Praktik pembagian uang terungkap dalam sidang pertama kasus KTP Elektronik
keren989
- 0
Jakarta, Indonesia – Bahwa DPR RI sekitar bulan Juli-Agustus 2010 mulai membahas RAPBN TA 2011, termasuk anggaran proyek penyelenggaraan KTP berbasis NIK secara nasional (KTP Elektronik). Oleh karena itu, Andi Agustinus alias Andi Narogong beberapa kali melakukan pertemuan dengan berbagai anggota DPR RI. DPR RI, khususnya Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin karena para anggota DPR RI tersebut dinilai mewakili Partai Demokrat dan Partai Golkar yang dapat mendorong Komisi II DPR RI untuk menyetujui pelaksanaan proyek anggaran berbasis NIK Nasional KTP (KTP Elektronik).”
Bunyi dan isi dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum Irene Putrie mulai menarik perhatian pengunjung dan awak media yang hadir dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 2,31 triliun itu. Sidang perdana skandal korupsi dana proyek senilai Rp 5,9 triliun digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 9 Maret. Ruangannya penuh sesak. Juru kamera mengambil kedua sisi kursi untuk pengunjung.
Ada pula yang duduk dan berjongkok di depan deretan kursi yang dikuasai awak media. Seorang pensiunan jaksa duduk di kursi depan.
“Hal ini luar biasa. “Saya sengaja datang untuk mengikuti,” kata pensiunan jaksa kepada Rappler, yang duduk di sebelahnya.
Kedua terdakwa Irman dan Sugiharto memasuki ruang sidang disambut riuhnya suara kamera klik-klik.
Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna biru dengan motif bunga. Ia lebih banyak menunduk atau membelakangi pengunjung. Hindari sorotan kamera.
Irman, mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, juga mengenakan kemeja batik bernuansa biru juga agar lebih ramah menerima permintaan pose foto dan menebar senyum. Keduanya menghampiri barisan jaksa lalu digiring duduk di kursi barisan depan.
Saat majelis hakim yang diketuai oleh John Halasan Butar-Butar memasuki ruangan dan membuka sidang, mereka menyatakan sidang terbuka untuk umum. Kedua terdakwa diminta duduk di kursi yang telah disediakan. Hakim John Butar-Butar didampingi hakim Frangki Tambuwun, Emilia Djaja Subagia, Anwar, dan Ansyori Syaifudin.
Setelah tata cara pembukaan sidang dan teguran ringan dari Ketua Majelis agar pengunjung dan media massa agar mengikuti sidang dengan tertib, tidak boleh berfoto bersama. kilatan, kemudian pertunjukan yang ditunggu-tunggu pun dimulai: pembacaan dakwaan. Jaksa Irene Putrie mengatakan dakwaan itu sepanjang 121 halaman.
Tim kuasa hukum yang dipimpin Soesilo Ariwibowo membenarkan kedua terdakwa, terdakwa 1 Irman dan terdakwa 2 Sugiharto, diwakili oleh kuasa hukum yang sama. (BA: Yang Perlu Diketahui Tentang Kasus Dugaan Korupsi Proyek KTP Elektronik)
Jaksa Irene Putrie melanjutkan membacakan dakwaan di atas: Setelah beberapa kali rapat, tercapai kesepakatan bahwa DPR RI akan menyetujui anggaran perolehan KTP Elektronik sesuai grand design tahun 2010 yaitu kurang lebih Rp 5,9 triliun yang mana proses pembahasannya oleh Fraksi Partai Demokrat dan Golkar. Fraksi Partai, dengan imbalan Andi Agustinus alias Andi Narogong akan memberikan biaya kepada berbagai anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Untuk merealisasikan pemberian biaya tersebut, Andi Agustinus alias Andi Narogong memiliki kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin mengadakan rencana penggunaan anggaran KTP elektronik sekitar Rp5,9 triliun, setelah dikurangi pajak sebesar 11,5 persen yang akan digunakan sebagai berikut.”
