Pemain muda dan legenda sepak bola Indonesia
- keren989
- 0
Bagian 6 (akhir)
Baca Bagian 1: Sejarah Sepak Bola di Indonesia
Baca Bagian 2: Lahirnya Kompetisi Sepak Bola di Indonesia
Baca Bagian 3: Sepakbola Indonesia dalam Angka
Baca Bagian 4: Turnamen sepak bola lokal menghasilkan bibit-bibit unggul
Baca Part 5: 3 Klub Sepak Bola Terbesar di Indonesia
JAKARTA, Indonesia – Siapa saja pemain sepak bola legendaris Indonesia? Nama-nama seperti Maulwi Saelan, Iswadi Idris, Ronny Pattinasarany, dan Zulkarnaen Lubis tentu selalu muncul di setiap perbincangan jika membicarakan legenda sepak bola.
Namun di era sepakbola modern saat ini, pemain-pemain muda dan berpengalaman tentu tidak hilang di benak para suporter berkulit bulat. Siapa mereka?
Bambang Terakhir
Tak ada yang memungkiri kalau Bambang Pamungkas adalah legenda sepak bola Indonesia versi modern.
Pemain yang akrab disapa Bepe ini merupakan penyerang lokal terakhir yang memiliki ketajaman dan loyalitas tinggi kepada timnas. Menjadi kapten utama timnas pada era 2010-an, pemain berusia 36 tahun itu masih memegang rekor caps tim Merah Putih dengan total 85 pertandingan.
Ia berhasil mencetak 37 gol untuk grup Garuda selama 12 tahun berkarir di timnas. Jumlah ini hanya kurang dari pencetak gol terbanyak pemain sepanjang masa Indonesia, Suetjipto Soentoro, dengan 57 gol.
Di masa keemasannya, Bepe menjadi perbincangan hangat dan menjadi topik hangat banyak klub. Namun, di Indonesia ia memilih bertahan bersama Persija Jakarta.
Kejutan didapat Bepe saat memilih bergabung dengan Pelita Bandung Raya pada musim 2013/2014. Pasalnya Persija tidak mampu membayar gaji pemain. Bepe yang gajinya terutang berbulan-bulan, akhirnya tak dibayar penuh.
Selain berkarier di Indonesia, Bepe juga meraih kesuksesan saat memperkuat tim Liga Super Malaysia, Selangor FA. Meski mendapat lebih banyak materi dan kesuksesan di negeri jiran, pada akhirnya Bepe tetap memilih kembali ke Indonesia.
Kecintaan dan hiruk pikuk atmosfer sepak bola di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa ia tak ingin hengkang lagi.
“Di Indonesia, sepak bola sangat populer. “Selalu ada yang membuat Anda ingin kembali ketika meninggalkannya,” ujar pemain kelahiran 10 Juni 1980 itu.
Ia yakin sepak bola Indonesia akan mencapai masa keemasannya setelah latihan dilakukan secara maksimal. Tanpa pembinaan yang baik, ia tidak melihat keberhasilan yang bisa diraih suatu negara.
Atep
Atep merupakan pemain yang saat ini memperkuat Persib Bandung. Ia merupakan anggota klub anggota Persib, UNI Bandung. Namun uniknya, pemain kelahiran Cianjur, 5 Juni 1985 ini sebenarnya mengawali karir profesionalnya di Persija Jakarta.
Nama Atep mulai mencuat saat ia mendapat panggilan ke timnas U-20 Indonesia pada tahun 2004. Setelah itu, Atep langsung direkrut Persija yang tertarik dengan bakatnya sebagai pemain serba bisa. Sebagai pemain, Atep bisa memainkan posisi gelandang maupun sayap dengan sama baiknya.
Sayangnya, meski mampu tampil di timnas junior, hal tersebut tidak diikuti dengan kesuksesan di timnas senior. Atep baru menjalani 10 pertandingan bersama timnas senior hingga saat ini dengan mencetak 2 gol. Gol-gol tersebut dicetak di Piala AFF 2007, semuanya melawan Laos di babak penyisihan grup.
Pada tahun 2008, Atep kembali ke Bandung untuk menjawab panggilan Persib. Di tim senior Persib hingga saat ini, peran Atep tak tergantikan. Padahal, saat ini pemain bernomor punggung 7 itu menjadi kapten utama Persib.
Sejak menjadi pemain profesional, Atep baru mengoleksi 2 gelar juara. Satu gelar di kompetisi resmi yakni Indonesia Super League (ISL) 2014, dan satu gelar di turnamen Piala Presiden 2015.
