• November 30, 2024
Perintah untuk menembak mati pengedar narkoba di tempat mengundang kritik

Perintah untuk menembak mati pengedar narkoba di tempat mengundang kritik

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

LBH Masyarakat berpendapat bahwa dengan menembak mati para pengedar menghilangkan informasi berharga untuk memberantas perdagangan narkoba

JAKARTA, Indonesia – Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan anak buahnya menindak tegas pengedar narkoba. Caranya dengan menembak mati pelanggar di tempat jika melawan.

Pernyataan itu disampaikan Tito usai mengungkap barang bukti 1 ton sabu yang tidak bisa diselundupkan ke Indonesia pada Kamis 13 Juli dini hari. Temuan ini cukup mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan aparat penegak hukum. Sebab, berarti mereka telah gagal dalam upaya pemberantasan narkoba.

Tito mengatakan, penyitaan sabu pada Kamis lalu merupakan penyitaan sabu terbesar yang pernah tercatat sepanjang sejarah. Oleh karena itu, Tito tak segan-segan memerintahkan anak buahnya untuk segera menembak mati para pedagang tersebut.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan, selama ini para pengedar narkoba tidak pernah jera. Mereka memanfaatkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

“Secara pragmatis, secara empiris di lapangan, jujur ​​kami melihat, kami menembaki narkoba (penyelundup) dan mereka semua kabur,” kata Tito yang ditemui di balai pertemuan Polda Metro Jaya. (BA: Kapolri: Para pengedar narkoba mendapat manfaat dari lemahnya penegakan hukum di Indonesia)

Pernyataan Tito menuai kritik dari para aktivis. Salah satunya datang dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. Mereka mengkritik perintah Tito.

“LBH menilai solusi yang diajukan Kapolri bermasalah dan tidak menyelesaikan permasalahan utama peredaran narkoba di Indonesia,” kata LBH Masyarakat dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 21 Juli.

Ada tiga alasan LBH Masyarakat keberatan dengan pernyataan Tito. Pertama Kebijakan tembak di lokasi akan sangat mungkin menimbulkan misfire, terutama terhadap aparat penegak hukum yang menyamar dan warga sipil yang tidak bersalah.

Kejadian serupa terjadi di Filipina. Polisi setempat menembak dan benar-benar membunuh seorang pengusaha asal Korea Selatan.

“Insiden tersebut mendapat kecaman internasional dan menyebabkan hubungan diplomatik antara Filipina dan Korea Selatan memburuk,” kata mereka.

Alasan Kedua, kebijakan tersebut justru menghambat upaya pengurangan pasokan obat-obatan terlarang secara besar-besaran. Dengan menembak mati seorang pengedar, justru akan memutus rantai informasi penting yang sebenarnya diperlukan untuk memberantas perdagangan obat-obatan terlarang.

“Investigasi harus diprioritaskan agar pelaku perdagangan manusia dapat ditangkap hidup-hidup. “Tujuannya untuk memberantas jaringan peredaran narkoba yang lebih luas,” kata LBH Masyarakat.

Alasan ketigaLBH menilai kebijakan tersebut tidak akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Presiden Rodrigo Duterte yang sangat tegas dan tak segan-segan menembak para pengedar narkoba ternyata telah mengurangi jumlah peredaran narkoba.

“Namun jika ditilik lebih jauh, penembakan tersebut tidak menyasar orang-orang yang menguasai sindikat distribusi besar. “Sasarannya selalu orang-orang yang berada di bawah rantai komando,” kata mereka.

Memang pada dasarnya kebijakan tegas menembak di tempat bahkan menjatuhkan hukuman mati tidak serta merta menghentikan peredaran narkoba di Indonesia. Artinya kebijakan tersebut tidak efektif. LBH menilai pemerintah perlu mengambil kebijakan yang lebih cerdas dan manusiawi dalam mengambil tindakan untuk menangani peredaran narkoba. – Rappler.com

Data Sydney