• December 5, 2024
Pemimpin Abu Sayyaf Alhabsy Misaya tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina

Pemimpin Abu Sayyaf Alhabsy Misaya tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina

Militer Filipina memiliki batas waktu hingga 30 Juni untuk memberantas kelompok Abu Sayyaf.

JAKARTA, Indonesia – Militer Filipina berhasil membunuh salah satu pemimpin subkelompok militan Abu Sayyaf, Alhabsy Misaya. Informasi tersebut dikonfirmasi pada Sabtu, 29 April, oleh Letnan Jenderal Carlito Galvez dari Komando Mindanao Barat.

Menurut Galvez, Misaya, pemimpin Abu Sayyaf yang berbasis di Indanan, Sulu tewas dalam pertempuran militer. Galvez tidak menjelaskan secara rinci bagaimana Misaya meninggal karena operasi pemberantasan kelompok militan tersebut masih berlangsung. Selain itu, personel militer Filipina berupaya membebaskan para sandera yang masih ditahan oleh kelompok pimpinan Misaya.

Menurut sumber, Misaya tewas dalam pertempuran dengan pasukan gabungan di Sulu di Barangay Silangkan Kota Parang pada Jumat malam, 28 April. Jenazah Misaya diserahkan kepada anggota keluarganya.

Juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella, mengatakan kematian Misaya merupakan kerugian besar bagi kelompok Abu Sayyaf. Abella juga mengatakan perang melawan terorisme adalah tanggung jawab bersama.

Menculik warga negara Indonesia

Eduardo Ano, panglima angkatan bersenjata, mengatakan Misaya adalah salah satu pemimpin Abu Sayyaf yang dikenal. Sudah ada surat perintah penangkapan terhadapnya yang masih berlaku hingga saat ini.

Ano mengatakan Misaya adalah ahli pembuat bom yang mendalangi beberapa pemboman di Malagutay pada tahun 2002 yang menewaskan seorang personel militer AS, Sersan Mark Jackson. Anggota militer AS lainnya terluka.

Ia juga merupakan dalang pengeboman tahun 2009 di Jembatan Salaam di Indanan, Sulu dan pengeboman tahun 2011 di Kedai Kopi Dennis di Jolo. Pada aksi terakhir, sebanyak 4 warga sipil tewas.

Misaya dan anak buahnya telah menjadi sasaran pemerintah karena mereka memenuhi tenggat waktu 30 Juni untuk memberantas kelompok militan tersebut.

Kelompok yang dipimpin Misaya saat ini tengah berkonsentrasi pada penculikan warga asing, khususnya warga Malaysia dan Indonesia yang berlayar di perairan Filipina dan negara tetangga.

Misaya diketahui bertanggung jawab atas penculikan 10 awak kapal tunda Brahma 12 pada Maret 2016 dan 5 awak kapal tunda Serundung di lepas pantai Malaysia pada Juli 2016. Seluruh awak kapal tunda asal Indonesia dibebaskan pada tahun yang sama setelah peristiwa tersebut. pemerintah menyerahkan uang tebusan. Namun, pemerintah selalu membantah laporan tersebut. (BA: 10 sandera asal Indonesia akhirnya dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf)

Sedangkan awak kapal asal Malaysia dibebaskan pada tahun 2017 setelah terjadi pertempuran antara personel militer dengan kelompok Abu Sayyaf.

Pemimpin kelompok Abu Sayyaf lainnya, Radullon Sahiron, dikabarkan mengirimkan pernyataan tentang bagaimana ia menyerahkan diri kepada tentara.

Tujuh WNI masih disandera

Selain WNI dan wisatawan Filipina yang berlibur ke sana, kelompok Abu Sayyaf juga menyandera tujuh WNI. Mereka dikenal dengan nama:

1. La Utu bin La Raali dari Wakatobi Sulawesi Tenggara
2. La Hadi bin La Edi dari Wakatobi Sulawesi Tenggara
3. Saparudin bin Koni dari Majene, Sulawesi Barat
4. Sawal bin Maryam dari Majene, Sulawesi Barat
5. Hamdan bin Saleng dari Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan
6. Sudarling Samansung dari Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan
7. Subandi bin Sattu dari Bulukumba, Sulawesi Selatan

Menurut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal, ketujuh WNI tersebut dalam keadaan sehat. Mereka tidak ditangkap oleh kelompok Abu Sayyaf pimpinan Misaya.

“Saat ini tujuh sandera WNI berada di tangan dua kelompok lainnya. 4 WNI di Maimbung dan 3 WNI di Talipao. Keduanya berada di Pulau Sulu, kata Iqbal melalui pesan singkat, Minggu, 30 April.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dapat mendiskusikan masalah ini dengan Presiden Rodrigo Duterte selama kunjungan bilateralnya. Jokowi tiba di Manila Jumat lalu sebagai bagian dari menghadiri KTT ASEAN ke-30.

Namun, ia juga memanfaatkan waktu itu untuk menanggapi kunjungan Duterte ke Jakarta pada tahun 2016.

“Ya, Presiden Jokowi bisa bicara apa saja dengan Presiden Duterte, termasuk masalah ini. Namun belum ada pembahasan khusus mengenai hal tersebut, kata Arrmanatha di salah satu kafe di Jakarta, Kamis, 27 April.

Meski begitu, upaya tetap dilakukan baik oleh pemerintah maupun perusahaan pemilik kapal di Malaysia untuk membebaskan tujuh WNI yang masih disandera. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com

Result SDY