Kini Atep yang berusia 31 tahun masih punya ambisi besar bersama Persib. Setidaknya Atep ingin membawa tim berjuluk Maung Bandung itu meraih gelar juara di Indonesia Soccer Championship (ISC) musim A 2016.
Ahmad Bustomi
Kompetisi ISL 2009/2010 dan Piala AFF 2010 menjadi puncak kejayaan Ahmad Bustomi sebagai pemain nasional. Pada kompetisi ISL musim itu, pemain asal Jombang 13 Juli 1985 ini berperan membawa Arema Indonesia menjadi juara.
Permainan gemilangnya mempercayakan Ahmad Bustomi sebagai pemain inti timnas senior di sektor gelandang bertahan. Pelatih Timnas Indonesia Alfred Riedl memberinya kepercayaan besar sebagai gelandang “pembawa air”, penyeimbang transisi permainan dari bertahan ke menyerang, dan sebaliknya.
Pada Piala AFF 2010, Bustomi mampu menjawab rasa percaya dirinya dengan ikut serta membawa timnas ke final. Sayangnya, di laga puncak melawan Malaysia, Indonesia harus menelan pil pahit dengan kalah bersama 2-4. Meski demikian, permainan elegan Bustomi tetap membuatnya patut mendapat pujian.
Usai Piala AFF 2010, ia kemudian melanjutkan kariernya bersama Mitra Kukar. Dualisme yang ada di Arema membuat mahasiswa SSB Unibraw 82 itu tak mau terseret ke dalamnya.
Namun Bustomi kembali ke Arema pada 2013 setelah konflik dualisme klub mulai mereda. Namun saat ini performanya sebagai gelandang mulai memudar. Cedera menjadi kendala dirinya untuk tidak meraih performa terbaik seperti periode 2009-2010.
Hanya saja senioritasnya di Arema membuat Bustomi masih dipercaya staf pelatih. Saat ini statusnya tetap menjadi kapten Arema Cronus. Namun karena sering cedera, ia lebih sering berada di pinggir lapangan dan terkadang harus berada di bangku cadangan.
Masa depan sepak bola Indonesia diyakini cerah berkat kejayaan para pemain muda berbakat tersebut. Siapa mereka?
Evan Dimas
Evan Dimas merupakan salah satu pemain muda potensial yang kini mulai meledak performanya di sepak bola profesional Tanah Air. Pemain besutan klub Mitra Surabaya – anggota asosiasi klub asli Persebaya – menjadi gelandang masa depan Indonesia.
Menurunnya performa Firman Utina diyakini dipengaruhi faktor usia dan perannya digantikan oleh pemain berusia 21 tahun itu. Evan disebut-sebut akan menjadi jenderal lini tengah Indonesia jika diberi kesempatan lebih.
Pemain asal Surabaya ini sungguh fenomenal setelah sukses membawa timnas U-19 menjuarai Piala AFF dan lolos ke final Piala Asia U-19.
Karirnya semakin menanjak ketika dia mengikuti audisi untuk berpartisipasi uji coba di UE Llagostera, Spanyol. Ia kemudian bergabung dengan Espanyol B, setelah mengikuti program global La Liga Spanyol.
Namun, Evan gagal menarik minat pelatih di Spanyol untuk merekrutnya bermain bersama klub mereka. Meski demikian, prestasi Evan di tingkat kompetisi lokal sudah menunjukkan nilai positif.
Menurutnya, sepak bola Indonesia harus mampu mengubah sistem pembinaan pemuda Tanah Air di masa depan. Pasalnya, sekembalinya dari Spanyol, ia melihat persaingan dan pembinaan di sana sudah sangat matang.
Selain itu, klub membutuhkan modal untuk meningkatkan pembinaan, latihan, dan fasilitas lapangan.
“Kami tertinggal jauh dari Spanyol. Fasilitas mereka luar biasa. Semuanya lengkap, nutrisinya diperhatikan, bahkan tim dokternya pun cukup lengkap, mulai dari yang mengurus makanan, kesehatan, dan lain-lain. memperbaiki pemain,” kata Evan kepada Rappler.
Dia mencontohkan, untuk pengobatan saja, di Indonesia hanya butuh beberapa hari untuk sembuh karena dibawakan oleh tukang pijat. Di Spanyol terdapat mekanisme profesional yang berhubungan dengan pengetahuan kesehatan.
