• November 25, 2024

Peduli Warga Palestina, Indonesia Bangun Rumah Sakit di Gaza

Pembangunan RS Indonesia menelan biaya Rp126 miliar dan seluruhnya berasal dari warga negara Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – Sekitar satu juta warga Palestina di Kota Gaza kini tidak perlu khawatir akan sakit. Pasalnya RS Indonesia di Bayt Lahiya resmi beroperasi pada 27 Desember 2015.

Namun seremonial serah terima rumah sakit tersebut baru dilakukan pada Sabtu malam, 9 Januari, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Penyerahan tersebut dilakukan secara simbolis oleh Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla kepada Menteri Kesehatan Palestina, Hani Abdeen.

Rumah sakit yang dibangun atas inisiatif organisasi MerC ini menelan biaya sekitar Rp 126 miliar. Rumah sakit yang dibangun di atas tanah seluas 16.261 meter persegi ini merupakan kontribusi nyata warga Indonesia untuk Palestina.

“Rumah Sakit ini merupakan wujud perwujudan dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bangsa Palestina. “Selanjutnya kami akan mencoba membangun pusat kesehatan di Tepi Barat,” kata Joserizal, ketua MerC, yang ditemui tadi malam.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, kehadiran RS Indonesia sangat diapresiasi oleh masyarakat Palestina.

“Ada dua hal yang tercermin dalam gerakan ini, pertama faktor kemanusiaan. Keberadaan rumah sakit ini sangat bermanfaat bagi warga Palestina. Kedua, rumah sakit ini dapat mendekatkan WNI dengan Palestina, kata Retno.

JK mengacungkan jempol atas upaya yang dilakukan organisasi MerC. Menurut JK, berdonasi untuk pembangunan rumah sakit jauh lebih bermanfaat dibandingkan setiap hari berdemonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia dan menuntut kemerdekaan Palestina.

“Kalau setiap hari berdemonstrasi dan membeli ikat kepala, bisa dibayangkan jika dana yang digunakan untuk membeli ikat kepala itu dialihkan untuk membangun rumah sakit. Berapa banyak semen yang bisa dibeli, kata JK.

JK juga mengatakan, Palestina akan sulit menjadi satu negara, jika masih terdapat perpecahan yang saling bertentangan di dalamnya.

“Jika tidak ada persatuan maka upaya apapun akan sulit terwujud,” imbuh JK.

Pembangunan rumah sakit terhuyung-huyung

Membangun fasilitas kesehatan di tengah gempuran senjata Israel bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Ide untuk membangun Rumah Sakit Indonesia muncul pada Januari 2009.

Konstruksi fisik baru dimulai pada Mei 2011. Ketika terjadi dua perang besar pada tahun 2013 dan 2014, pembangunan RS Indonesia di Gaza masih terus berjalan.

Menurut Ketua Presidium MerC yang sejak awal terlibat dalam pembangunan rumah sakit tersebut, dr. Henry Hidayatullah, ada beberapa tantangan yang mereka hadapi.

“Tantangan pertama adalah masalah pertanahan. Kita tidak bisa memaksakan pilihan atas tanah karena itu adalah hak prerogratif mereka. Kedua, kami sering kesulitan mendapatkan izin masuk, jelas Henry yang ditemui Rappler di TIM.

Tim MerC memasuki Gaza melalui Mesir. Untuk itu, mereka harus mendapatkan izin akses dari tiga pihak, yakni pemerintah dan intelijen Mesir serta pemerintah Palestina.

“Alasan sulitnya memberikan akses karena berkaitan dengan faktor keamanan. Setiap kali kita ingin datang ke sana, tergantung kondisi saat itu. “Kita bisa masuk ke Mesir tapi tidak bisa masuk ke Gaza, atau kita bisa berada di Gaza tapi tidak bisa keluar,” jelas Henry.

Fasilitas modern

Lalu fasilitas apa saja yang dimiliki RS Indonesia? Henry menjelaskan, rumah sakit yang dibangun Indonesia ini memiliki trauma center yang modern.

“Ada 110 tempat tidur di rumah sakit, termasuk fasilitas gawat darurat. Ada pula fasilitas radiologi CitiScan yang mampu memindai hingga 128 irisan. “Di Jakarta, fasilitas seperti itu hanya tersedia di RS Pondok Indah atau RSUP Cipto,” jelas Henry.

Sesuai dengan namanya, rumah sakit ini, kata Henry, merupakan kontribusi yang seluruhnya berasal dari Indonesia. Dana ratusan miliar untuk biaya pembangunan merupakan sumbangan warga di Tanah Air.

“Dana tersebut sebagian besar disumbangkan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Sedangkan alat kesehatan sebagian besar berasal dari Eropa. “Hanya tempat tidur yang kami bawa dari China,” tambah Henry.

Selain itu, 100 relawan asal Indonesia juga dilibatkan dalam proses pembangunan rumah sakit tersebut. Kini RS Indonesia dijalankan oleh petugas medis Palestina.

Namun kami sedang mengatur agar tenaga medis dari Indonesia bisa dikirim ke sana secara rutin, ujarnya.

Ke depan, MercC berencana membangun fasilitas kesehatan di kawasan Tepi Barat. Namun, untuk menuju ke sana harus memiliki izin masuk dari Israel.

“Menteri Kesehatan Palestina sudah mengundang kami, tapi sebelum membangun, kami harus mengunjungi Tepi Barat terlebih dahulu,” kata Henry.

Apa pendapat Anda tentang RS Indonesia yang dibangun di Gaza? – Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran Sydney