Jaksa Irene mengambil waktu sejenak untuk mengatur napas sebelum melanjutkan pembacaan dakwaan terkait rencana penyaluran uang anggaran proyek KTP elektronik sebagai berikut:
A. Sebesar 51 persen atau sebesar Rp2.662.000.000.000,00 (dua triliun enam seratus enam puluh dua miliar rupiah) akan digunakan untuk belanja belanja modal atau riil untuk pembiayaan proyek;
B. Sedangkan sisanya 49 persen atau sejumlah Rp2.558.000.000.000,00 (dua miliar lima ratus lima puluh delapan miliar rupiah) akan disalurkan kepada:
1. Berbagai kantor Kementerian Dalam Negeri termasuk tdidakwa sebesar 7 persen atau sejumlah Rp365.400.000.000,00 (tiga seratus enam puluh lima miliar empat ratus juta rupiah);
2. Anggota Komisi II DPR RI berjumlah 5 persen atau sejumlah Rp 261.000.000.000,00 (dua ratus enam puluh satu miliar rupiah);
3. Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan 11 persen atau sebesar Rp574.200.000.000,00 (lima ratus tujuh dua puluh empat miliar dua ratus juta rupiah);
4. Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin berjumlah 11 persen atau sebesar Rp574.200.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh empat miliar dua ratus juta rupiah);
5. Keuntungan sektor pekerjaan atau mitra sebesar 15 persen atau sebesar Rp783.000.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh tiga miliar rupiah).
Ketika nama-nama yang beredar di media selama beberapa hari ini akhirnya disebut-sebut oleh jaksa penuntut umum jelang sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan politisi lintas partai politik, penonton pun bergumam. Ada berkicau“ini gila”. (BA: Daftar Selebriti yang Diduga Penerima Dana Anggaran Proyek KTP Elektronik)
Jaksa Irene melanjutkan: “Selain kesepakatan mengenai pembagian keuntungan, dalam pertemuan tersebut juga disepakati bahwa proyek tersebut sebaiknya dilaksanakan atau dijadikan partner. Ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga mudah diatur. Menyusul kesepakatan tersebut, sekitar bulan September-Oktober 2010 di ruang kerja Mustoko Weni Gedung DPR RI, Andi Agustinus alias Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI dengan maksud agar Komisi II dan badan anggaran DPR RI telah menyetujui anggaran Proyek Pengadaan dan Penyelenggaraan KTP Berbasis NIK Nasional (KTP Elektronik) dengan rincian sebagai berikut mengikuti:
1. Anas Urbaningrum sebesar US$ 500.000,00 (lima ratus ribu dolar AS) disediakan oleh Eva Ompita Soraya. Pemberian ini merupakan kelanjutan dari pemberian yang dilakukan pada bulan April 2010 sebesar US$ 2.000.000,00 (dua juta dollar Amerika) yang diberikan oleh Fahmi Yandri. Sebagian uangnya kemudian digunakan untuk membayar biaya akomodasi Kongres Partai Demokrat di Bandung. Selain dana kongres, sebagian lagi diberikan kepada Khatibul Umam Wiranu selaku anggota Komisi II DPR RI sebesar US$ 400.000,00 (empat ratus ribu dollar Amerika) dan kepada Mohamad Jafar Hafsah selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat sebesar US$100.000,00 (seratus ribu dollar Amerika), yang kemudian dibelikan sebuah mobil Toyota Land Cruiser bernomor polisi B 1 MJH. Pada Oktober 2010, Andi Agustinus alias Andi Narogong kembali memberikan uang sebesar US$3.000.000,00 (tiga juta dollar Amerika) kepada Anas Urbaningrum.
2. Arief Wibowo selaku sejumlah anggota Komisi II DPR RI US$ 100.000,00 (Seratus Ribu Dolar Amerika Serikat).
3. Chaeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI sejumlah US$550.000,00 (Lima Ratus Lima Puluh Ribu Dolar Amerika Serikat).
4. Ganjar Pranowo selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI sejumlah US$ 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Dolar Amerika Serikat).
5. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI sebesar US$ 1.000.000,00 (satu juta dollar Amerika) Persatuan).
