Ormas PAS menolak meminta maaf kepada panitia KKR Natal Bandung
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia – Kasus dugaan pembubaran Kebaktian Kebangkitan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, oleh organisasi masyarakat Pembela Ahlul Sunnah (PAS) terus terungkap.
Pemerintah Kota Bandung menjatuhkan sanksi kepada PAS dengan mengacu pada UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang salah satu pasalnya berbunyi: “Ormas dilarang menyebarkan rasa permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan.” Sanksi diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap persuasi dan tahap larangan organisasi.
Untuk tahap persuasi, ormas PAS diharapkan memberikan surat permintaan maaf kepada panitia KKR dalam waktu 7 hari. Jika tidak dilakukan, Pemkot Bandung akan melarang ormas PAS beraktivitas di wilayah hukum Kota Bandung.
(BACA: Kronologi Dibubarkannya Ibadah Natal di Sabuga Bandung)
Menanggapi sanksi tersebut, Ketua PAS Muhammad Roinul Balad dengan tegas menyatakan pihaknya tidak akan meminta maaf. Posisi ini diambil atas dasar bahwa organisasi tidak merasa melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan.
“Untuk permintaan maaf kami kepada KKR, Insya Allah tidak akan kami laksanakan. Sampai saat ini kami tidak merasa ada kesalahan apapun. Padahal yang kami minta adalah panitia KKR untuk memperjelas hal ini kepada kami, kata Roin saat konferensi pers di Aula Masjid Istoqamah, Jalan Citarum, Kota Bandung, Minggu sore, 11 Desember.
Dengan keputusan tersebut, Roin mengaku siap menghadapi sanksi selanjutnya berupa larangan kegiatan ormas PAS di Kota Bandung.
“Kita lihat saja nanti. “Kami juga sudah punya kuasa hukum dan sudah kami diskusikan dengan kuasa hukum,” kata Roin menyayangkan pihaknya tidak pernah dimintai penjelasan oleh Pemkot Bandung.
Kuasa hukum PAS, Farhat, mengatakan kliennya tak mau terikat dengan kewajiban meminta maaf kepada KKR. Jika ia meminta maaf, lanjut Farhat, tindakan tersebut justru menguatkan anggapan kliennya melakukan kesalahan.
“Saat kami meminta maaf, kami mengakui kesalahan kami. Dan akan semakin menuduh kami sebagai pelaku pembubaran tersebut. Sementara kami menolak (tuduhan) pembubaran KKR, kata Farhat yang hadir dalam acara yang sama.
Dia menjelaskan, kliennya tidak membubarkan kegiatan KKR seperti yang diklaim. Yang dilakukan kliennya, kata dia, adalah mengingatkan Panitia KKR bahwa jadwal ibadah telah habis, yakni hingga pukul 16.00 WIB sesuai kesepakatan dengan Kesbangpol Kota Bandung.
(BACA: Panitia KKR Natal Bandung 2016 mengaku mendapat izin dari polisi)
Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan Walikota Bandung sebelumnya, Ridwan Kamil yang mengatakan: “Panitia KKR sepakat bahwa kegiatan ibadah di Sabuga hanya akan berlangsung pada siang hari dan berhasil dilaksanakan pada pukul 13.00 – 16.00 WIB. 00:00 WIB.”
Keputusan tersebut disetujui oleh Komite KKR sebagaimana tertuang dalam surat pernyataan tertanggal 6 Desember 2016 yang ditandatangani oleh Ketua Komite KKR, Arief Tamara. Surat tersebut juga telah ditandatangani Polrestabes Bandung dan Kesbangpol Kota Bandung. Dalam surat tersebut juga disepakati bahwa kegiatan KKR malam harinya akan dipindahkan ke lokasi lain.
“Sebaliknya, PAS lah yang mengawal izin Wali Kota untuk mengadakan acara tersebut hingga pukul 16.00,” kata Farhat.
9 poin penting
Sanksi yang diberikan Pemerintah Kota Bandung kepada ormas PAS diputuskan berdasarkan pertemuan dan kesepakatan antara Pemerintah Kota Bandung dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Majelis Organisasi Islam. (FSOI), Kementerian Agama Kota Bandung, Tokoh Masyarakat Kristen, Kementerian Agama Jawa Barat, Polrestabes Bandung dan Kejaksaan Kota Bandung pada 8 Desember serta hasil pertemuan antara Pemkot Bandung dan Komnas HAM pada 9 Desember , 2016.
Rapat-rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:
1. Kegiatan ibadah keagamaan tidak memerlukan izin resmi dari instansi pemerintah, cukup surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian.
2. Kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung-gedung umum, sepanjang bersifat insidentil. Keputusan Menteri 2 Tahun 2006 hanya sebatas tata cara pengurusan izin pembangunan gedung ibadah tetap/sementara.
