan ganti rugi kepada korban Darurat Militer. Berdasarkan undang-undang yang sama, Komisi Peringatan juga akan melakukan pekerjaan memulihkan dan melestarikan sejarah selama Darurat Militer.

Tanggapan hukum terhadap distorsi fakta sejarah hanyalah permulaan. Pada akhirnya, jawabannya adalah sosial dan budaya. Ketika kita berkata “tidak akan lagi”kita harus menangis untuk menghormati dan mengenang dan pada saat yang sama mengungkapkannya dalam menepati janji.

Sejarah bukanlah objek statis yang hanya berupa kenangan: sejarah hidup dan bernafas melalui masyarakat. EDSA dan People Power bukan sekedar peninggalan sejarah kita sebagai masyarakat.

Revolusi tahun 1986 harus menjadi revolusi yang berkelanjutan di zaman kita. —Rappler.com

Ross Tugade adalah pengacara di Dewan Klaim Korban Hak Asasi Manusia, badan kuasi-yudisial yang dibentuk oleh RA No. 10368. Pendapat yang dikemukakan di sini adalah pendapatnya sendiri.

Result SGP