Ormas tertentu tidak terima Pulau Buru disiarkan
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Alasan pelarangan pemutaran film awalnya karena ancaman ormas, kemudian berubah menjadi izin.
JAKARTA, Indonesia—Penayangan film Pulau Buru Tanah Air Beta karya Rahung Nasution di Goethe Institute, Menteng, dibatalkan hari ini, Rabu, 16 Maret. Alasan pembatalan karena informasi dari kepolisian menyebutkan ada ancaman dari organisasi masyarakat tertentu.
“Tadi malam Goethe Haus bilang ada intelijen dari Polsek Menteng yang meminta kami batalkan karena ada ormas yang akan protes,” kata Rahung kepada Rappler saat ditemui di Goethe Haus.
Hingga Selasa malam 15 Maret, panitia dan Goethe Haus masih menyetujui penayangan film tersebut, sehingga belum ada kabar pembatalan.
“Tapi tadi pagi produser saya Wishnu (Yonar) dipanggil polisi untuk meminta pembatalan karena izin. Kalau kemarin ormas, sekarang soal izin. Kalaupun ada pemberitahuan, sudah ada stempelnya, katanya.
Berikut surat yang dimaksud:
Rahung melanjutkan, pihak Goethe akhirnya sepakat untuk menunda. “Menurut Goethe, mereka tidak takut dengan ancaman, mereka selalu memberikan ruang untuk pemutaran film, tidak pernah ada sensor dalam konten,” ujarnya.
Alasan Goethe juga karena jam pemutaran film bertepatan dengan waktu belajar siswa. “Pada pukul 05.00 sore biasanya banyak anak yang berangkat sekolah,” ujarnya.
Rahung: ini ancaman terhadap kebebasan
//
#Breakingnews Wawancara Rahung Nasution Pemutaran Film Pulau Buru Dibatalkan Hari Ini, Kenapa? Saksikan: Laporan untuk Rappler Indonesia
Diposting oleh Febriana Firdaus pada hari Selasa, 15 Maret 2016
Rahung mengatakan, alasan pelarangan penayangan film tersebut awalnya karena adanya ancaman dari ormas, kemudian diubah menjadi izin.
Terkait ancaman dari kelompok tertentu, Rahung mengatakan hal itu bukan sekadar ancaman terhadap dirinya secara pribadi.
“Hal ini juga menjadi ancaman bagi kelompok lain yang juga ingin mempromosikan kebebasan yang berbeda dari sudut pandang mereka,” ujarnya.
“Tidak masuk akal, masyarakat yang mengancam kebebasan diberi tempat, sedangkan masyarakat pencari keadilan tidak diberi tempat,” ujarnya.
Proyek untuk teman lama
Rahung bercerita kepada Rappler bahwa karyanya terinspirasi dari teman lama Hesri Setiawan.
Hesri merupakan mantan pejabat politik di Pulau Buru dan juga seorang penulis buku Memoar Pulau Buru. Ia baru saja menerima penghargaan dari Universitas Gadjah Mada pada Jumat, 11 Maret sebagai “Inspirasi perjuangan hak asasi manusia bagi generasi muda”.
Penghargaan diserahkan langsung kepada Hesri oleh Dekan FISIP UGM Erwan Purwanto, disaksikan oleh Kepala Pusat Kajian Kepemudaan (YOUSURE) FISIP UGM Najib Azca dan Dirjen Kebudayaan FISIP UGM. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid.
Saat pertama kali bertemu Hesri di Timor Leste pada tahun 2004, Rahung mengaku terinspirasi dari cerita mantan tahanan politik tersebut.
Ia kemudian mendapat ide untuk membuat sebuah karya yang menceritakan kisah Hesri. Ide ini ia simpan hingga ia pindah dari Singapura ke Jakarta.
Saat bekerja di Singapura, ia juga bertemu dengan artis Dolorosa Sinaga dan beberapa rekan lainnya. Teman-teman senimannya pun berpesan agar Rahung segera merealisasikan idenya, mengingat tragedi pembantaian massal tersebut akan menginjak usia 50 tahun pada tahun 1965.
Rahung menyetujuinya dan memulai proyek tersebut pada Februari 2015. Tema yang diangkat adalah tentang seorang Hesri yang ingin berziarah ke makam temannya yang juga ditahan di Pulau Buru. “Temannya meninggal mengenaskan saat ditahan di Pulau Buru,” ujarnya.
Film ini dibiayai dari kontribusi rekan-rekannya, termasuk dari kantong pribadi. Hingga bisa selesai pada bulan ini, dan rencananya tayang perdana hari ini di Goethe Haus. —Rappler.com
BACA JUGA: