Penyebar informasi palsu soal pertemuan Jokowi dengan suku Anak Dalam bisa didakwa ‘ujaran kebencian’
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Safenet menyebut, meme tersebut bukanlah ‘ujaran kebencian’ melainkan berita palsu
JAKARTA, Indonesia – Kapolri Badrodin Haiti mengatakan foto pertemuan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan suku Anak Dalam yang disebut rekayasa bisa dikategorikan sebagai rekayasa. Kebencian atau ujaran kebencian.
Menurut Badrodin, Polri bisa mengusut kasus tersebut secara pidana.
“Bisa (masuk kategori Kebencian). “Ini masalah perasaan,” kata Badrodin kepada Rappler, Senin, 2 November.
Apalagi jika tudingan rekayasa itu tidak benar. “Itu akan menyinggung perasaan suku Anak Dalam. “Mungkin ada perasaan dilecehkan,” katanya.
Berdasarkan rasa pelecehan tersebut, ada kemungkinan salah satu pihak Suku Anak Dalam atau Jokowi melaporkan oknum yang menuding pertemuan tersebut hanya rekayasa.
Sebab perkara ini masuk dalam kategori delik aduan yang artinya dilaporkan oleh pihak yang dirugikan, untuk kemudian dapat diusut ke pihak kepolisian.
Sebelumnya, warganet tengah ramai membicarakan dugaan kecurangan pertemuan antara Jokowi dan suku Anak Dalam.
Pos salah satunya muncul dari laporan Roy Suryo, pakar telematika dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga.
Tweeps sebenarnya gak perlu komen soal fotonya, biasa saja fotonya ‘dipentaskan’ supaya hasilnya terlihat bagus. pic.twitter.com/SS2H0VW5lU
— KRMT Roy Suryo (@KRMTroySuryo) 1 November 2015
Kemudian Pos Roy dijadikan bahan berita oleh website tersebut PKS Piyungan.
Polisi akan memanggil pembuat dan penyebar meme
Badrodin mengatakan, jika tidak ada laporan mengenai hal tersebut, kemungkinan besar polisi akan memanggil pihak pembuat meme tersebut.
“Jika tidak ada laporan, kami akan melakukan tindakan preventif,” ujarnya.
Langkah ini sejalan dengan surat edaran tentang ujaran kebencian yang diedarkan Kapolri ke jajaran kepolisian di seluruh Tanah Air.
Mengapa harus disebutkan?
“Agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Bukan ‘ujaran kebencian’ tapi berita palsu
Aktivis Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (Safenet) Damar Juniarto mengatakan, bagi organisasinya kasus meme dan berita terkait kasus di atas bukanlah ujaran kebencian melainkan berita palsu.
Damar justru menilai Badrodin memiliki pemahaman yang simpang siur mengenai ujaran kebencian, karena ia sejak awal memasukkan klausul pencemaran nama baik yang diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP.
Pasal pencemaran nama baik menjadi polemik karena meski pengaduan merupakan pelanggaran, namun tidak serta merta pihak pelapor menjadi pihak yang merasa dirugikan.
Bisa siapa saja yang mewakili marga Anak Dalam atau Jokowi, kata Damar.
Safenet mengkritik persyaratan ini karena terlalu longgar. Subjek yang merasa dirugikan sebaiknya melaporkannya secara langsung.
Damar juga menambahkan, meski pengaduan pelanggaran sudah ditegakkan, pihak Jokowi belum bisa serta merta menggugat pembuat meme tersebut. “Karena pasal penghinaan terhadap presiden tidak ada,” ujarnya.
Apa saran Safenet kepada Kapolri?
“Tuan, lihat dulu, Kebencian atau tidak. Dilihat dari bahannya, masih membingungkan Kebencian atau tidak. Namun bagi Safenet bukan itu Kebencian tapi berita palsu,” katanya.
Pasal yang mengatur berita bohong antara lain pasal 14 ayat 1 UU No. 1/1946 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran. Anak perusahaan memiliki pasal 14 ayat 2 UU No. 1/1946 melanggar pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP tentang penyebaran berita bohong.
Kemudian, Pasal 28 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” —Rappler.com
BACA JUGA