• November 23, 2024

Penyesalan Rukayah, mantan pelaku perkawinan anak di NTB

JAKARTA, Indonesia — Rukayah baru berusia 20 tahun, namun sepanjang hidupnya ia telah menikah tiga kali dan bercerai tiga kali. Kini dia harus menghidupi kedua anaknya seorang diri.

Perempuan asal Desa Tanjung Karang Permai, Kota Mataram ini menjadi salah satu korban pernikahan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi ini tercatat sebagai daerah dengan angka pernikahan dini yang tinggi tertinggi di Indonesia.

Rukayah menikah pertama kali lima tahun lalu. Saat itu, usianya masih 15 tahun dan baru saja lulus SMA. Jika dia tinggal bersama bibinya, dia harus menuruti apa yang dikatakan walinya.

Hingga suatu malam, saat ia pulang kerja larut malam dan ditemani pacarnya, ia diminta oleh bibinya untuk menikah dengan pria – yang baru ia kenal selama tiga minggu.

Saat kejadian, pria tersebut berusia 17 tahun dan duduk di bangku kelas dua SMA.

“Saya mau berangkat kerja besok pagi, nanti saya diterima kerja. Lalu aku ingin pulang tapi ambil baju dulu di sana. Setelah mengambil pakaian, aku pulang larut malam ke rumah tanteku. “Jadi orang-orang di desa tidak mengizinkan kami pulang, kami harus menikah,” kata Rukayah kepada Rappler Februari lalu dalam pertemuan di kantor Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) wilayah Nusa Tenggara Barat, kata Mataram.

Dalam budaya setempat, seseorang dianggap telah melakukan sesuatu Merariq jika kamu pulang larut malam bersama seorang pria. Merariq merupakan budaya “kawin lari” yang telah lama dikenal oleh masyarakat suku Sasak, namun kini telah mengalami pergeseran makna.

Malam itu juga, akhirnya Rukayah Merariq dan bermalam di rumah bibi laki-laki itu. Ia mengutarakan keinginannya agar pernikahan tidak dilangsungkan, namun keesokan paginya orang tuanya datang dan upacara pernikahan siap dilangsungkan.

Setelah menikah, Rukayah yang baru lulus SMA dan suaminya tidak melanjutkan sekolah. Perekonomian dalam rumah tangga mereka bergantung sepenuhnya pada orang tua masing-masing.

Kekerasan dalam rumah tangga

Pernikahan pertama Rukayah tidak berjalan mulus. Di usianya yang masih sangat muda, pasangan ini belum mampu menyelesaikan permasalahan kecil dalam rumah tangga. Tidak jarang pertengkaran tersebut berujung pada pemukulan dan tindakan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh laki-laki tersebut.

“Pernahkah kamu dipukul, kepalamu terbentur tembok, kepalamu terinjak? menempati “Aku juga punya kepalaku,” kata Rukayah dengan nada getir.

Mendapat perlakuan tersebut, Rukayah tidak berdaya dan hanya diam. Dia tidak pernah menanggapi perlakuan suaminya. Rukayah juga tidak pernah mengadukan suaminya kepada orang tuanya, apalagi kepada polisi.

Aksi kekerasan yang dirasa Rukayah keterlaluan itu terjadi pada malam terakhir bulan puasa Ramadhan menjelang Idul Fitri. Pria itu berjanji akan takbiran bersamanya namun tiba-tiba membatalkan janjinya. Rukayah marah karena menurut informasi yang diterimanya, suaminya malah bertemu wanita lain malam itu.

“Jadi kami bertengkar, lalu kepala saya dipukul sampai pecah. Tapi aku tidak berani pulang. “Akhirnya saya pulang ke rumah tante saya yang ada di dekatnya,” kenang Rukayah.

Setelah pertengkaran hebat tersebut, Rukayah masih bisa memaafkan suaminya dan kembali ke tempat tinggalnya yaitu rumah orang tua suaminya.