“Kalau dipijat di sini, seminggu lagi bisa main. “Kalau di sana sebulan ya oke, tapi prosesnya profesional,” ujarnya.
Jika diberi kesempatan, Evan mengaku tak akan menyerah untuk mencoba lagi uji coba atau keberuntungan dengan klub di Spanyol. Namun, untuk saat ini ia ingin fokus di klub Bhayangkara Surabaya United dan mengupayakan masuk ke timnas.
Yandi Sofyan
Yandi Sofyan, terlahir dari keluarga pesepakbola, sudah akrab dengan si kulit bulat sejak kecil. Tak heran jika pemain asal Garut ini sudah melanglang buana di usianya yang baru 24 tahun.
Pemain yang berposisi sebagai striker ini setidaknya sudah menjelajahi empat benua. Semua berawal dari Yandi terpilih masuk timnas SAD Indonesia yang melatih dan mengikuti kompetisi pemuda Uruguay pada tahun 2008.
Permainan gemilang yang ditampilkan Yandi akhirnya mengantarkan pemain bertinggi 174cm itu direkrut CS Vise di Belgia. Dalam satu musim pada 2011-2012, Yandi kabarnya memainkan 21 pertandingan. Jumlah pertandingannya pun tidak sedikit untuk pemain asal Asia.
Setelah kontraknya dengan Vise selesai, Yandi bergabung dengan Arema Cronus pada tahun 2013. Namun karena usianya yang masih sangat muda, pemain asuhan Persigar Garut ini jarang mendapat kesempatan bermain.
Terakhir, manajemen Arema Cronus meminjamkannya ke klub asal Australia, Brisbane Roar. Di tim yunior klub yang berlaga di Liga Australia (A-League), Yandi bermain sebanyak 13 kali dan mencetak 2 gol. Sekembalinya dari Australia, Yandi langsung direkrut oleh klub papan atas Indonesia, Persib Bandung, hingga saat ini.
Darah sepak bola yang mengalir di tubuhnya berasal dari kakek dan ayahnya yang merupakan pemain sepak bola. Bakatnya pun tertular dari mantan penyerang Timnas Indonesia, Zaenal Arif yang tak lain adalah kakak laki-laki Yandi.
Saat ini Yandi yang memperkuat Persib masih berusaha merebut kepercayaan pelatih. Ia punya ambisi besar untuk bisa bersaing dengan striker yang lebih senior di Persib.
Punya pengalaman penuh di timnas kelompok umur, Yandi yang berulang tahun 25 Mei ini pun bertekad diperhatikan pelatih timnas senior. Pasalnya hingga saat ini Yandi belum pernah merasakan kebanggaan mengenakan seragam timnas senior, meski sudah berpengalaman bermain di empat benua.
Samsul Arif
Jalan hidup Samsul Arif langsung berubah setelah meraih gelar juara pencetak gol terbanyak Piala Indonesia 2008/2009. Dengan mencetak 8 gol bersama Persibo Bojonegoro saat itu, Samsul langsung menjadi incaran banyak klub besar Tanah Air.
Dari sekian banyak pilihan, Samsul akhirnya mengambil pilihan untuk pindah ke Persela Lamongan pada musim 2009/2010. Produktivitasnya tetap terjaga setelah ia mencetak 9 gol dari 32 pertandingan yang dilakoninya.
Namun perasaan terhadap klub asal membuat pemain yang kini berusia 31 tahun itu tak bisa menolak tawaran kembali ke Persibo Bojonegoro. Di saat yang sama, Samsul mulai menerima panggilan dari timnas Indonesia.
Pada tahun 2012, Samsul memutuskan untuk kembali bergabung dengan Persela. Ia bertahan bersama klub ini hingga tahun 2013. Akhirnya ia mendapat tawaran dari klub idola masa kecilnya, Arema.
Selama tiga tahun, Samsul Arema memperkuat, bermain 25 kali dan mencetak 16 gol.
Samsul adalah tipe pemain yang punya pergerakan cepat karena dia punya Lari cepat kaku. Hal inilah yang menyebabkan namanya selalu masuk dalam daftar panggilan timnas. Permainan seperti itu pun menjadikan Samsul sebagai target utama Persib Bandung pada pertengahan tahun 2016.
Gaya bermain Samsul bisa winger atau pencetak gol Hal tersebut murni dinilai bisa memberikan keuntungan ganda bagi para pelatih klub. Bahkan, Persib tak mau kehilangan Samsul dan langsung memberinya kontrak berdurasi dua tahun. —Rappler.com