Panitia Komisioner Komnas HAM memastikan calon terpilih bersifat independen
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Panel meminta masukan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, LSM dan masyarakat.
JAKARTA, Indonesia – Panitia seleksi Komisioner Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan 28 calon komisioner yang lolos dalam diskusi panel dan uji publik. Jimly Ashiddique, Ketua Panitia Seleksi (Pansel), memastikan nama-nama yang dipilih independen dan kompeten.
“Kami melakukan diskusi publik, lambung kapal “yang juga dilakukan bersama jaringan lembaga sosial masyarakat dan juga meminta masukan dari lembaga resmi,” kata Jimly pada Selasa, 4 Juli di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Selanjutnya, para kandidat akan mengikuti tes psikologi dan wawancara terbuka pada pertengahan Juli mendatang. Setelah itu calon akan dipersempit menjadi 14 nama untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan.
Jika proses di Pansel rampung, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) akan memilih 7 nama untuk menjadi Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
28 nama yang lolos dalam diskusi panel calon komisioner Komnas HAM. @RapplerID pic.twitter.com/KNQZWQEUbG
— Ursula Florene Sonja (@kuchuls) 4 Juli 2017
Nama-nama yang lolos tahap ini terdiri dari 23 laki-laki dan lima perempuan dengan latar belakang berbeda. Ada pula yang sudah terlibat dalam organisasi hak asasi manusia, seperti Haris Azhar dari Komisi Orang Hilang dan Kekerasan (KontraS), Roichatul Aswidah dan Imdadun Rahmat yang saat ini menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM, dan Human Rights Watch Group. . (HRWG) aktivis Choirul Anam.
Namun tidak sedikit pula yang berasal dari kalangan birokrat pemerintah, peneliti, dosen, hingga purnawirawan TNI.
Pemilihan komisaris kali ini menjadi sorotan publik agar tidak mengulangi kesalahan periode sebelumnya. Berbagai permasalahan seperti penyelewengan anggaran, konflik internal, dan lambatnya respon terhadap laporan membuat investigasi terhadap isu kemanusiaan terhenti.
Koalisi penyelamat Komnas HAM sebelumnya meneliti rekam jejak dan latar belakang calon komisioner tersebut. Mereka menemukan tokoh-tokoh bermasalah yang terindikasi korup, berafiliasi dengan partai politik atau organisasi radikal, dan kurang memiliki pemahaman kompeten mengenai hak asasi manusia.
Hasil penelusuran catatan dan rekomendasi nama-nama yang dianggap mempunyai kapasitas telah disampaikan kepada panel pada Senin 3 Juli. Ya, itu juga termasuk rekomendasi dari koalisi, kata Jimly.
Saat dimintai komentar mengenai 28 nama terpilih, koalisi menyelamatkan Komnas HAM masih menemukan kandidat yang bermasalah.
“Masih ada tiga calon yang berperilaku koruptif, dua calon yang berperilaku tidak adil gender, dan empat calon yang berperilaku intoleransi,” kata Ketua PBHI Totok Yuliyanto melalui pesan tertulis kepada Rappler.
Selain itu, mereka juga menemukan ada dua calon yang terafiliasi dengan partai politik tertentu, serta dua calon yang terkait dengan korporasi bermasalah. Dari segi kompetensi, 25 orang dinyatakan baik, sedangkan 3 orang masih harus memperdalam kompetensinya di bidang HAM.
Berdasarkan hal tersebut, koalisi akan terus mengawal proses seleksi selanjutnya yang akan berlangsung pada pertengahan Juli mendatang. Pansel juga meminta terbuka keterlibatan masyarakat dalam tahap seleksi wawancara, kata Totok.
Menyeimbangkan demokrasi
Dalam kesempatan yang sama, Jimly juga menekankan pentingnya keberadaan Komnas HAM sebagai lembaga independen.
“Negara kita adalah negara demokrasi, namun pada saat yang sama keadilan harus menjadi penyeimbang bagi demokrasi mayoritas. “Komnas HAM adalah tindakan penyeimbang,” ujarnya.
Begitu pula dengan lembaga independen lain di bidang HAM seperti Komnas Anak, Komnas Perempuan yang fokus pada isu-isu tertentu. Ia pun menolak pendapat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang ingin membubarkan Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Fahri, keberadaan lembaga semi negara tersebut tidak diperlukan karena negara sudah mengalami konsolidasi demokrasi yang baik. Dia juga menyebut pembubaran bisa menghemat anggaran negara. —Rappler.com