Pemerintah menghentikan pembangunan Pulau G
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Pasca moratorium, pemerintah resmi menghentikan pembangunan Pulau G di Teluk Jakarta pada Kamis, 30 Juni. Berdasarkan evaluasi, ditemukan sejumlah pelanggaran berat.
“K“Kami putuskan pembangunan pulau itu harus dihentikan secara permanen,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dalam konferensi pers di kantornya, Kamis.
Keputusan ini merupakan hasil rapat koordinasi Tim Pengkajian Reklamasi Teluk Jakarta bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Perhubungan.
Hasil evaluasi tim gabungan selama 2,5 bulan menemukan terdapat sejumlah pelanggaran terkait pembangunan pulau daur ulang yang terbagi lagi menjadi tiga kategori.
Pelanggaran berat: Kerusakan lingkungan
PT Muara Wisesa Samudera, pemilik pembangunan di Pulau G, dianggap sebagai pelanggaran paling serius. Pertama, adanya kerusakan lingkungan yang telah dilakukan.
“Membahayakan lingkungan hidup,” kata Rizal. Pertama, selain memperburuk polusi air; Ada perairan dangkal di perairan sekitarnya. Tim juga menemukan biota laut yang rusak.
Selain itu, pembangunan pulau ini berlangsung di atas kabel bawah laut Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan berpotensi mempengaruhi kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari pulau. G.
Rizal juga menemukan adanya kendala dalam lalu lintas pelayaran. Salah satunya adalah kapal nelayan yang harus berbelok lebih jauh saat ingin melaut dari pelabuhan Muara Angke, yang tentunya berdampak pada meningkatnya biaya bahan bakar yang digunakan.
Namun tim belum bisa menjawab dasar hukum penghentian pembangunan tersebut. Rizal mengaku akan membuat keputusan Menteri Kelautan yang akan ditandatangani oleh 3 kementerian teknis terkait (KLHK, KKP, dan Kementerian Perhubungan).
Saat ditanya kapan surat itu akan keluar, tidak ada yang bisa menjawab. “Kita masih punya waktu 3 bulan,” kata Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan.
Namun Rizal memastikan dirinya akan di skorsing dalam waktu dekat.
Pelanggaran Sedang: Dua pulau bergabung menjadi satu
Sedangkan pembangunan di Pulau C, D, dan N masuk dalam kategori perambahan sedang. Karena dibangun tidak sesuai usulan dan masih bisa diperbaiki, kata Rizal.
Untuk pulau C dan D harus dibangun terpisah. Namun pihak pengembang telah menjadikannya menjadi satu pulau besar seluas 21 hektar. April lalu, tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengunjungi lokasi pembangunan dan menyampaikan rekomendasi.
“Karena keserakahan, karena ingin untung, pulau-pulau itu digabungkan. Jadi mereka (pengembang) mengorbankan lingkungan, arus lalu lintas pelayaran, dan sebagainya pengendalian banjirkata Rizal.
Di antara kedua pulau tersebut, saluran selebar 100 meter dan kedalaman 8 meter harus dikeruk untuk memisahkannya. Selain itu juga dapat memperlancar arus laut dan memberikan jalur bagi kapal.
Saat ini, menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, pihak pengembang bersedia melakukan pembongkaran kembali. Total material yang dikeruk mencapai 300 ribu meter kubik; dengan dana miliaran rupiah.
Sementara untuk Pulau N masih diperbolehkan karena ada pembangunan pelabuhan baru untuk Pelindo. “Keduanya boleh dilanjutkan, tapi harus dibongkar dan diperbaiki,” kata Rizal.
Untuk sanksi sedang, Rizal menyebut pulau-pulau yang bermasalah perizinan dan administrasi.
Sampai hal ini selesai, pembangunan pulau daur ulang tidak dapat dilanjutkan. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan membekukan perpanjangan izin pengerukan selama 2,5 bulan terakhir. Menurut Rizal, kapal-kapal tersebut harus terus memperbarui izinnya setiap 3 bulan sekali.
Jadi kalau di sana ada kapal, berarti untuk perbaikan, jangan bilang pemulihannya maju, kata Jonan.
Selesai dalam 3 bulan
Saat ini masih ada 13 pulau yang belum dievaluasi. Tim juga masih dalam proses menyusun harmonisasi peraturan yang saling tumpang tindih. Ia menargetkan semuanya rampung dalam 3 bulan ke depan.
Adapun rancangan harmonisasi diperkirakan akan ditandatangani dalam bentuk peraturan presiden atau peraturan pemerintah. Setelah keluar, semua pihak yang terlibat harus mematuhi peraturan tersebut.
“Harus menyerahkan,” kata Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan San Afri Awang. Namun, dia mempersilakan pihak-pihak yang berkeberatan, seperti pengembang, untuk mengajukan gugatan.
Susi pun berpendapat serupa. “Saya pikir ini adalah hasil terbaik. Kalau ada yang salah berarti ada beberapa kementerian yang patut disalahkan, karena hasil (evaluasi) semua sama. “Harus dilaksanakan,” kata Susi.
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oswar Muazin Mungkasa mengatakan pihaknya akan melaksanakan keputusan tersebut. “Kami adalah bagian dari tim ini, kami punya waktu 3 bulan untuk mengambil keputusan,” kata Oswar.
Pemprov DKI Jakarta juga akan merevisi berbagai peraturan. Juga soal izin yang akan dinyatakan batal. Nanti ditolaknya mana, dan dalam bentuk apa akan diberitahukan ke pengembang, ujarnya.
Namun Oswar belum bisa memastikan akan menyampaikan langsung keputusan tersebut kepada pihak terkait. Keputusan ini baru diambil dan belum sampai pada ranah implementasi.
“Kami punya waktu tiga bulan untuk melaksanakan keputusan ini,” kata Oswar. —Rappler.com