Pembubaran yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
- keren989
- 0
HTI mengatakan, sebelumnya tidak pernah ada peringatan sebelum akhirnya pemerintah memutuskan untuk membubarkannya.
YOGYAKARTA, Indonesia – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai keputusan pemerintah membubarkan organisasinya tidak sesuai dengan undang-undang. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pasal 70 disebutkan bahwa pemerintah harus terlebih dahulu memberikan sanksi administratif sebelum mengajukan permohonan pembubaran.
Namun, menurut Juru Bicara HTI Cabang Yogyakarta, Yusuf Mustakim, HTI tidak pernah mendapat peringatan apa pun dari pemerintah. Tiba-tiba mereka akan dibubarkan secara sepihak. Sedangkan pelanggaran HTI tidak disebutkan secara jelas. Pemerintah hanya menyebut aktivitas mereka tidak sesuai Pancasila dan UUD 1945.
“Sungguh ironi negara ini adalah negara hukum. Mereka, pemerintah melanggar hukum dan UUD 1945. Menurut undang-undang, hal ini menjamin kebebasan berkumpul, berserikat, dan berekspresi. Kemudian negara disusun sebagai negara hukum. Jadi, bukti-buktinya nanti harus dijelaskan di pengadilan agar masyarakat tahu kebenarannya, kata Yusuf yang dihubungi Rappler melalui telepon, Senin, 8 Mei.
Karena itu, Yusuf menduga keputusan yang diambil pemerintah untuk membubarkan HTI bernuansa politik kuat. Sejauh ini tidak pernah ada kendala jika HTI ingin melakukan berbagai kegiatan dan presentasi. Yusuf mengaku kegiatan tersebut selalu disambut positif, bahkan oleh aparat keamanan.
“Sebelum kegiatan dilakukan, kami selalu mengirimkan surat pemberitahuan dan polisi mengirimkan tanda terima pemberitahuan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut belum bisa dikonfirmasi Rappler ke Polda DIY. Namun berdasarkan laporan, Polda DIY tidak memberikan izin kegiatan HTI pada awal April lalu.
Saat itu, Polda DIY mengeluarkan surat yang ditandatangani pada 8 April oleh Direktur Intelkampol Polda DIY, Kombes Nanang Djuni Mawanto. Saat itu, Polda melarang kegiatan HTI yang meliputi parade spanduk Nabi Muhammad SAW, khilafah, kewajiban syariah jalan kebangkitan umat.
Saat itu, HTI meminta izin untuk melakukan pawai di jalur Candi Prambanan-Jalan Solo dan beberapa jalan di Kota Yogyakarta, Masjid Agung dari Manunggal hingga Purworejo. Terkait doktrin khilafah yang mereka sebarkan, Yusuf berpendapat bahwa itu adalah doktrin yang tertuang dalam Al-Qur’an.
“Bisa dirujuk kembali pada hukum-hukum Islam, ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah dan para ulama. HTI hanya melayani umat Islam,” kata Yusuf.
Yusuf pun membantah pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyebut HTI tidak sesuai Pancasila. Buktinya salah satu ajaran Pancasila yang terkandung pada sila pertama sejalan dengan pemahaman HTI saat ini.
“Sila pertama menyebutkan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Tuhan yang dimaksud dalam kalimat itu bisa berarti ‘Allah SWT’ atau Tuhan yang lain. Kalau yang disebutkan itu Allah SWT, maka harus mengakui kitab suci Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah,” jelasnya.
Yusuf mengatakan, jika ada pihak yang berkonflik dengan HTI, hal itu wajar. Kegiatan HTI selama ini, menurutnya, antara lain menentang minuman keras dan memperjuangkan sumber daya alam untuk kemaslahatan rakyat. Akibatnya, banyak penguasa dan pengusaha yang tidak menyukainya.
Apapun keputusan pemerintah, Yusuf mengatakan dakwah Islam akan tetap berjalan. Pihak HTI Yogyakarta saat ini sedang menunggu keputusan dari pengurus pusat mengenai upaya menjaga legalitas organisasinya.
Harus berhati-hati
Sementara itu, pakar hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah harus berhati-hati dengan kebijakan pembubaran HTI. Sebelum dibubarkan, mereka harus mengambil langkah-langkah yang meyakinkan.
“Kalaupun diambil tindakan hukum, harus benar-benar berdasarkan kajian mendalam dan bukti-bukti yang kuat. Sebab, jika tidak, permohonan pembubaran yang diajukan jaksa atas permintaan Menkumham bisa saja dikalahkan di pengadilan oleh kuasa hukum HTI, kata Yusril.
Ia mengatakan, rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia merupakan isu sensitif karena HTI merupakan ormas Islam. Meski belum tentu seluruh umat Islam Indonesia setuju dengan pandangan keagamaan HTI, namun keberadaan HTI selalu dihormati dan diakui kiprah dakwahnya.
Di kalangan umat Islam, kata dia, akan semakin kuat kesan bahwa pemerintah tidak bersahabat dengan gerakan Islam sekaligus melampiaskan aktivitas kelompok sayap kiri yang keyakinannya jelas-jelas bertentangan dengan falsafah negara Pancasila.
Ia meminta pemerintah mencari tahu mengapa gerakan keagamaan Islam di Tanah Air akhir-akhir ini menguat dan ada pula yang meninggalkan sikap moderatnya dan memilih cara-cara radikal. Yang umum terjadi, radikalisme muncul karena suatu kelompok merasa diperlakukan tidak adil, dimiskinkan, dan dipinggirkan. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com