3. Kelompok masyarakat sipil tidak boleh membatasi, menghalangi, memperagakan atau menimbulkan gangguan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sah karena melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan ancaman pidana penjara badan paling lama 1 tahun 4 bulan.
4. Kehadiran fisik di musala KKR oleh sekelompok warga yang tergabung dalam ormas PAS pada tanggal 6 Desember merupakan pelanggaran KUHP. Yang terburuk, satu-satunya orang yang mempunyai hak untuk menghentikan kegiatan keagamaan karena alasan yang sah adalah pejabat pemerintah, bukan kelompok masyarakat sipil.
5. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, Ormas dilarang menyebarkan rasa permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung memberikan sanksi kepada PAS dengan 2 tahap sanksi sesuai ketentuan yaitu tahap persuasif dan tahap larangan organisasi.
6. Tahap persuasif: dalam jangka waktu 7 hari, PAS wajib memberikan surat permintaan maaf kepada Panitia KKR dan menyatakan kepada Pemerintah Kota Bandung akan menaati seluruh peraturan perundang-undangan dalam menjalankan kegiatan sebagai ormas di lingkungan yurisdiksi negara Indonesia.
7. Apabila PAS menolak memberikan surat pernyataan, maka Pemerintah Kota Bandung yang sah berdasarkan Undang-Undang 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan akan mengeluarkan larangan kegiatan di wilayah hukum Kota Bandung kepada Ormas PAS.
8. Sesuai rekomendasi Komnas HAM, aspek dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan PAS terkait situasi tersebut harus dilakukan kepolisian secepat dan sebaik-baiknya.
9. Meminta MUI, FKUB dan FSOI memperkuat forum dialog antar umat beragama di Kota Bandung.
Ridwan Kamil: Ancaman toleransi di Bandung harus dilawan
Sembilan poin keputusan tersebut seolah membuktikan pernyataan Ridwan Kamil bahwa siapa pun yang merusak keberagaman dan toleransi di wilayahnya harus ditentang.
“Siapapun yang berniat menghancurkan keberagaman dan toleransi serta berniat menularkan perbedaan dengan melanggar hukum, hal ini harus ditentang bersama oleh masyarakat dan sistem ketatanegaraan di Indonesia, khususnya di Kota Bandung,” kata Ridwan dalam konferensi pers di Kota Bandung. Aula, Jalan Dalem Kaum, Jumat 9 Desember.
(BACA: Ridwan Kamil Ancam Bekukan Ormas yang Bertanggung Jawab Membubarkan Ibadah Natal)
Hasil keputusan tersebut kini masih diproses lebih lanjut oleh Pemkot Bandung, termasuk poin mengenai sanksi terhadap PAS. Kepala Badan Kewaspadaan Nasional Kesbangpol Kota Bandung Iwan Hernawan mengatakan, secara teknis pemberitahuan sanksi kepada ormas PAS diproses bersama pihak terkait lainnya.
Khusus poin 5, 6, dan 7, teknis prosedurnya dibuat bersama dengan bagian hukum Pemkot Bandung dan unsur terkait lainnya, kata Iwan saat dihubungi Rappler, Sabtu, 10 Desember.
MUI Bandung: Cukup Ridwan Kamil meminta maaf
Sementara itu, Ketua MUI Kota Bandung Bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembinaan Mualaf Cecep Sudirman Anshary membantah pihaknya terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kasus KKR.
Ia mengaku tidak diundang atau dilibatkan dalam pertemuan yang membahas kejadian tersebut. Padahal sebagai kepala bidang kerukunan umat beragama ia sangat berkepentingan untuk menyelesaikan masalah yang bernuansa SARA.
“Ini bidang saya, dan saya belum pernah mendapat undangan pada Kamis malam (8 Desember). Sama sekali tidak ada yang (diundang) dan tidak diajak bicara. Bagi perwakilan MUI lainnya, Tuhan memberkati (hadir atau tidak),” kata Cecep yang hadir dalam konferensi pers ormas PAS, Minggu.
(BACA: Pemkot Bandung Minta Maaf Karena Dihentikannya Pelayanan di Gedung Sabuga)
Menanggapi sanksi yang diberikan kepada PAS, Cecep mengatakan prosedur permintaan maaf harus jelas apa dan apa kesalahannya. Sebab, PAS sendiri membantah membubarkan kegiatan KKR. Menurutnya, Ridwan Kamil yang dianggapnya sebagai bapak warga Kota Bandung sudah cukup memberikan permintaan maaf.
“Kalau memang Ridwan Kamil sebagai Wali Kota dengan wajar meminta maaf (melakukan) permintaan maaf, tapi jangan ganggu PAS, ganggu operasional kami, kami harus minta maaf. Lalu kalau KKR tidak memaafkan, bagaimana? Padahal seharusnya merekalah yang meminta maaf kepada kami, kata Cecep. —Rappler.com