• November 24, 2024
Peserta aksi 212 kedapatan membawa gas elpiji

Peserta aksi 212 kedapatan membawa gas elpiji

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Gas elpiji dan gunting disita. Sedangkan pria yang membawa benda tersebut diperbolehkan naik kereta

MALANG, Indonesia – Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska) menyita tabung gas elpiji dan gunting dari tangan calon penumpang. Diduga penumpang Stasiun Kota Baru Malang yang menaiki KA Jayabaya tujuan Pasar Senen, Jakarta Pusat, akan mengikuti aksi Super Damai Bela Islam jilid ketiga. Gas elpiji diperoleh petugas saat memeriksa barang bawaan penumpang saat hendak memasuki kereta.

“Gas valgas dan guntingnya disita,” kata petugas Polsuska Subani, Rabu, 30 November.

Penumpang masih diperbolehkan melanjutkan perjalanan kereta api. Sedangkan tabung gas elpiji 3 kilogram beserta guntingnya disimpan di ruang Polsuska. Keluarga penumpang dapat mengambil barang tersebut secepatnya.

Petugas telah melakukan pemeriksaan lebih ketat terhadap penumpang sejak dua hari lalu untuk mencegah penumpang membawa barang berbahaya seperti senjata tajam dan bahan peledak. Pemeriksaan tersebut juga melibatkan sejumlah personel Polres Malang Kota. Penumpang tersebut tidak menjelaskan alasan tabung gas elpiji tersebut dibawa ke dalam kereta.

Sebanyak 36 personel polisi bertugas mengawasi penumpang di Stasiun Kota Baru. Mereka berjaga dan berpatroli di sekitar stasiun, tujuannya untuk memastikan keberangkatan peserta aksi 212. Ada empat kereta yang melayani rute menuju Jakarta, terdiri dari kereta ekonomi dan eksekutif.

Kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Aswaja Malang (Gamal) mengaku telah mengirimkan 1.000 peserta protes ke Jakarta. Mereka menaiki 10 bus dan sejumlah minibus.

“(Mereka) berangkat tadi pagi,” kata juru bicara Gamal, Hisa Al Ayubi Solahuddin.

Krisis kepemimpinan

Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammad Fauzan menilai aksi Bela Islam merupakan salah satu bentuk ekspresi akibat krisis kepemimpinan di Indonesia. Ketika melihat pemimpin, umat Islam tidak hanya menilai kemampuan manajemen dan pengambilan keputusan, tetapi juga menghubungkan perilaku dan sikap yang patut diteladani.

Sementara dalam situasi saat ini, belum ada pemimpin yang ideal sehingga membuat masyarakat kecewa. Untuk itu, menjadi tugas pemerintah untuk mampu mengelola kekecewaan dengan harapan.

Pertemuan singkat Presiden Joko Widodo dengan pimpinan ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU sudah tepat, kata Fauzan.

Menurutnya, aksi Bela Islam merupakan anomali dari aksi massa yang terjadi selama ini. Beberapa aksi massa seperti Malari, Tritura dan Reformasi didorong oleh krisis ekonomi dan ketidakpercayaan. Aksi tersebut dimotori oleh mahasiswa.

Sedangkan eksponen mahasiswa kali ini hanya sebagai simpatisan, bukan penggerak atau aktor, kata Fauzan.

Aksi Bela Islam adalah aksi massa besar pasca reformasi yang didorong oleh krisis kepemimpinan di negara ini. Masyarakat, kata dia, lebih mudah tergerak oleh opinion leader ketimbang pemimpin formal. Hal ini juga menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya semakin menurun. – Rappler.com

Data Sydney