• October 3, 2024

Potret buram dunia pers Indonesia sepanjang tahun 2015

Gaji Jurnalis Masih Di Bawah UMR, LBH Pers Khawatir Independensinya

JAKARTA, Indonesia—Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Press) mencatat terjadi 47 tindak kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2015. Tak hanya itu, insan pers juga dikriminalisasi dan dibayar di bawah UMK oleh perusahaannya sendiri. .

“Ini sesuatu yang mengkhawatirkan karena tahun ini masih menjadi gambaran buram bagi kebebasan pers,” kata Direktur Eksekutif LBH Press Nawawi Bahrudin dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 22 Desember.

Apa saja daftar hitam LBH Press tahun ini? Berikut ringkasannya:

47 kasus kekerasan terhadap jurnalis

Sepanjang tahun ini, LBH Press mencatat 47 kasus kekerasan terhadap jurnalis di seluruh tanah air. Bentuk-bentuk kekerasan antara lain pelarangan pemberitaan, teror, pemukulan dan penyerangan, bahkan pembunuhan.

Daerah yang paling tidak ramah terhadap jurnalis adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Papua. Setidaknya terdapat 8 kasus kekerasan di DKI Jakarta, 6 kasus di Jawa Barat, dan 5 kasus di Papua.

Pelaku kekerasan terhadap jurnalis didominasi oleh aparat. Berikut laporan lengkapnya:

Pendataan kasus kekerasan terhadap jurnalis

Proses penanganan kekerasan masih berlangsung. Seperti kasus yang terjadi Zuhdi. Ia menjadi korban penganiayaan puluhan petugas polisi lengkap dengan tongkat rotan. Zuhdi mengalami luka serius di kepala dan pingsan.

Peristiwa itu terjadi karena polisi marah karena wartawan merekam polisi melakukan pemukulan terhadap mahasiswa saat terjadi kericuhan dalam Kongres Himpunan Mahasiswa Islam, di Gelanggang Remaja, Pekanbaru, Sabtu 5 Desember. Polisi menyita paksa kamera jurnalis tersebut dan meminta foto-foto tersebut dihapus.

“Saat ini sudah ada proses hukum terkait kasus Zuhdi, namun polisi juga membuat laporan baru terhadapnya yang menyatakan telah melakukan pencemaran nama baik dan perilaku tidak menyenangkan karena dianggap menghina institusi kepolisian,” kata Nawawi.

Kriminalisasi narasumber, awak media, dan netizen

Nawawi mencontohkan kasus pemberitaan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dan Emerson Yuntho oleh pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita.

Adnan dan Emerson sebelumnya diwawancarai media dan menyebut rekam jejak Romli buruk sehingga dinilai tidak layak menjadi calon Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya Romli pernah menjadi saksi ahli kubu Budi Gunawan yang ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi.

Atas kasus yang menimpa peneliti ICW ini, Dewan Pers mengeluarkan pernyataan resmi bahwa informasi dari sumber adalah tanggung jawab media yang menerbitkannya.

Pada akhirnya, nama Romli tidak masuk dalam panitia seleksi KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo.

Dalam kasus kriminalisasi insan pers, Nawawi mencontohkan kasus mantan Ketua DPR Setya Novanto yang melaporkan Pemimpin Redaksi Metro TV Putra Nababan atas dugaan pencemaran nama baik, karena dinilai tidak berimbang. Masalah ini akhirnya diselesaikan secara damai.

Di dunia maya, LBH Press mencatat ada 134 warganet yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kepemilikan monopoli perusahaan media

Menurut Nawawi, ada tiga kelompok media yang tidak mematuhi pasal 18 UU Penyiaran. Artinya, satu badan hukum hanya mempunyai satu lembaga penyiaran swasta dalam satu wilayah penyiaran.

Siapa mereka?

  • MNC Group memiliki empat stasiun TV yaitu RCTI, Global TV, MNC TV dan I-News.
  • Elang Mahkota Teknologi membawahi dua stasiun TV yaitu Indonesia dan SCTV.
  • Vivanews Group memiliki dua TV yaitu TV One dan ANTV.

Gaji jurnalis di bawah upah minimum

Survei yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) bersama dengan Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) dilakukan pada tahun 2005, dengan responden jurnalis yang tersebar di 17 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa sebanyak 1,5% jurnalis yang disurvei mengaku mendapat upah di bawah Rp200 ribu, atau kurang dari US$25 per bulan. Angka ini tidak hanya rendah, namun lebih buruk dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah.

Jumlah jurnalis yang berpenghasilan kurang dari Rp599 ribu juga cukup besar yakni 22,5%. Padahal, saat survei AJI dilakukan, upah minimum provinsi tertinggi saat itu adalah DKI Jakarta sebesar Rp711.843.

Upah minimum terendah ada di Jawa Tengah (Rp 390 ribu). Hasil survei juga menemukan bahwa lebih dari 50 persen jurnalis berpenghasilan kurang dari Rp1,4 juta.

Laporan selengkapnya dapat dibaca Di Sini.

Tampaknya kondisi gaji jurnalis belum membaik. Jurnalis masih dibayar di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

LBH Press khawatir kondisi kesejahteraan jurnalis yang mengkhawatirkan dapat berdampak pada independensi mereka.

Pasal yang membungkam kebebasan pers

LBH Press sebelumnya mencatat ada 46 pasal dalam Rancangan KUHP (RUU KUHP) yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Jumlah artikel kemudian bertambah menjadi 68.

Selain itu ada surat edaran Kebencian dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Anda dapat membaca lebih lanjut mengenai Ujaran Kebencian di sini.

Selain itu, ada peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang memblokir sejumlah situs yang dianggap memuat konten negatif. Baca lebih lanjut di sini. — Rappler.com

BACA JUGA

Togel Sidney