Pada sidang KTP elektronik kedua, KPK akan menghadirkan 8 orang saksi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Pemeriksaan saksi selama persidangan akan dilakukan selama 90 hari kerja.
JAKARTA, Indonesia – Kasus mega korupsi pengadaan KTP Elektronik (KTP-E) akan memasuki sidang kedua pada Kamis, 16 Maret. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan delapan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Karena tidak ada pengecualian dari terdakwa, rencananya kami akan menghadirkan delapan orang saksi pada sidang kedua. Namun, kami belum bisa memanggil namanya,” kata Juru Bicara KPK Febri Dianysah, Rabu, 15 Maret di Jakarta.
Dia mengatakan berdasarkan koordinasi yang dilakukan KPK, pemeriksaan saksi akan dilakukan dalam waktu 90 hari kerja ke depan.
Jadi, dalam waktu 90 hari kerja ke depan sejak pembacaan dakwaan, total kami akan menghadirkan 133 saksi dalam persidangan, ujarnya.
Menurut dia, KPK akan mendalami berbagai fakta yang terungkap dalam dakwaan dan keterangan lainnya yang diharapkan selesai dalam waktu 90 hari kerja. Selain itu, KPK juga melarang lima orang yang terlibat kasus pidana korupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun ke luar negeri.
Febri menjelaskan, pada akhir September 2016, KPK mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) selama enam bulan sejak tanggal penyerahan.
Selain dua tersangka yang kami minta dihentikan, kami juga meminta tiga orang lainnya yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana, dan Andi Agustinus, ujarnya.
Para saksi tentu saja dicegah karena keterangannya diperlukan saat pemeriksaan berlangsung. Isnu Edhi Wijaya dikenal sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara Indonesia (Peruri), Anang Sugiana sebagai Direktur Utama PT Quadra Solution, dan Andi Agustinus sebagai pemasok barang atau jasa Kementerian Dalam Negeri.
Proyek pengadaan KTP Elektronik yang diluncurkan Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011 menganggarkan Rp 5,9 triliun. Namun sebanyak Rp 2,3 triliun justru mengalir ke banyak pihak, mulai dari anggota DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri hingga pengusaha. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com
Baca laporan khusus Rappler tentang mega korupsi KTP elektronik