Panglima TNI menegaskan tetap setia kepada pemerintahan Jokowi-JK
- keren989
- 0
“Apapun pendapat masyarakat, saya tidak peduli. Pimpinan saya yang menilai karena yang menunjuk saya adalah Presiden,” kata Gatot.
JAKARTA, Indonesia – Panglima TNI Gatot Nurmantyo membantah anggapan masyarakat yang menyebut dirinya tidak loyal kepada pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla. Bahkan, sejak masuk ke institusi TNI, Gatot dan personel lainnya sudah dilantik menjadi pemimpin tertinggi, NKRI, dan UUD 1945.
Bahkan, ia mengaku sudah berkali-kali menyatakan secara terbuka akan mendukung pemerintahan Jokowi.
“Saya sering melakukan ini, sering (katakan saya akan mendukung pemerintah dan setia kepada pemerintah). Tapi apapun pendapat masyarakat, saya tidak peduli. Bos saya saja yang menilai saya, karena bagaimanapun Presidenlah yang menunjuk saya. “Kalau suatu saat saya dicopot oleh presiden, itu urusannya,” kata Gatot saat diwawancarai TV Kompas dalam acara bertajuk “Bidik Jokowi Lewat Ahok, Laporan Itu Fakta atau Provokasi?” yang akan disiarkan pada Kamis malam, 4 Mei.
Pendapat Gatot tidak loyal terbentuk saat aksi damai digelar pada 2 Desember 2016 di Silang Monas. Saat itu, hanya Gatot yang mengenakan peci berwarna putih, sama seperti yang dikenakan massa aksi pimpinan Ormas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI. Masyarakat mengira Gatot termasuk salah satu pengunjuk rasa yang saat itu menuntut pemerintahan Jokowi bersikap netral dalam kasus persidangan Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.
“Kata kuncinya (yang diberi batasan) adalah saya ingin mengkomunikasikan kepada para pengunjuk rasa bahwa saya juga sama dengan peserta aksi. “Jika terjadi sesuatu, saya bisa menyampaikan ‘ketenangan’ kepada mereka melalui topi dan saya bisa mengendalikannya,” kata jenderal yang kini berusia 57 tahun itu.
Menurutnya, strategi ini disiapkan karena Gatot memahami sifat berani dan nekat yang dimiliki Jokowi. Pasalnya, eks Gubernur DKI itu tetap memilih ikut salat Jumat meski potensi bahaya terpampang di depan matanya.
“Makanya saya rela membawa peci putih dari rumah. “Dalam ilmu kemiliteran, strategi ini merupakan bagian dari psikologi massa,” ujarnya.
Meski masyarakat melihat konsekuensi penerapan strategi tersebut berpihak pada massa aksi, Gatot mengaku tak ingin ambil pusing. Sebab tujuan terpenting dari strategi tersebut adalah mengamankan Presiden sebagai panglima tertinggi.
Cara ini dinilai tidak biasa oleh media internasional. Bahkan, salah satu media internasional menyebut Gatot sulit dikendalikan.
“Memang saya sulit dikendalikan karena yang bisa mengendalikan saya hanyalah Presiden karena itu tanggung jawab saya kepada Presiden. Lainnya ‘Menurutku begitu’“, katanya lagi.
Persepsi masyarakat yang tadinya negatif nampaknya semakin dibenarkan dengan tulisan jurnalis Amerika, Allan Nairn. Dalam artikel yang dimuat di media The Intercept, Nairn menyebut aksi damai yang diyakini masyarakat bertujuan untuk menggulingkan Ahok sebenarnya ditujukan untuk menyasar Jokowi.
Nairn mengatakan, skenario tersebut digulirkan oleh kelompok tertentu yang memiliki koneksi dengan kelompok radikal dan berbagai pihak, salah satunya TNI. Padahal, Gatot merupakan pihak yang menyetujui rencana tersebut.
Namun, Gatot sejak awal menilai tulisan yang menurut Nairn merupakan laporan investigasi itu tak lebih dari sekedar opini dan hoaks. Oleh karena itu, dia memilih untuk tidak menanggapi atau mengambil tindakan hukum terhadap Nairn.
“Jika saya bereaksi, itu berarti saya bodoh. “Kalau orang gila ditentang, kita juga bisa jadi gila,” ujarnya.
Gatot mengaku sudah lama mengamati catatan Nairn sehingga tak perlu khawatir tulisannya akan mempengaruhi opini masyarakat terhadap TNI. Menurut pria yang pernah menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu, tulisan Nairn sempat “berdering” karena dia orang asing yang menyoroti persoalan tersebut. Reaksi masyarakat akan berbeda jika yang menulis adalah jurnalis Indonesia.
Merasa terhina
Dalam acara tersebut, Gatot juga mengungkapkan rasa tersinggungnya saat ditanya tentang adanya makar di balik berbagai aksi protes di Ibu Kota. Baginya, umat Islam tidak mungkin mempunyai niat makar karena mereka adalah bagian dan pelaku sejarah untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
“Saat TNI belum ada, para ulamalah yang menggerakkan santrinya untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan. “Mereka berjuang sekuat tenaga dan berhasil,” kata Gatot.
Jadi tidak masuk akal, kata Gatot, jika umat Islam yang mayoritas merupakan bagian dari sejarah merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia ingin menghancurkan bangsa ini.
“Mustahil. Buktinya aksi 212 dan 411 bisa berjalan damai dan tertib, ujarnya.
Menurutnya, kekhawatiran dan ketakutan masyarakat hanya disebabkan oleh berkembangnya berita bohong. Sebenarnya masyarakat tidak perlu takut karena WNI selalu menjadi kelompok pejuang yang memiliki jiwa patriotik. – Rappler.com