Pengungsi Gunung Agung merayakan Hari Galungan di tengah perasaan cemas
- keren989
- 0
Masih ada enam desa dalam radius 6 kilometer Gunung Agung yang masuk zona bahaya
DENPASAR, Indonesia – Pengungsi kawasan Gunung Agung Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem menggelar Sholat Hari Raya Galungan pada Rabu, 1 November, di Pos Pengungsi, Jalan Danau Tempe, Desa Sanur Kauh, Denpasar. Hari Raya Galungan di Bali diperingati setiap 6 bulan sekali menurut penanggalan Bali atau 210 hari.
Meski begitu, masih ada sebagian pengungsi yang menyempatkan diri untuk kembali ke desanya sebentar agar bisa beribadah di sana. Salah satunya, I Putu Dana (30 tahun) berasal dari Dusun Cegi, Desa Ban.
“Setelah saya salat, saya singgah di rumah untuk bersih-bersih sebelum kembali ke pengungsian,” kata Dana.
Ia meninggalkan Denpasar menuju Desa Ban pada pukul 04.00 WITA. Namun pada pukul 15.00 WITA dia sudah berada di posko pengungsian Jalan Danau Tempe untuk berdoa bersama.
“Saya tidak berani tinggal di rumah. Saya takut dengan keadaan Gunung Agung. Itupun saya nekat pulang hanya untuk salat, saya tidak mau berlama-lama,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), masih terdapat enam desa dalam radius rawan bencana, yakni 6 kilometer dan sektoral 7,5 kilometer. Desa-desa tersebut adalah Ban, Jungutan, Bhuana Giri, Sebudi, Besakih dan Dukuh. Warga enam kota tersebut harus tetap berada di lokasi pengungsian, meski status waspada Gunung Agung telah diturunkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA. (BACA: Meski status Gunung Agung diturunkan, aktivitas di zona bahaya tidak boleh dilakukan)
Meski kondisi Gunung Agung membatasi aktivitas warga sekitar, ia tak mau patah semangat.
“Iya, (kondisi) normal,” ujarnya.
Dana menambahkan, dirinya enggan memprediksi kapan Gunung Agung akan meletus. Informasi terkait aktivitas Gunung Agung ia titipkan melalui observasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Ada sekitar 25 orang yang menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halamannya kemudian kembali ke posko pengungsian di Jalan Danau Tempe, Denpasar. Warga yang tinggal di lokasi pengungsian terdiri dari orang tua dan anak-anak. Berdasarkan data yang terdata di Pos Pengungsi Jalan Danau Tempe, Denpasar, terdapat 245 pengungsi.
Ada 45 senior. Sedangkan anak berjumlah 47 orang. Bayi berjumlah 5 orang dan balita berjumlah 15 orang. Pengungsi di posko pengungsian Jalan Danau Tempe merupakan warga Desa Ban yang terdiri dari Dusun Cegi, Perasan, Pengalusan dan Bonyoh.
Ni Wayan Kaning, 66 tahun, warga Banjar Cegi, Desa Ban, mengaku tak ingin bosan berada di pengungsian.
“Saat Gunung Agung meletus tahun 1963, saya mengungsi di Denpasar selama setahun, bukan untuk merayakan Galungan. “Suasananya masih sepi,” kata Kaning.
Meski saat ini Kaning sudah kembali merasakan suasana evakuasi, namun ia enggan merasa terbebani dengan kondisi Gunung Agung saat ini.
“Kami merayakan Galungan di sini bersama teman-teman. Terkadang sayangnya aku mengingat kampung halamanku, tapi TIDAK “Bisa dibilang begitu dalam situasi seperti sekarang,” ujarnya.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana memahami, selain hari raya, Galungan juga menjadi momen berbagi kebahagiaan bersama di kampung halaman. Kendati demikian, ia berharap para pengungsi bisa menemukan makna baru dalam perayaan Galungan di luar kampung halamannya.
“Situasi Gunung Agung membuat kami berpikir bagaimana cara merayakan Galungan. “Yang terpenting berdoa dengan hati yang ikhlas,” ujarnya. – Rappler.com