Pemuda Muhammadiyah meminta presiden membentuk tim pencari fakta Baswedan yang baru
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan buatan AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteks, selalu merujuk ke artikel lengkap.
Usulan pembentukan tim pencari fakta didasari ketidakpercayaan terhadap Polri
JAKARTA, Indonesia – Penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sudah 108 hari berlalu. Namun, hingga saat ini Polri belum mengungkap pelaku penyerangan air keras terhadap Novel.
Menurut Ketua Umum Gelanggang Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, hal itu tak lazim mengingat kemampuan personel Polri dalam memburu teroris sudah terbukti. Apalagi, banyak pernyataan petinggi Polri bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut kasus itu sulit diungkap.
“Padahal, sebagai penyidik, Novel paham betul bagaimana sulitnya sebuah kasus dan bagaimana teknis penyidikannya. Suatu kasus dinyatakan sulit terungkap jika diduga terkait dengan mereka yang sangat berpengaruh, berkuasa atau memiliki senjata,” kata Dahnil dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Juli.
Ia dan Novel pun sepakat kasus penyerangan itu terasa aneh. Pasalnya, sebelum penyerangan banyak dilakukan operasi intelijen untuk memantau Novel dan penyidik lainnya. Bahkan, salah satu petinggi Polri mengirimkan tim untuk mengamankan Roman. Artinya, intelijen polisi bekerja dengan baik saat itu, hingga serangan air keras pada Selasa pagi 11 April.
“Jadi agak aneh kalau kengerian air keras terhadap Novel bisa saja terabaikan oleh intel polisi,” ujarnya.
Keanehan lain terungkap dari proses investigasi. Misalnya, sidik jari di kaca bekas air asam hilang, keterangan polisi sering berubah-ubah, bahkan tiga saksi kunci dibebaskan karena dianggap memiliki alibi yang kuat.
Dahnil juga mengungkap fakta mencengangkan bahwa ada ‘konflik’ di tubuh KPK terkait sejumlah persoalan. Salah satunya adalah upaya menghilangkan barang bukti terkait kasus-kasus tertentu yang bisa melibatkan orang-orang berpengaruh dan berpangkat tinggi.
Roman kemudian memperjelas dengan kecurigaan bahwa seorang jenderal polisi terlibat dalam kasus penyerangan tersebut. Tentu saja, tuduhan itu harus ditindak secara adil dan jujur. Namun, bagaimana membuktikannya, jika ada internal kepolisian yang terlibat?
“Makanya pilihannya adalah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diisi oleh pihak-pihak independen dan kredibel. Kemudian TGPF dipimpin langsung di bawah Presiden. Mengapa? Karena polisi berada langsung di bawah presiden,” ujarnya.
Namun, menurut Dahnil, Polri belum memberikan tanggapan positif terhadap gagasan pembentukan TGPF. Novel dan beberapa rekannya di LSM mengaku tak heran jika ada penolakan.
“Makanya kami minta presiden untuk membentuknya,” kata Dahnil. – Rappler.com