Pawai Bhinneka Tunggal Ika tidak ada hubungannya dengan kasus Ahok
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Protes besar-besaran yang terjadi pada 4 November rupanya menimbulkan kekhawatiran akan perpecahan di dalam bangsa Indonesia. Apalagi, ratusan ribu massa turun ke jalan menuntut Gubernur nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama segera ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama.
Khawatir akan terjadinya perpecahan, sekelompok masyarakat kemudian melancarkan aksi lain yang bertujuan untuk mengingatkan masyarakat akan keberagaman Indonesia. Mereka mengawali kegiatan yang diberi nama Parade Bhinneka Tunggal Ika dan dilaksanakan pada Sabtu 19 November.
Salah satu penanggung jawab kegiatan, Nong Darol Mahmada mengatakan, aksi akhir pekan ini berbanding terbalik dengan aksi 4 November lalu.
“Acara ini akan dikemas dengan sangat santai dan membahagiakan. Sesuai dengan namanya, acara ini merupakan parade seni dari berbagai daerah di Indonesia, kata Nong saat memberikan siaran pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 17 November.
Nong menjelaskan, sekitar 100 ribu orang akan mengikuti kegiatan tersebut. Penonton akan mengenakan pakaian adat dari berbagai provinsi di Indonesia. Mereka akan berkumpul di Patung Kuda Arjuna di Jalan Medan Merdeka Barat pada pukul 08.00 WIB dan kemudian mulai berjalan menuju Bundaran Hotel Indonesia.
Meski pementasan dilakukan setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka, panitia membantah jika parade tersebut dilakukan sebagai respons atas tindakan polisi. Bahkan, panitia dengan tegas menyatakan tidak akan menonjolkan asal usul atau afiliasi organisasi tersebut. Mereka mengaku akan melebur menjadi bangsa Indonesia.
“Acara kami ini semata-mata untuk mendukung keberagaman dan mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah negara yang penuh dengan perbedaan. “Bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk,” ujarnya lagi seraya meminta masyarakat tidak melakukan provokasi dan menimbulkan ketakutan.
Artis tidak dibayar
Diakui Nong, kegiatan tersebut dilaksanakan kurang dari seminggu. Namun diperkirakan akan ramai. Lalu timbul pertanyaan, darimana mereka mendapatkan dana untuk menyelenggarakan pawai Bhinneka Tunggal Ika?
Nong mengaku tidak menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan tersebut. Namun mereka mendapat sumbangan dari masyarakat masing-masing sekitar Rp100 ribu. Diakuinya, demi transparansi penggunaan dana, panitia siap diaudit.
“Kami mengandalkan dana masing-masing. Panitia hanya memfasilitasi orang-orang yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Padahal, filler tidak dibayar sama sekali, ujarnya.
Wanita yang dikenal bekerja sebagai wakil direktur Freedom Institute ini pun menjelaskan rumor panitia yang rupanya memilih nama beberapa selebriti untuk kegiatan tersebut. Mereka memprotes panitia karena tidak pernah merasa diundang oleh panitia, namun nama mereka dicantumkan sebagai artis.
Nong menegaskan, panitia tidak pernah bermaksud menggunakan nama selebriti dan publik figur seperti yang diberitakan. Nama-nama tersebut tercatat dalam ringkasan pertemuan yang rencananya akan dihubungi dan diundang untuk hadir.
“Pesan yang berisi nama-nama tersebut beredar dengan sangat cepat. “Kami tidak tahu siapa penyebarnya dan bagaimana cara membendungnya, kecuali dengan memperjelas,” ujarnya.
Panitia meminta maaf kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan tersebut. Namun jika para selebritis tersebut tetap ingin mengikuti parade Bhinneka Tunggal Ika, pihak panitia tidak menutup pintu. Nong mengatakan acara ini terbuka bagi siapa saja yang peduli dengan keadaan negara saat ini.
Berbeda pendapat
Persepsi lain yang sering terpatri di benak masyarakat adalah aksi 19 November terkait aksi demo besar-besaran Bela Islam jilid 2 yang digelar pada 4 November. Nong mewakili panitia mencoba menolak pendapat tersebut.
“Seperti yang dikatakan sebelumnya, aksi ini tidak ada hubungannya dengan Ahok, Jokowi, atau aksi 4 November. Meski jarak kejadiannya dekat, tapi tidak ada kaitannya sama sekali, ujarnya.
SAKSI : Keterangan panitia pawai Bhinneka Tunggal Ika : “Acara tanggal 19 November bukan untuk menyaingi aksi tanggal 4 November kemarin”. @RapplerID pic.twitter.com/32ZjPd4OU9
— Santi Dewi (@santidewi888) 17 November 2016
Sementara di tempat yang sama, Nuril Arifin Husein yang ikut serta dalam pawai berpendapat sebaliknya. Pria yang akrab disapa Gus Nuril itu dengan tegas mengatakan, parade Bhinneka Tunggal Ika memang merupakan respon atas aksi 4 November lalu.
“Saya rasa ada (hubungannya dengan aksi 4 November). Karena kalau (koneksi) tidak ada, buat apa saya kesini. Namun aksi ini menjadi pintu gerbang momentum kesadaran berbangsa dan bernegara, kata Gus Nuril.
Pernyataan Gus Nuril justru dibantah panitia: “Yang jelas aksi ini ada hubungannya dengan 4 November lalu.” @RapplerID pic.twitter.com/3CA9etMwOC
— Santi Dewi (@santidewi888) 17 November 2016
Ia mengaku geram melihat keadaan bangsa Indonesia yang lupa jati diri sebagai negara yang menjunjung tinggi keberagaman. Pendidikan mengenai Pancasila sudah tidak lagi diberikan kepada generasi muda, oleh karena itu mereka hanya mengandalkan kecerdasan otaknya dan melupakan pelajaran berharga terkait humaniora.
“Jadi yang terekam di benak anak cucu kita, karena Kristen itu dari Eropa, penampilan kita seperti orang Eropa, karena Hindu itu dari China atau India, seolah-olah kita seperti orang India, karena Budha itu dari China, itu seolah-olah kita semua seperti orang China, karena Islam itu dari Arab, kita semua orang Arab. Nah, kita harus jujur, sebenarnya kita berasal dari negara mana? tanya Gus Nuril.
Oleh karena itu, ia berharap parade Bhinneka Tunggal Ika dapat menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia yang majemuk masih ada.
De-eskalasi politik
Parade Bhinneka Tunggal Ika digelar di tengah rumor akan ada lanjutan dari Bela Islam yang akan digelar pada 25 November. Ada kekhawatiran acara yang digelar akhir pekan depan akan memancing kelompok lain untuk kembali turun ke jalan.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito menilai semua pihak harus mengendalikan diri dan tidak terjebak dalam ketegangan yang berkepanjangan.
“Ketegangan politik harus dikurangi. Nah, kalau aksinya ada mobilisasi (massa) pada 4, 19, atau 25 November, makanya Dingin Sekadar dulu saja,” kata Arie saat dihubungi Rappler, Kamis malam, 17 November.
Daripada turun ke jalan, sebaiknya berbagai pihak mengedepankan dialog dan edukasi kepada masyarakat, menurut Arie. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Sosiologi ini dinilai cukup meredam ketegangan masyarakat. Nah, jika pada 25 November masih terjadi protes besar-besaran, patut dipertanyakan apa motivasinya. – Rappler.com