Paket kebijakan ekonomi jilid XI menggerakkan sektor riil
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Pada Selasa, 29 Maret, pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid XI. Salah satu yang mendapat perhatian adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berorientasi ekspor.
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) memuji kebijakan ini. “Sangat perlu untuk menggerakkan sektor riil padat karya yang berbasis ekspor,” kata Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta kepada Rappler, Rabu, 30 Maret.
Berdasarkan Arifmampukah kebijakan Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE) mengatasi beberapa kendala yang menghantui para eksportir UMKM, antara lain permasalahan pembiayaan, kapasitas sumber daya manusia, pemasaran, dan kepatuhan terhadap standar perdagangan internasional yang ketat.
Dalam poin-poin kebijakannya mengatur:
1) Memberikan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terintegrasi untuk modal kerja (Kredit Modal Kerja Ekspor/KMKE) dan investasi (Kredit Investasi Ekspor/KIE) bagi UMKM.
2) Penyaluran pembiayaan kepada UMKM berorientasi ekspor (UMKM Ekspor), dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI (Indonesia Eximbank).
3) Menetapkan tingkat bunga sebesar 9 persen (tanpa subsidi).
4) Menentukan batas maksimum pembiayaan yang dapat diberikan. Untuk KURBE Mikro: plafon maksimal Rp5 miliar; KURBE Kecil: plafon maksimal Rp 25 miliar; KURBE Sedang: plafon maksimal Rp 50 miliar.
5) Jangka waktu KURBE paling lama 3 tahun untuk KMKE dan/atau 5 tahun untuk KIE.
Oleh karena itu, sangat jelas bahwa tujuan dan manfaat KURBE adalah memberikan stimulus kepada UMKM untuk meningkatkan ekspor nasional, meningkatkan daya saing produk ekspor UMKM berbasis kerakyatan, dan mampu meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk ekspor. ,” kata Arif, yang juga menjabat sebagai anggota Dewan. Direktur pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Perpendek ‘waktu tinggal’
Pemerintah juga menyebutkan percepatan pelayanan kegiatan impor dan ekspor.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha, efisiensi waktu dan biaya perizinan, serta mengurangi waktu tinggal dengan meningkatkan efektivitas pengawasan melalui manajemen risiko terintegrasi antar kementerian dan lembaga terkait.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menargetkan tahun 2017 waktu tinggal Indonesia hanya 3,5 hari.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengungkapkan keraguannya.
“Masalah waktu tinggal Solusi ini belum tuntas karena obat yang digunakan selama ini salah. “Padahal obat yang tepat sudah berkali-kali disarankan dari dunia usaha,” kata Zaldy.
Di antara poin-poin yang beliau sebutkan adalah:
1) Lemahnya posisi otoritas pelabuhan (OB) sebagai satu-satunya otoritas di pelabuhan. Hingga saat ini fungsi tersebut masih dilakukan bekerja sama dengan PT Pelindo II. Pihak kedua ini masih mempunyai kewenangan untuk menetapkan aturan atau tarif baru tanpa persetujuan OP.
“Perlu landasan hukum untuk memperkuat OP agar posisinya jelas berada di atas lembaga lain,” kata Zaldy.
2) Peningkatan infrastruktur pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu masuk dan keluar utama. Kondisi masuk dan keluar yang padat rute pergerakan lambat. “Harus ada tindakan pemerintah untuk membagi volume impor dengan pelabuhan lain,” ujarnya.
3) Fokus pada percepatan proses penyaluran fisik wadah dari jalur prioritas dan jalur hijau. “Itu sudah mencakup 70 persen volume impor. Memperbaiki hal ini harus menjadi prioritas utama. Garis kuning dan merah bisa menyusul, ujarnya.
Zaldy optimistis jika semuanya terlaksana maka target tersebut akan tercapai waktu tinggal pemerintahan bisa tercapai, dan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak perlu lagi memberhentikan menteri-menteri yang dianggap gagal.
“Tidak ada gunanya (pengganti) kalau obatnya tidak tepat dan Pelindo II tidak bisa diatur,” ujarnya.
Perlu indikator keberhasilan yang jelas
Secara terpisah, ekonom Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah harus memberikan indikator yang jelas mengenai keberhasilan paket kebijakan ekonomi tersebut. Jika tidak, hanya akan mengulangi kesalahan paket IX, dengan hasil yang tidak jelas.
“Harus diakui memang ada peningkatan, namun tanpa paket-paket tersebut pertumbuhan tersebut tidak akan tercapai,” kata Enny. Namun langkah tepat yang diambil pemerintah adalah dengan memberikan insentif pada sektor UMKM.
Menurut dia, sektor padat karya menjadi penggerak perekonomian, selain mendorong produksi juga menyerap tenaga kerja. Selain itu, dengan semakin mudahnya penyaluran kredit, maka pertumbuhan sektor ini juga akan tumbuh pesat.
Meski demikian, Enny berharap pemerintah segera menentukan indikator-indikator yang menentukan keberhasilan paket kebijakan ekonomi tersebut. Agar masyarakat juga tahu berhasil atau tidaknya,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA:
Pemerintah memperkenalkan paket kebijakan ekonomi XI