Pengacara LBH dan 26 aktivis buruh menolak seruan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Jaksa mengirimkan surat kepada dua orang pengacara LBH dan 26 aktivis buruh sebagai terdakwa, namun tidak ada penjelasan terkait kasus atau pasal tersebut.
JAKARTA, Indonesia—Dua pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan 26 aktivis buruh yang menjadi tersangka kasus demonstrasi buruh menentang Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015 di depan Istana Merdeka, 30 Oktober 2015, menolak persidangan panggilan Senin, 21 Maret di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Kami semua tersangka dan terdakwa tidak hadir, yang hadir adalah kuasa hukum dan teman-teman buruh lainnya yang mendukung perjuangan kami,” kata Tigor Gempita Hutapea, salah satu pengacara yang menjadi tersangka. Pengacara LBH Jakarta lainnya yang menjadi tersangka adalah Obed Sakti Andre Dominika.
Mengapa mereka menolak hadir? Karena menurut kami pemanggilan jaksa tidak tepat, kata Tigor.
Jaksa mengirimkan surat kepada dua orang pengacara LBH dan 26 aktivis buruh sebagai terdakwa, namun tidak ada penjelasan terkait kasus atau pasal tersebut.
“Berdasarkan KUHP, ketika saksi dan terdakwa dipanggil di pengadilan, harus jelas siapa yang dipanggil, alamatnya, dan dalam hal apa jaksa tidak melakukannya, maka kami katakan pemanggilan yang dilakukan oleh jaksa adalah, tidak sah,” katanya.
Meski para tersangka menolak hadir di pengadilan, persidangan tetap dilanjutkan. Suasana persidangan riuh berkat solidaritas para pekerja dan kuasa hukum LBH yang hadir menyaksikan persidangan.
LBH Jakarta bahkan menghentikan operasional layanan bantuan hukum pada Senin ini.
Tigor dan Obed adalah dua orang pengacara yang membantu sebagai kuasa hukum pada saat buruh melakukan protes dan mendokumentasikan jalannya aksi.
Keduanya ditangkap polisi karena dianggap sebagai anggota massa aksi, padahal sebelumnya mereka telah melapor ke polisi sebagai kuasa hukum LBH Jakarta yang mendampingi para pekerja.
Kedua pengacara tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dan dijerat pasal 216 ayat 1, pasal 218 KUHP juncto Pasal 15 UU Kebebasan Berekspresi, dan pasal 7 ayat 1 huruf a Peraturan Kapolri 7 /2012 , yang pada dasarnya ditujukan terhadap petugas.
Kasus ini pun semakin marak dan menurut LBH Jakarta, hal ini merupakan pukulan telak bagi lembaga pemberi bantuan hukum dan merupakan kemunduran bagi demokrasi.
Sebab, Tigor dan Obed yang juga berprofesi sebagai pengacara berhak mendapatkan kekebalan dalam menjalankan profesinya sehingga tidak bisa dituntut secara pidana.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 11 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan pasal 16 Undang-undang nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.26/PUU-XI/2013.
Saat di lapangan, Tigor dan Obed merupakan aparat penegak hukum yang kedudukannya sama dengan aparat kepolisian. —Rappler.com
BACA JUGA