Pekan depan, Aung San Suu Kyi akan menyampaikan pidato mengenai isu Rakhine State
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Suu Kyi dijadwalkan menyampaikan pidato pada Rabu malam, 20 September waktu setempat
JAKARTA, Indonesia – Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dijadwalkan memberikan pernyataan atas kekerasan yang terjadi pada Rabu malam, 20 September, di Negara Bagian Rakhine. Pernyataan Suu Kyi akan disiarkan langsung di televisi lokal.
Ini merupakan pertama kalinya Suu Kyi memberikan pernyataan setelah mendapat tekanan dari dunia internasional terkait isu etnis Rohingya. Menurut juru bicara pemerintah Zaw Htay, menteri luar negeri Myanmar akan berbicara tentang rekonsiliasi dan perdamaian nasional.
Oleh karena itu, kata Zaw, Suu Kyi batal menghadiri Sidang Umum PBB ke-72. Ia ingin mengatasi krisis yang sedang terjadi di negaranya.
“Dia dibutuhkan di Myanmar untuk mengelola bantuan kemanusiaan dan masalah keamanan akibat kekerasan,” ujarnya lagi.
Suu Kyi mendapat kritik dari berbagai pihak karena keengganannya berbicara mengenai tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya. Padahal, Suu Kyi sebelumnya dianggap sebagai pahlawan pembela hak asasi manusia dan pantas dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991.
Ia baru menyadari bahwa banyak sekali misinformasi mengenai peristiwa yang terjadi di Myanmar. Ia juga tidak menegaskan adanya tindakan kekerasan terhadap etnis Rohingya. Akibatnya, sekitar 380 ribu warga Rohingya harus mengungsi ke Bangladesh.
PBB menyerukan diakhirinya kekerasan
Sementara itu, dalam sidang Dewan Keamanan PBB yang digelar di New York Rabu lalu, mereka menyatakan keprihatinannya atas penggunaan kekuatan militer yang dilakukan pemerintah Myanmar dalam operasi keamanan yang digelar di Rakhine State. Oleh karena itu, PBB mendesak agar segera diambil langkah-langkah untuk mengakhiri aksi kekerasan di sana.
Pernyataan yang disepakati seluruh negara anggota Dewan Keamanan itu disampaikan kepada publik setelah pertemuan tertutup. PBB juga mengutuk tindakan kekerasan yang terjadi di Myanmar. Mereka menyerukan agar pekerja bantuan diizinkan memasuki Negara Bagian Rakhine.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya menyerukan penghentian sementara kampanye militer di Rakhine. Ia juga tidak menampik bahwa banyaknya warga Rohingya yang mengungsi atau menjadi korban kekerasan dapat berujung pada pembersihan etnis.
“Saya menyerukan kepada pihak berwenang di Myanmar untuk menghentikan aksi militer, mengakhiri kekerasan dan menegakkan supremasi hukum serta mengakui hak-hak warga negara yang telah meninggalkan Myanmar,” ujarnya.
Guterres mengaku tidak punya istilah lain yang tepat untuk menggambarkan situasi di Myanmar kecuali akan mengarah pada pembersihan etnis.
“Ketika sepertiga penduduk Rohingya harus meninggalkan Myanmar, dapatkah Anda menemukan kata yang lebih tepat untuk menggambarkannya?” Guterres bertanya kepada media.
Sebanyak 1,1 juta warga etnis Rohingya menderita selama bertahun-tahun akibat perlakuan diskriminatif di Myanmar. Mereka tidak diakui sebagai warga negara meski sudah lama berada di Myanmar. – dengan pelaporan AFP/Rappler.com