• May 15, 2025
Pelajaran mendalam dalam kemasan komedi

Pelajaran mendalam dalam kemasan komedi

Film ‘Stip & Potlood’ karya Ardy Octaviand yang dibintangi Ernest Prakasa dan Tatjana Saphira akan tayang serentak pada Rabu, 19 April

JAKARTA, Indonesia – Sekilas, tidak ada yang istimewa dari film tersebut Titik & Pensil. Setelah kesuksesan filmnya Kunjungi toko sebelah, Ernest Prakasa kembali tampil mencuri hati penonton lewat penampilan dan lawakan lucunya. Tidak banyak ekspektasi terhadap film ini, karena jelas tujuannya hanya untuk menghibur. Namun siapa sangka film komedi ini ternyata punya makna mendalam tentang permasalahan sosial Indonesia?

Titik & Pensil bercerita tentang 4 sahabat SMA berlatar belakang kaya yang terdiri dari Toni (Ernest Prakasa), Agi (Ardit Erwandha), Bubu (Tatjana Saphira), dan Saras (Indah Permatasari). Berawal dari tantangan yang diberikan oleh gurunya (Pandji) untuk membuatnya mengatur Soal kesenjangan sosial yang datang karena tekanan, keempat sahabat ini memberanikan diri mengamati anak jalanan di daerah kumuh. Untuk menjaga nama baik mereka, Toni dan kawan-kawan secara tidak sengaja berjanji akan membangun sekolah untuk anak-anak jalanan yang tinggal di bawah jembatan.

Dari situlah kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan bagi anak mulai tumbuh. Mereka berhenti berfokus pada proyek ini hanya demi reputasi dan mulai memikirkan cara agar anak-anak jalanan mau belajar demi masa depan yang cerah.

Premisnya sederhana, namun berisi

Premis film ini mungkin terdengar sederhana, namun mengandung potret urban yang sangat realistis. Contohnya adalah para orang tua anak jalanan yang memandang pendidikan hanya sekedar membuang-buang waktu. Mereka tak malu mengambil barang-barang yang dibangun Toni dan kawan-kawan di sekolah kecil itu untuk dijual kembali.

Lalu ada juga potret realistis yang diambil dari sudut pandang remaja masa kini yang begitu mementingkan reputasi dan tekanan teman sebaya hingga melupakan diri sendiri. Jangan lupa, film ini juga mengandung beberapa unsur politik yang diadaptasi dari kisah nyata, tentang penggusuran dan pindah ke apartemen, salah satu contohnya.

Film ini mencoba menyampaikan pesan mendalam melalui lukisan kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat yang jarang dirasakan oleh kalangan menengah ke atas. Dikemas ringan dengan berbagai “lelucon” kekinian, film ini diharapkan dapat menginspirasi siapapun yang menontonnya. Disutradarai oleh Ardy Octaviand, skenario film ini sebenarnya ditulis oleh sutradara ulung, Joko Anwar.

Joko Anwar, di Gala pemutaran perdana Dot & Pencil di Plaza Indonesia pada 18 April, mengaku Ardy hanya menemukannya secara tidak sengaja mengajukan skenario Titik & Pensil yang sudah lama tersimpan di komputer Joko dan langsung jatuh hati dengan ceritanya.

Komedi yang terlalu biasa

Saat ditemui Prakasa di acara yang sama, Ernest mengaku diminta mengembangkan bagian komedi dari cerita Joko Anwar. Ia dibantu dua rekannya menyisipkan banyak lelucon yang ternyata merupakan hasil improvisasi yang banyak. Hanya saja sebagian besar lelucon dalam film komedi ini terkesan sangat biasa saja.

Singkatnya, jika Anda mengharapkan lelucon cerdas, film ini bukan tempat yang tepat untuk Anda. Seperti yang sering kita lihat di acara dan film komedi Indonesia, jumlahnya banyak sekali candaan yang mengandung unsur ejekan, baik mengenai penampilan fisik seseorang maupun stereotip etnis tertentu. Sangat disayangkan jika sebuah film dengan nilai moral yang tinggi harus dibayangi oleh banyak lelucon standar.

Sisi komedi film ini sebenarnya terpancar dari tokoh pendukungnya, seperti tokoh yang diperankan Arie Kriting dan tokoh anak jalanan Batak, Iqbal Sinchan (Ucok). Penampilan dan lawakan jenaka yang mereka sampaikan sepanjang film ini justru terkesan lebih natural dibandingkan keempat pemeran utamanya. Sang sutradara sendiri mengaku film ini sarat dengan improvisasi dalam pengerjaannya.

“Banyak improvisasi dalam pembuatan film ini. Seperti Pandji, saya hanya memberinya arahan dan akhirnya melakukan improvisasi sendiri setelah membaca naskahnya. “Saya ingin setiap aktor diberikan ruang untuk berkreasi,” jelas Ardy di acara yang sama.

Sayangnya, alih-alih menjadikan film ini bergenre komedi natural, terlalu banyak improvisasi dan komedi situasional membuat Stip & Pollood melenceng dari premis utama.

Pengeditan yang berantakan

Produser Manoj Punjabi menjelaskan film ini memotong adegan berdurasi 30-40 menit. Namun untuk sebuah film komedi, durasi hampir dua jam terasa sangat bertele-tele. Terkadang, film ini seolah kehilangan arah dalam menyusun adegan secara kronologis.

Belum lagi memasukkan unsur romansa remaja yang sama sekali tidak ada urgensi dan penyelesaiannya. Yang terkesan banyak dipotong adalah adegan-adegan yang seharusnya menyentuh hati penonton, seperti ketika seorang anak jalanan memang berniat belajar meski tidak digaji.

Jika anak lebih mendapat sorotan, emosi dan pesan film ini pasti akan lebih tersampaikan. Banyak juga perubahan adegan yang tidak terlihat mulus, sehingga terlihat lubang-lubang yang ditinggalkan oleh sistem pengeditan.

Menghibur dan memotivasi

Tatjana Saphira menambahkan, “Tujuan utama film ini adalah untuk menghibur candaan menyenangkan, cerita segarpremis yang unik, tontonan yang menarik, kisah persahabatan yang disajikan untuk segala usia.”

Untungnya apa yang dikatakan Tatjana masih benar adanya. Terlepas dari segala kekurangannya, film ini tetap menjadi film yang menghibur dan menginspirasi. Disajikan secara ringan, film ini tetap mampu menyampaikan potret kesenjangan sosial di ibu kota dan barangkali membuka mata kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan.

Film Titik & Pensil tayang mulai 19 April 2017 di bioskop terdekat. -Rappler.com

togel online