Pada sidang pertama, jaksa menuduh Obby Kogoya melakukan perlawanan terhadap Polda Yogyakarta
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Tim kuasa hukum Obby Kogoya keberatan dengan tuduhan jaksa dan akan mengajukan eksepsi.
YOGYAKARTA, Indonesia – Pengadilan Negeri Yogyakarta menggelar sidang perdana pada Senin, 21 Maret, dengan terdakwa Obby Kogoya, pelajar asal Papua. Obby yang merupakan mahasiswa Universitas Respati Yogyakarta ditangkap saat pengepungan asrama di Jalan Kusumanegara pada 2016.
Di hadapan Ketua Hakim Wiwik Dwi Wisuningdyah, Jaksa Penuntut Umum menuduh Obby melawan polisi yang sedang bertugas. Akibat kejadian itu, dua personel polisi terluka. Iptu Ronny Prasadana mengalami luka saat tidur dan Brigadir Priambodo Rochman mengalami luka lecet pada telapak tangan kiri.
Jaksa Iswahyudi menjelaskan, penangkapan yang dilakukan personel polisi bermula saat salah satu anggotanya, Yoga Wahyu Permadi, menghentikan sepeda motor yang melintas. Obby yang diketahui sebagai sopir diduga melanggar peraturan lalu lintas.
“Tidak memakai helm,” kata Iswahyudi, Selasa lalu, di hadapan Majelis Hakim.
Jaksa menjerat Obby dengan pasal 213, 212, dan 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan tiga pasal dakwaan, Obby terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Sedangkan Obby yang hadir dalam persidangan didampingi pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Dalam persidangan, mereka menolak dakwaan jaksa terhadap kliennya.
“Kami keberatan dan akan mengajukan eksepsi,” kata salah satu kuasa hukum, Yogi Zul Fadli.
Ketua hakim Wiwik menyatakan akan melanjutkan sidang pada Senin pagi, 27 Maret.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Obby lainnya, Emmanuel Gobay, di luar sidang mengatakan tuduhan jaksa tidak benar.
Padahal, Obby menjadi korban kekerasan polisi,” ujarnya.
Obby ditangkap pada 15 Juli 2016 bersama beberapa mahasiswa asal Papua. Mereka ditangkap saat memasuki kediaman Papua.
Sebuah “Aksi Persatuan Rakyat” berlangsung di kediaman tersebut untuk mendukung KTT Melanesia Spearhead Group di Honiara, Kepulauan Solomon pada 14-16 Juli 2016.
Beberapa mahasiswa yang ditangkap polisi akhirnya dibebaskan. Sementara Obby malah ditetapkan sebagai tersangka.
Obby mengajukan permohonan praperadilan pada Agustus 2016 di Pengadilan Negeri Sleman. Sebab, banyak kejanggalan dalam proses penetapan Obby sebagai tersangka. Sayangnya, gugatan tersebut gagal.
Gobay menilai banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Salah satunya adalah proses hukum panjang yang dialami kliennya. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Juli 2016, namun sidang pertama baru digelar pada Maret 2017.
“Ada apa? Kenapa lama sekali prosesnya,” kata Gobay.
Diwarnai oleh protes
Sementara itu, sekitar 25 orang Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan Aliansi Mahasiswa Papua berunjuk rasa di halaman gedung PN Yogyakarta usai sidang. Mereka menyatakan dukungannya terhadap Obby dengan meneriakkan “Obby Gratis”.
Sidang pertama pada Selasa ini juga diwarnai protes dari LBH Yogyakarta terhadap sistem keamanan. Di dalam ruang sidang terlihat barisan polisi bersenjata berdiri di belakang kursi pengunjung. Menurut Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, seharusnya polisi bersenjata tidak boleh masuk ke ruang sidang. Karena itu, dia meminta agar ruang sidang disterilkan dari personel kepolisian.
Aksi serupa juga dilakukan LBH Yogyakarta saat sidang pendahuluan digelar di Pengadilan Negeri Sleman pada Agustus 2016. Selain memperbolehkan anggota polisi bersenjata masuk, mereka juga memasang detektor logam untuk memeriksa barang-barang pengunjung pengadilan. – Rappler.com