“Dia cocok dengan buah-buahan, itulah yang terjadi. Awalnya saya hanya acuh tak acuh. Tapi dia meminta maaf sambil memelukku. “Akhirnya saya kembali ke rumahnya,” akunya.

Tak lama kemudian, pria tersebut memutuskan untuk mencari nafkah dan bekerja di Pulau Kalimantan. Keputusan tersebut menjadi awal keretakan pertama dalam rumah tangga Rukayah karena suaminya jarang menghubunginya dan hanya mengirimkan bantuan satu kali.

Tiga hari setelah pulang ke Mataram, suaminya berencana menjemput Rukayah dari rumah orang tuanya. Namun Rukayah yang sedang bekerja tidak pulang hingga waktu Maghrib tiba, dan menolak pulang saat itu karena kelelahan. Saat suaminya terus mengantarnya pulang, Rukayah melihat pesan teks mencurigakan di telepon telepon berjalan suaminya.

“Saya melihat SMS-nya. Saya berkata, ‘Apakah Anda melihat siapa SMS Anda? Tidak mungkin seorang pria mengatakan dia mencintainya saat dia mengirim pesan. Kupikir aku bodoh. itu pasti seorang gadis yang kamu ganti namanya’. “Setelah itu terjadi adu mulut,” kata Rukayah rinci. Suaminya akhirnya pulang sendirian.

Keesokan paginya suaminya datang lagi dan membawa Rukayah pulang. Akhirnya karena tidak sanggup menanggung perlakuan kasar suaminya, ia pun meminta cerai saat itu juga. Meski Rukayah dan suaminya memiliki akta nikah, namun perceraian tersebut tidak melalui proses pengadilan dan hanya disaksikan oleh orang tua Rukayah di rumah. Pernikahan pertama Rukayah baru berusia 1,5 tahun.

Rukayah hanya memiliki anak dari pernikahan kedua dan ketiganya. Saat ini anak pertamanya berjenis kelamin perempuan yang usianya hampir 3 tahun, sedangkan anak kedua laki-laki berusia 10 bulan.

Pernikahan Rukayah yang kedua berakhir karena adanya pertengkaran kecil antara dirinya dan suaminya, yang kemudian menyebabkan keluarga mertuanya meminta suaminya untuk menceraikan Rukayah. Namun hingga saat ini, pria tersebut masih memberikan nafkah kepada anak sulung Rukayah tersebut setiap bulannya.

Sementara itu, nasib pernikahan ketiga Rukayah masih belum jelas. Meski belum ada kabar cerai, Rukayah mengaku suaminya tidak pernah memberikan nafkah bagi dirinya dan anaknya sejak masih dalam kandungan.

“Kalau baru dapat gaji, dia pulang ke orang tuanya, kalau uang habis dia datang ke sini,” ujarnya.

Tidak ingin menikah lagi

Selain tetap membantu orang tuanya yang juga mengalami kendala ekonomi, Rukayah berusaha menghidupi kedua anaknya yang masih balita dengan menjadi asisten rumah tangga. Melihat kondisinya yang seperti ini, Rukayah mengaku belum memikirkan untuk menikah lagi, setidaknya dalam waktu dekat.

“Saya akan Sekarang membuatnya lebih besar “Anakku dulu, tolong bahagiakan anakmu,” kata Rukayah.

Ia pun merasa pernikahan yang dijalaninya di usia muda menjadi penyebab kesulitan yang ia alami saat ini karena tidak bisa melanjutkan studi dan tidak berdaya secara ekonomi.

“Pesan saya, jangan menikah terlalu muda, karena dampaknya sangat buruk. Biarkan aku merasakannya, katanya lembut.

Meski ikhlas berusaha menerima kondisinya, Rukayah ingin kembali ke masa lalu dan tidak menikah saat usianya baru 15 tahun.

“Kkalau bisa main lagi pasti pengen main lagi. Tapi apa, itu saja seperti iniBisa?” dia berkata. —Rappler.com

uni togel