• November 25, 2024
Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi memenuhi syarat

Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi memenuhi syarat

Untuk memperkuat aturan tersebut, Kementerian Agama sedang menyusun RUU tentang Perlindungan Umat Beragama.

Jakarta, Indonesia – Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama, mengatakan mengkaji laporan lapangan tentang Gereja Santa Clara di Bekasi, Jawa Barat.

Menurut Lukman, pihak gereja telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak Juni 2015 dan telah memenuhi seluruh aspek legalitas pendirian gereja.

Karena itu, kata Lukmanapakah rencana pendirian tempat ibadah dapat berjalan secara sah.

Lukman pun memerintahkan jajarannya konsisten mengikuti langkah hukum untuk menyelesaikan persoalan ini.

Pasalnya, Indonesia adalah negara hukum sehingga ketentuan norma dan prosedur hukum harus ditegakkan. Namun penegakan hukum dilakukan secara produktif.

“Saya sudah instruksikan kepada jajaran Kemenag Bekasi untuk selalu berpegang pada asas legalitas. Namun kami juga terus melakukan pendekatan persuasif kepada pihak-pihak terkait agar permasalahan ini dapat segera dicarikan solusinya, ujarnya.

Lukman mengingatkan, izin pendirian tempat ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006. Persyaratannya dijelaskan secara rinci.

Untuk memperkuat aturan tersebut, Kementerian Agama sedang menyusun RUU tentang Perlindungan Umat Beragama.

Harapannya, RUU PUB ini dapat segera disahkan dan nantinya menjadi acuan bersama dalam pengelolaan kehidupan beragama di Indonesia.

‘Selesaikan dengan kepala dingin’

Lukman juga meminta konflik pendirian Gereja Katolik Santa Clara diselesaikan dengan tenang. Ia meminta masyarakat menghindari mobilisasi massa, apalagi kekerasan dalam menyelesaikan perselisihan.

“Kita semua wajib menjaga kerukunan antar umat beragama dari provokasi pihak-pihak yang akan bentrok dengan sesama umat beragama,” kata Lukman.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Lukman mendukung Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengambil langkah proaktif dengan melakukan musyawarah dengan pihak-pihak yang keberatan dengan pendirian gereja tersebut.

Selain pihak yang berkeberatan, pembahasannya juga melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota dan Kantor Kementerian Agama setempat. Lukman berharap ada formula kesepakatan terbaiknya.

Apabila tidak tercapai kesepakatan, pihak yang berkeberatan dapat menempuh jalur hukum melalui pengadilan setempat, kata Lukman.

Sebelumnya, pada Senin, 7 Maret, terjadi aksi massa menolak pendirian rumah ibadah umat Kristiani. Mereka menuntut Wali Kota Bekasi mencabut izin mendirikan bangunan Gereja Katolik Santa Clara.

Menurut pengunjuk rasa, warga sekitar gereja selalu dibohongi soal pembangunan tempat ibadah tersebut. Mereka juga menuding FKUB Kota Bekasi mencemarkan umat Islam karena membangun Gereja Santa Clara di tengah pesantren.

Sementara itu, dari pihak gereja, Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 5.000 meter persegi ini diharapkan bisa menjadi tempat ibadah sekitar 12 ribu jamaah. Hingga saat ini, masyarakat beribadah bersama di rumah ibadah di kompleks militer dan trotoar jalan.

KontraS meminta Wali Kota Bekasi melindungi Pemkot

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) meminta Wali Kota Bekasi dan Polri melindungi proses pembangunan Gereja Santa Clara yang sudah memiliki IMB di Bekasi Utara dari tindakan diskriminasi kelompok intoleran.

“Dalam situasi seperti ini, Wali Kota Bekasi harus berpedoman pada konstitusi dan melindungi proses pembangunan gereja Santa Clara,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar dalam rilis resmi, Rabu, 10 Maret.

Menurut Haris, panitia pembangunan Gereja Santa Clara telah mematuhi hukum dalam pengurusan izin perolehan IMB. Jadi, alasan gereja akan dibangun di lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja tidak bisa dijadikan alasan untuk mencabut izin tersebut.

“Jika tindakan kelompok intoleran berkembang menjadi tindakan diskriminasi yang dapat merugikan hak umat beragama untuk membangun tempat ibadah, maka Wali Kota dapat berkoordinasi dengan Kapolda Bekasi untuk menindak dan menindak kelompok tersebut,” ujarnya.

Menurut Haris, Kapolda Bekasi pasti bisa menindak kelompok intoleran yang melakukan pengrusakan sesuai pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Pengrusakan Barang. Apabila seruan kelompok intoleran juga berupa seruan kekerasan atau diskriminasi, maka Kapolri dapat bertindak berdasarkan Surat Edaran Kapolri No. SE/06/X/2015 Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (SE Hate Speech).

Dalam menyikapi hal tersebut yang dilakukan Polri, SE Nomor 3 Ujaran Kebencian menyebutkan bahwa:

“…diberitahukan/diumumkan bahwa untuk menangani tindakan ujaran kebencian agar tidak menimbulkan tindakan diskriminasi, kekerasan, korban jiwa dan/atau konflik sosial yang meluas, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a ) mengambil langkah preventif… ; b) apabila tindakan pencegahan telah dilakukan oleh anggota Polri, namun tidak menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan: penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana ujaran kebencian. ..;”

Berdasarkan fakta dan ketentuan di atas, menurut Haris, Pertama, KontraS meminta kepada Wali Kota Bekasi untuk mempertahankan izin mendirikan bangunan Gereja Santa Clara yang sah dan menciptakan situasi yang kondusif agar pembangunan gereja dapat dilanjutkan.

Kedua, Kapolda Bekasi agar menindak anggota kelompok intoleran yang melakukan tindakan perusakan dan diskriminasi.

ketiga, Kapolda Bekasi untuk menanggulangi ujaran kebencian yang disebarkan kelompok intoleran sebagaimana diatur dalam SE Kapolri No. 6/X/2015.

—Dengan laporan Antara/Rappler.com

BACA JUGA:

HK Pool