6. Mustoko Weni selaku sejumlah anggota Komisi II DPR RI US$400,000.00 (Empat Ratus Ribu Dolar Amerika Serikat).
7. Ignatius Mulyono selaku sejumlah anggota Komisi II DPR RI US$250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat).
8. Taufik Effendi selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI nomor urut US$50,000.00 (Lima Puluh Ribu Dolar Amerika Serikat).
9. Teguh Djuwarno selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI nomor US$ 100,000.00 (Seratus Ribu Dolar Amerika Serikat).
“Tsk..tsk..tsk,” gumam suara klik di ruang sidang. Apalagi saat jaksa menyinggung soal pembelian mobil Toyota Land Cruiser.
Jaksa Irene melanjutkan, “Setelah terjaminnya ketersediaan anggaran untuk proyek perolehan dan pelaksanaan KTP berbasis NIK nasional (KTP Elektronik), pada tahun Ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR RI dan di dalam ruangan Karya Mustoko Weni, saat itu Andi Agustinus alias Andi Narogong beberapa kali juga menyetor sejumlah uang kepada Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yaitu Melchias Marcus Mekeng selaku Ketua Banggar sebesar US$ 1.400.000,00 (satu juta ) memberi empat ratus ribu dollar Amerika) dan kepada 2 (dua) orang wakil Ketua Banggar masing-masing adalah Mirwan Amir, Olly Dondokambe sebesar US$ 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) Serikat) serta Tamsil Lindrung sebesar US$ 700.000,00 (tujuh ratus ribu dolar AS).
Selain itu, pada Oktober 2010 menjelang masa reses DPR RI, Andi Agustinus alias Andi Narogong kembali memberikan uang Arief Wibowo sebesar US$ 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Dolar Amerika Serikat) Union) untuk dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II DPR RI dengan rinciannya sebagai berikut:
1. Ketua Komisi II DPR RI sebesar US$30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) Amerika Serikat);
2. 3 (tiga) orang Wakil Ketua Komisi II DPR RI masing-masing sejumlah US$ 20.000,00 (dua puluh ribu dolar Amerika Serikat);
3. 9 (sembilan) Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi II DPR RI masing-masing sebesar US$15.000,00 (lima belas ribu rupiah). Amerika Serikat);
4. masing-masing 37 (tiga puluh tujuh) orang anggota Komisi II DPR RI antara US$5.000,00 (lima ribu dolar Amerika Serikat) sampai dengan US$ 10,000.00 (Sepuluh Ribu Dolar Amerika Serikat).
Saat itu, Jaksa Irene meminta rekannya tetap membacakan dakwaan. Terdakwa 2 Sugiharto rupanya mencoret-coret dokumen yang ada di tangannya. Saat tim JPU akhirnya selesai membaca dakwaan, Hakim John Butar-Butar menanyakan kepada kedua terdakwa apakah dakwaan sudah cukup jelas. Irman menjawab singkat, “Tentu, Yang Mulia.”
Sugiharto yang namanya berkali-kali disebut dan berperan penting dalam sembilan perubahan kontrak pengadaan proyek KTP elektronik itu menjawab, “Ada yang benar, ada yang kurang benar, dan ada pula yang saya tidak tahu.”
Soesilo Ariwibowo mewakili kuasa hukum mengatakan, dirinya tidak memberikan pengecualian untuk menanggapi lembar dakwaan yang dibacakan jaksa dan memilih memberikan tanggapan saat pemeriksaan para saksi. Majelis hakim, jaksa, dan pengacara kemudian membahas cara pemeriksaan para saksi.
“Saksinya memang banyak, Yang Mulia. “Kami memeriksa 294 saksi, namun rencananya kami hanya akan menghadirkan sekitar 130 orang saja,” kata Jaksa Penuntut Umum, Irene.
Pengacara menyarankan agar sidang maraton diadakan dua kali dalam seminggu agar sidang bisa cepat berlangsung. Hakim John Butar-Butar, setelah mendengarkan pandangan jaksa dan pengacara, memutuskan sidang berikutnya akan digelar Kamis depan dan mengingatkan jaksa bahwa jaksa harus terlebih dahulu memberikan informasi kepada pengacara tentang siapa saja yang akan menjadi saksi. – Rappler.com